Indonesia.go.id - Kurikulum untuk Mitigasi Ketertinggalan Pembelajaran

Kurikulum untuk Mitigasi Ketertinggalan Pembelajaran

  • Administrator
  • Rabu, 23 Februari 2022 | 10:22 WIB
MERDEKA BELAJAR
  Sejumlah guru melakukan pembelajaran secara daring di SMA Negeri 7 Denpasar, Bali, Senin (31/1/2022). Kurikulum daring menuntut guru kreatif dalam membuat materi belajar. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/rwa.
Sekolah diberikan kebebasan menentukan kurikulum yang akan dipakai. Pilihannya Kurikulum 2013 secara penuh, Kurikulum Darurat, atau Kurikulum Merdeka.

Paket Merdeka Belajar bergulir lagi. Kali ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan Kurikulum Merdeka untuk mengatasi ketertinggalan dan hilangnya pembelajaran (learning loss) di Indonesia selama pandemi Covid-19.

Kurikulum Merdeka diluncurkan berbarengan dengan Platform Merdeka Belajar bagi para guru. Program ini merupakan Episode ke-15 dari Merdeka Belajar yang diluncurkan Kemendikbudristek sejak 2020.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menyampaikan, penyederhanaan kurikulum darurat dinilai efektif memitigasi ketertinggalan pembelajaran pada masa pandemi Covid-19. Sejak dilakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) justru membuka kesenjangan pembelajaran antarwilayah dan antarkelompok sosial-ekonomi.

"Arah perubahan kurikulum yang termuat dalam Merdeka Belajar Episode 15 ini adalah struktur kurikulum yang lebih fleksibel, fokus pada materi yang esensial, memberikan keleluasan bagi guru menggunakan berbagai perangkat ajar sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta didik, serta aplikasi yang menyediakan berbagai referensi bagi guru untuk terus mengembangkan praktik mengajar secara mandiri dan berbagi praktik baik," jelas Menteri Nadiem saat peluncuran Merdeka Belajar Episode 15 secara daring pada Jumat (11/2/2022).

Dalam pemulihan pembelajaran saat ini, lanjut Menteri Nadiem, satuan pendidikan diberikan kebebasan menentukan kurikulum yang akan dipilih atau tidak dipaksakan. Pilihan pertama, Kurikulum 2013 secara penuh, pilihan kedua Kurikulum Darurat, yaitu Kurikulum 2013 yang disederhanakan, dan pilihan ketiga adalah Kurikulum Merdeka.

Penerapan Kurikulum Merdeka tersebut didukung dengan Platform Merdeka Mengajar. Platform Merdeka Mengajar menyediakan referensi bagi guru untuk mengembangkan praktik mengajar sesuai dengan Kurikulum Merdeka.

Platform Merdeka Mengajar merupakan platform edukasi yang dapat menjadi teman penggerak untuk guru dalam mewujudkan Pelajar Pancasila. “Intinya dalam Platform Merdeka Mengajar ini ada tiga fungsi, yaitu membantu guru untuk mengajar, belajar, dan berkarya,” ujar Nadiem.

Dalam mendukung guru mengajar, Platform Merdeka Mengajar menyediakan referensi bagi guru untuk mengembangkan praktik mengajar sesuai dengan Kurikulum Merdeka. Saat ini tersedia lebih dari 2.000 referensi perangkat ajar berbasis Kurikulum Merdeka.

Panduan implementasi Kurikulum Merdeka dan modul-modul pelatihan akan disediakan dalam flash disk bagi satuan pendidikan dan pendidik yang kesulitan untuk mengakses internet.

Platform Merdeka Mengajar juga memberikan kesempatan yang setara bagi guru untuk terus belajar dan mengembangkan kompetensinya kapan pun dan di mana pun. "Guru dapat memperoleh materi pelatihan berkualitas dengan mengaksesnya secara mandiri. Melalui video inspirasi, guru bisa mendapatkan beragam video inspiratif untuk mengembangkan diri dengan akses tidak terbatas," tutur Menteri Nadiem.

Di samping itu, Platform Merdeka Mengajar juga mendorong guru untuk terus berkarya dan menyediakan wadah berbagi praktik baik. Dalam menciptakan ekosistem kolaboratif dan meningkatkan efektivitas pembelajaran, Platform Merdeka Mengajar menggunakan content crowdsourcing, di mana pengembangan konten berbasis kontribusi dapat dilakukan oleh semua pihak.

Guru juga dapat saling belajar dan berbagi melalui Komunitas Belajar Daring yang terdapat di dalam Platform Merdeka Mengajar. “Kita ingin yang mengembangkan materi pembelajaran, materi mengajar, materi belajar, dan materi berkarya ini guru-guru, organisasi-organisasi pendidikan, sehingga kontennya semakin kaya,” terang Mendikbudristek.

Paradigma Baru

Dalam kesempatan itu, Joko Prasetyo, guru SMP Negeri 2 Temanggung, Jawa Tengah, mengakui telah menemukan paradigma baru dari Kurikulum Merdeka. Menurutnya, selama ini para guru merasa terbelenggu dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang harus dicapai setiap siswa. Akan tetapi, pada Kurikulum Merdeka, guru lebih menghargai proses belajar dan capaian siswa.

"Dengan begitu kami para guru dapat lebih fleksibel dalam memberikan pembelajaran dan berkreasi semaksimal mungkin," ujarnya.

Lebih lanjut disampaikan Joko, pembelajaran yang dilakukan di sekolahnya dengan menerapkan project by learning, misalnya, dengan mengajak siswa ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA) untuk mengetahui dampak sampah dan pemanfaatan atas limbah sampah. Selain itu, pada kearifan lokal, guru juga mengenalkan budaya lokal dari daerahnya seperti tari Wulanggatho yang berasal dari Temanggung.

Senada dengan Joko, perubahan juga dirasakan oleh Anggi, guru SD Negeri 005 Sekupang, Kota Batam. Baginya, dengan menerapkan Kurikulum Merdeka guru dapat mengetahui minat, bakat, dan kemampuan siswa melalui asesmen pembelajaran. "Dari situ kami jadi bisa memetakan kebutuhan siswa, sehingga guru dapat menyusun metode serta strategi pembelajaran sesuai minat dan profil siswa," jelasnya.

Persoalan learning loss menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah. Dari hasil survei yang dilakukan Bank Dunia, UNICEF, dan Kemendikbudristek 2021 menunjukkan pembelajaran di masa pandemi membuat penurunan 0,44 sampai 0,47 persen terhadap standar deviasi (penyimpangan). Atau senilai 5 sampai 6 bulan pembelajaran per tahun.

Dengan begitu, PJJ selama setahun dinilai berdampak pada penyimpangan standar pembelajaran selama hampir satu semester lamanya. Hasil temuan juga mendapati kondisi learning loss diperparah dengan kondisi siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu secara ekonomi.

Kondisi learning loss pada siswa dari keluarga kurang mampu, risikonya bertambah hingga 1,3 persen dibandingkan siswa dari keluarga mampu. Sebagaimana hasil analisis yang dilakukan Bank Dunia.

Melalui Kurikulum Merdeka tersebut diharapkan pascapandemi Covid-19, para guru dapat mengejar ketertinggalan pembelajaran anak didik sekaligus membentuk karakter pelajar pancasila.

 

Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari