Indonesia.go.id - Mampu Kelola Krisis Energi, Ekonomi Indonesia Masih Tangguh

Mampu Kelola Krisis Energi, Ekonomi Indonesia Masih Tangguh

  • Administrator
  • Selasa, 4 Oktober 2022 | 07:18 WIB
PEMULIHAN EKONOMI
  Ilustrasi. Pelemahan nilai tukar, serta perlambatan ekonomi global bisa jadi penyebab melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional. ANTARA FOTO/ Dhemas Reviyanto
Indonesia dinilai masih mampu mengelola krisis energi melalui kebijakan penebalan subsidi dan perlindungan sosial. Masih akan ada momentum pemulihan ekonomi pada kuartal III-2022.

Perekonomian Indonesia dinilai masih cukup tangguh di tengah ketidakpastian akibat rambatan resesi global. Sinyalemen itu juga didukung pendapat sejumlah lembaga internasional, yang memberikan penilaian bahwa prospek ekonomi Indonesia masih akan moncer di tahun ini.

Kontan, keyakinan semua pemangku kepentingan ekonomi bangsa tentang prospek ke depan Indonesia pun kian menguat. Tengok saja yang disampaikan Asian Development Bank (ADB). Mereka menyebut, jika semula proyeksi ekonomi Indonesia hanya berada di kisaran 5 persen, kini malah naik menjadi 5,4 persen.

Begitupun World Bank, yang mempertahankan ekspektasi pertumbuhan Indonesia di posisi 5 persen. Tak ketinggalan proyeksi dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang menyebut pertumbuhan Indonesia juga di 5 persen.

International Monetary Fund (IMF) memberikan proyeksi di angka yang lebih tinggi, yakni di 5,3 persen. Seiring itu, pemerintah sendiri juga optimistis pertumbuhan ekonomi pada tahun ini mampu menembus target sebesar 5,2 persen.

Sebenarnya apa alasan lembaga-lembaga itu tetap memberikan proyeksi optimistis bagi ekonomi Indonesia? Ternyata, secara umum, Indonesia dinilai masih mampu mengelola krisis energi dengan baik melalui kebijakan penebalan subsidi dan perlindungan sosial. Sehingga, otoritas negeri ini dipandang relatif mampu menjaga gerak inflasi.

Faktor masih menjanjikannya perekonomian Indonesia juga didukung dengan harga komoditas yang masih tinggi dan mengatrol kinerja ekspor, sehingga berkontribusi lebih besar terhadap produk domestik bruto (PDB). Demikian juga halnya dengan memuncaknya dampak dari penaikan harga BBM, transmisi pengetatan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI), serta terbatasnya ruang fiskal untuk menebalkan perlindungan sosial.

Berkaitan dengan itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai, ada dua komponen yang mampu menjaga momentum pemulihan ekonomi di tengah risiko lonjakan inflasi dan krisis global, yakni investasi dan ekspor.

“Kalau kita lihat sumber pertumbuhan dari ekspor, dari investasi, kita masih melihat adanya momentum [pemulihan] kuartal III-2022,” katanya, Selasa (27/6/2022).

Pernyataan Sri Mulyani itu juga tergambarkan dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) belum lama ini, soal kinerja ekspor selama Agustus 2022 yang cukup impresif. Pada periode itu, nilai ekspor tercatat sebesar USD27,91 miliar, melesat 30,15 persen secara year on year (yoy). Bahkan, pencapaian kinerja ekspor di periode Agustus 2022 tersebut menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.

Pada periode itu pula, Indonesia tetap mencatatkan surplus pada neraca perdagangan yang mencapai USD5,76 miliar hingga Agustus 2022. “Ekspor sekali lagi membukukan kenaikan yang cukup impresif. Kita lihat, pada Agustus bahkan mencapai USD27,9 miliar. Ini tertinggi dalam sejarah kita,” ungkap Menkeu Sri Mulyani.

Demikian pula dengan adanya laporan S&P Global tentang PMI Manufaktur Indonesia pada periode Agustus 2022. Disebutkan, PMI Manufaktur Indonesia tercatat mencapai 51,7, menguat dari angka 51,3 di bulan sebelumnya. Posisi nilai sebesar itu mengindikasikan sektor manufaktur Indonesia tetap dalam posisi ekspansif.

Wajar saja jika kemudian Menkeu meyakini, realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2022 tetap terjaga di level 5,6 persen—6 persen, seiring kinerja ekspor serta performa penanaman modal yang kian menanjak. Hanya saja, Sri Mulyani mengaku ada sejumlah faktor yang bisa mengganggu jalan ekonomi pada 2022.

Di antaranya, kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral utama, pelemahan nilai tukar, serta perlambatan ekonomi global. Hal itu berpotensi mengancam soliditas pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2022, bahkan pada tahun depan.

Itulah sebabnya, Sri Mulyani menyatakan, perlu ada kewaspadaan dari semua pemangku kebijakan. Sebagaimana terungkap dalam narasi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 yang disepakati antara pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Target pertumbuhan tahun depan memang ditetapkan relatif tinggi, yakni 5,3 persen. Akan tetapi, sasaran itu berisiko tergoyahkan seiring dengan tingginya ekspektasi indeks harga konsumen (IHK), yakni mencapai 3,6 persen. “Kami berharap (dampak dinamika ekohomi global) belum muncul pada kuartal IV-2022,” kata Menkeu.

Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pun perlu terus bekerja keras untuk menggenjot investasi sebagai salah satu motor utama ekonomi. Kementerian itu telah mematok realisasi investasi Rp1.200 triliun pada 2022 dan Rp1.400 triliun pada 2023. Dalam laporannya belum lama ini, kementerian menyakini ketidakpastian global tak berdampak signifikan terhadap kinerja penanaman modal.

Kendati dilingkupi optimisme, pemangku kebijakan patut mencermati sinyal perlambatan yang sesungguhnya telah terlihat dewasa ini. Dari sisi fiskal, manuver APBN pada 2023 terbatas lantaran adanya tuntutan yang mewajibkan defisit di bawah 3 persen terhadap PDB.

Sedangkan dari sisi moneter, dampak kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia diperkirakan baru dirasakan pada awal 2023. Dari gambaran di atas, upaya maksimal menggenjot dan mengoptimalkan kinerja ekspor menjadi sebuah tuntutan. Agar, pertumbuhan ekonomi tetap terjaga ke depan.

Demikian pula upaya memacu investasi yang tak boleh kendur. Toh, sejauh ini, realisasi investasi berada dalam tren yang positif. Tantangan ekonomi ke depan mungkin belum mengendur, tetapi dengan antisipasi yang baik, diharapkan dampaknya dapat dikurangi.

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari