Indonesia.go.id - Mewaspadai Varian Baru Covid-19

Mewaspadai Varian Baru Covid-19

  • Administrator
  • Selasa, 28 Juni 2022 | 06:10 WIB
COVID-19
  Warga mengikuti vaksinasi booster COVID-19 di Vihara Boen San Bio, Kota Tangerang, Banten, Senin (20/6/2022). capaian Indonesia dalam mengatasi pandemi Covid-19 secara domestik dinilai baik oleh WHO. Antara Foto/ Fauzan
Dirjen WHO menyatakan apresiasinya atas penanganan Covid-19 di Indonesia. Pandemi belum selesai dan WHO mendorong dunia mengencangkan kembali testing dan surveilans.

Di tengah udara siang Jakarta yang panas dan lembab, Direktur Jenderal (Dirjen) Badan Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus memilih mengenakan kemeja batik. Didampingi Plt Kepala Perwakilan WHO di Jakarta Shalala Ahmadova, Tedros tampak hadir di Istana Merdeka, Selasa (21/6/2022), berkemeja batik berlengan panjang warna biru. Tedros melakukan kunjungan kehormatan (courtesy) kepada Presiden Joko Widodo.

Sebagai Dirjen WHO selama hampir lima tahun, Tedros dianggap berhasil, utamanya dalam tugas menghadapi pandemi Covid-19, dalam 30 bulan terakhir. Mantan Menteri Kesehatan (2005--2010) dan Menteri Luar Negeri (2011--2016) Ethiopia itu kembali terpilih sebagai Dirjen WHO untuk lima tahun ke depan, hingga 2027. Sehari sebelum ke Jakarta, Tedros hadir di Yogyakarta dalam pertemuan tahap pertama menteri-menteri kesehatan dan menteri keuangan negara G20.
Dirjen WHO melakukan pembicaraan hampir satu jam dengan Presiden Jokowi yang didampingi oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Temanya terkait penanganan Covid-19 dan prakarsa-prakarsa Indonesia, selaku pemegang Presidensi G20, dalam mitigasi pandemi global di kemudian hari.

‘’Dirjen WHO mengapresiasi kepemimpinan Indonesia di dalam G20,’’ ujar Menlu Retno Marsudi, dalam keterangannya usai pertemuan. Pada pertemuan tingkat menteri kesehatan dan keuangan G20 di Yogyakarta, antara lain, Indonesia dinilai berhasil membangun kesepakatan G20 untuk membentuk lembaga financial intermediary fund, bagi penanganan pandemi global, sinkronisasi metode serta prosedur testing, tracing, dan vaksin yang inklusif, serta harmonisasi sistem sertifikasi status kesehatan.

Tedros, kata Retno Marsudi, juga mengapresiasi capaian Indonesia dalam mengatasi pandemi Covid-19 secara domestik. Dirjen WHO itu menyebut, Indonesia merupakan salah satu negara dengan pencapaian terbaik. ‘’Beliau menyatakan Indonesia ialah salah satu dari best achievement kalau dibandingkan dengan rata-rata achievement negara-negara di dunia,” ungkap Menteri Retno.

Lebih jauh, menurut Menteri Retno, Dirjen WHO menilai bahwa sistem kesehatan utama dan asuransi kesehatan wajib di Indonesia (BPJS Kesehatan) telah berjalan baik. Asuransi kesehatan itu kini menjadi pintu gerbang untuk pelayanan kesehatan yang lebih inklusif. Layanan kesehatan lebih mudah diakses.

Satu pesan penting yang disampaikan Tedros, WHO bakal masih terus melakukan pengawasan atas pandemi Covid-19, meski kasus insidensinya sudah mulai stabil turun. ‘’Beliau menyatakan, pandemi belum selesai. WHO akan terus memantau kemungkinan munculnya varian-varian baru,’’ Retno Marsudi menambahkan.

Secara global, angka kejangkitan Covid-19 memang terus menurun. Bila pada awal Januari 2022 gelombang Covid-19 mencatat angka kejangkitan sampai 22 juta per minggu, di akhir Juni 2022 ini susut menjadi 3,36 juta kasus Covid-19 baru per minggu. Sepekan terakhir ada penurunan 4 persen. Tren penyusutan terjadi konsisten selama empat bulan.

Toh, ada di sejumlah negara yang angka kasusnya tak benar-benar bisa melandai, meski sudah jauh menurun dari puncaknya. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Prancis, Jepang, dan Australia, angka kasusnya masih stabil tinggi. Di Australia angka kasus baru Covid-19 rata-rata masih di atas 27.000 per hari, di Jepang 14.000 kasus per hari, bahkan di AS bahkan masih bergerak di 99--100 ribu kasus per hari.
Di Eropa angka kasusnya malah kembali naik. Laporan epidemiologis WHO menyebutkan, kenaikan 6 persen sepekan terakhir. Di Kerajaan Inggris tercatat kasus hariannya sekitar 14 ribu, Jerman 79 ribu, dan Prancis 52 ribu. Ketiganya dalam tren meningkat.

Dalam hal insidensi Covid-19, kasus di region Eropa saat ini mewakili 36 persen kasus global, kawasan Amerika (termasuk Amerika Latin dan Kanada) merepresentasikan 35 persen.

 

Lonjakan di Asia Selatan dan Tenggara

Namun lonjakan yang besar terjadi di Asia Tenggara dan Selatan, yang mencatat kenaikan sekitar 43 persen dalam sepekan terakhir. Ada lebih dari 99 ribu kasus baru di kawasan ini dalam sepekan terakhir. Namun, kasus di Asia Selatan dan Tenggara ini hanya mewakili 3 persen kasus Covid-19 di dunia.

Di Asia Selatan dan Tenggara kenaikannya merata, mulai dari India, Bangladesh, Thailand, Malaysia, Singapore, serta Indonesia. Sejauh ini, kasus aktifnya masih rendah. Di Indonesia, misalnya, pada 24 Juni 2022 tercatat, ada 13.214 kasus aktif. Termasuk di dalamnya 2.069 kasus baru yang dilaporkan pada hari itu juga.

Namun, lonjakan di Indonesia itu cukup terjal. Pada 2 Juni 2022 lalu baru tercatat 3.105 kasus aktif dengan 304 kasus baru (terkonfirmasi) pada hari itu. Dalam tiga minggu, lonjakan kasus aktif sampai empat kali lipat, dan kasus hariannya berlipat hampir tujuh kali. Sejauh ini kenaikan angka kasus Covid-19 itu tidak diikuti oleh lonjakan tingkat hunian rumah sakit atau BOR (bed occupancy rate) dan angka kematian. Pada 23 dan 24 Juni 2022, misalnya, angka kematian nasional adalah empat dan lima kasus.

Toh, seperti terjadi di banyak negara lainnya, Pemerintah Indonesia tidak serta-merta membatasi mobilitas dan kegiatan masyarakat. Untuk mengurangi risiko penularan, pemerintah mendorong masyarakat melindungi dirinya, dengan mengenakan masker, mencuci tangan, vaksin (termasuk booster), hidup bersih dan sehat, serta menjauhi kerumunan.

Dalam laporan mingguan WHO yang dirilis Rabu 22 Juni 2022 disebutkan, belum terdeteksi ada varian baru. Laporan genome sequencing dari seluruh dunia, yang dikirim ke lembaga GISAID dalam sebulan terakhir sampai 20 Juni, menunjukkan prevalensi dari keluarga Omicron mencapai 99,2 persen. Mutan baru 0,2 persen, dan belum ada yang masuk katagori variant of concern (VoC) atau variant od interest (VoI). Adapun varian lama, yakni Alpha, Beta, Delta, Gamma, dan yang lain tak muncul lagi.

Dari 12 varian dari keluarga Omicron itu, lima varian yang masih menunjukkan dominasinya. Satu di antaranya, yakni varian BA.2.12.1, tercatat telah masuk ke-69 negara. Namun, prevalensi BA.2.12.1 itu telah menyusut dari 31 persen ke 17 persen. Varian BA.2 (original) serta galur keturunan yang lainnya biasa disebut BA.2x masih perkasa dengan prevalensi 36 persen dan 12 persen.

Yang terus menyita perhatian adalah varian BA.4 dan BA.5. Di mana, keduanya telah masuk ke-58 dan 62 negara. Prevalensi BA.4 menguat dari 6,25 menjadi 8,62 persen. Sementara itu, BA.5 pun terkerek dari 16,11 ke 24.78 persen. Seiring itu, tujuh varian keturunan Omicron lain terus menyusut prevalensinya, dan kemungkinan akan menghilang dari radar surveilans.

Varian BA.4 dan BA.5 ini yang dianggap menimbulkan lonjakan kasus di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Namun, keduanya tidak menunjukkan dampak keparahan yang lebih serius dibanding varian sebelumnya.

Pemerintah Indonesia pun telah menyiapkan skenario, ledakan varian baru ini bisa menimbulkan penularan sampai 20.000 kasus per hari pada sekitar akhir Juli 2022. Dirjen WHO Tedros ketika bertemu Presiden Jokowi menyatakan harapannya agar semua negara kembali menerapkan testing dan perunutan genome (sequencing) yang besar, agar kemunculan varian baru bisa terdeteksi lebih dini.

Pada puncak gelombang serangan Covid-19 dunia, antara Mei 2021 hingga Februari 2022, jumlah genome sequencing yang dikirim ke GISAID bisa mencapai 350 ribu dalam sebulan. Belakangan ini, sampel yang terkirim tidak sampai separuhnya.


Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari