Indonesia.go.id - Fomepizole Penawar Racun Ethylene Glycol dari Obat Sirop

Fomepizole Penawar Racun Ethylene Glycol dari Obat Sirop

  • Administrator
  • Selasa, 1 November 2022 | 21:14 WIB
GANGGUAN GINJAL AKUT
  Sejak pemerintah menghentikan peredaran lima merek obat sirop, yang terbukti mengandung cemaran Etilen glikol (Ethylene glycol/EG), dalam dosis yang melampaui ambang batas aman, jumlah kasus gagal ginjal akut atau accute kidney injury (AKI) di tanah air langsung turun. ANTARA FOTO/ Syifa Yulinnas
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memastikan, gagal ginjal akut pada balita disebabkan racun ethylene glycol pada obat sirop. Obat penawarnya sudah ada. Status KLB tak perlu diberlakukan.

Cara mujarab membendung penyebaran gejala gagal ginjal akut ternyata adalah dengan melarang peredaran obat sirop tertentu. Sejak pemerintah menghentikan peredaran lima merek obat sirop, yang terbukti mengandung cemaran Etilen glikol (Ethylene glycol/EG), dalam dosis yang melampaui ambang batas aman, jumlah kasus gagal ginjal akut atau accute kidney injury (AKI) di tanah air langsung turun.

Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin. ‘’Begitu obat (sirop) ini dihentikan peredarannya, itu turunnya (pasien) lebih dari 95 persen yang masuk ke rumah sakit,’’  kata Menkes Budi Gunadi, di sela-sela acaranya di GBK, Senayan, Jakarta, Minggu (30/10/2022).

Sebelumnya, Menkes sempat mengeluhkan adanya lonjakan kasus AKI yang mencapai sekitar 70--80 kasus per bulan, atau 17--20 kasus per minggu, sejak Agustus lalu. Bahkan pada pertengahan Oktober, pasien yang datang ke RSCM bisa 4--5 orang per hari. Penderita umumnya anak balita, yang  lebih banyak pada usia 6–18 bulan.

Sampai 26 Oktober 2022 tercatat ada 269 kasus AKI, dengan 157 kasus kematian (58 persen). Yang sudah dinyatakan sembuh 39 anak dan 73 kasus lainnya dalam perawatan. Gejala AKI sendiri mulai muncul sekitar Januari—Februari. Namun kala itu, para dokter kesulitan mendiagnosisnya. Maka, bergulirlah kabar tentang penyakit ginjal misterius itu.

Gejala AKI ini mulai menjadi isu nasional sejak awal Oktober 2022, saat prevalensinya melonjak drastis, terutama di Jakarta. Korban jiwa terus berjatuhan. Pada saat yang sama, kasus serupa juga terjadi  di Gambia, di Afrika Barat. Sampai awal Oktober 2022, disebutkan ada sebanyak 70 balita Gambia meninggal dengan gejala AKI.

Laporan penyakit gagal ginjal misterius ini dikirimkan ke WHO. Tim ahli WHO bergegas melakukan penelitian. Tim ahli dari Organisasi Kesehatan Dunia itu mencurigai adanya bahan berbahaya yang merusak ginjal pada obat sirop yang dikonsumsi anak-anak balita.

Maka, 23 sampel obat sirop diperiksa. Hasilnya, empat produk dinyatakan berada di bawah standar dan harus ditarik dari peredaran. Dari empat sampel produk itu ditemukan ada senyawa berbahaya yakni Dietilen glikol (Diethylene glycol/DEG) dan/atau Ethylene glycol. Diduga kedua senyawa adalah hasil ikutan (bahan impurities atau kotoran) dari Polyethylene  glycol yang digunakan sebagai pelarut bahan aktif obat. Bahan kotoran itu muncul dalam konsentrasi yang jauh di atas ambang aman.

Atas temuan itu, Pemerintah Gambia pun menyetop empat produk obat batuk-pilek yang diimpor dari perusahaan farmasi di India. Keempat produk tersebut adalah Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, serta Magrip N Cold Syrup. Sebelumnya, Polyethylene glycol biasa digunakan sebagai pelarut obat. Senyawa tersebut tidak berbahaya dan berguna untuk meningkatkan kelarutan bahan aktif obat.

Kementerian Kesehatan RI bekerja sama dengan Ahli Epidemiologi, IDAI, farmakolog dan Pusat Laboratorium Forensik Polri segera melakukan pengecekan atas sinyalemen keracunan obat itu. Darah sejumlah pasien balita dengan gejala AKI itu dianalisis di laboratorium.

Hasilnya, ditemukan bahan-bahan berbahaya yang berupa  EG, DEG, serta ethylene glycol butyl ether (EGBE). ‘’Kemudian kita datangi rumah mereka, kita minta  obat-obat sisa yang mereka minum, dan ternyata mengandung bahan-bahan berbahaya tersebut," ujar Menkes Budi Gunadi.

Kemenkes telah berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Temuan itu pun ditindaklanjuti oleh BPOM, sebagai pemegang otoritas atas peredaran produk farmasi,  dengan melakukan penarikan obat-obat berbahaya.

‘’Supaya bisa cepat, perlu dipertegas (oleh BPOM), agar jelas obat-obatan mana yang harus kita tarik. Karena yang meninggalnya puluhan per bulan, dan ini yang bisa terdeteksi kita sudah sekitar 35 balita sebulan terakhir," ungkap Menkes Budi Gunadi, pada 20 Oktober 2022.

Pemerintah langsung menarik peredaran obat sirop yang mengandung bahan EG, DEG, dan EGBE ini. Ada lima merek yakni Termorex Sirup (obat demam) produksi PT Konimex, Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu) yang diproduksi PT Yarindo Farmatama, Unibebi Cough Sirup  (obat batuk dan flu) Produksi Universal Pharmaceutical Industries, Unibebi Demam Sirup produksi Universal Pharmaceutical Industries, dan Unibebi Demam Drops (obat demam) Produksi Universal Pharmaceutical Industries. Semuanya itu dilarang beredar sejak 20 Oktober 2022 dan yang sudah beredar harus dimusnahkan.

Dari seluruh proses pemeriksaan yang telah dilalui, Menkes Budi Gunadi Sadikin yakin bahwa gejala AKI pada  anak balita itu adalah akibat dari keracunan obat sirop. Ia tidak ragu lagi menunjuk cemaran bahan EG dalam obat sirop itu biang keroknya. EG lebih berbahaya ketimbang DEG dan EGBE.

"Penyebabnya kita sudah yakin, kemungkinan besar ya, kemungkinannya tinggi sekali, disebabkan oleh obat (sirop)," ucap dia. Maka, ketika obat sirop itu ditarik dari peredaran, kasusnya pun turun. ‘’RSCM  yang tadinya bisa masuk empat atau lima pasien per hari, beberapa hari ini kosong. Kemarin saja masuk satu, tapi itu kenanya sudah lama, dari Labuan Bajo, Flores," ucap dia.

Pengobatan untuk kasus AKI kini sudah tersedia. Selain menjalani cuci darah (hemodialisis), pasien bisa memperoleh suntikan Fomepizole 1,5 ml, yang dalam rumusan kimianya ialah C4H6N2, yang sering disebut 4-methylpyrazole. Ia dikenal manjur untuk menetralisir efek racun EG. Pada Sabtu (29/10/2022) dinihari, 200 vial Fomepizole, dalam bentuk vial telah tiba di Indonesia, setelah 3-4 hari sebelumnya beberapa puluh vial didatangkan dari Singapura.

Dengan perkembangan baru ini, Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan, penetapan status kejadian luar biasa (KLB) bagi kasus gagal ginjal akut pada anak belum akan dilakukan. "KLB  itu dibikin kalau kasusnya naik. Sekarang kasusnya sudah menurun dengan sangat drastis," ujar Budi Gunadi.

Kasus keracunan oleh EG ini setidaknya telah dilaporkan sejak 1996 di Jerman, lewat Jurnal Kedokteran Nephron. Keracunan EG ini sudah disebut merusak ginjal. Selanjutnya Stephen Ting dan kawan-kawan (2009), dalam jurnal AKJD, yang diterbitkan National Kidney Foundation, melaporkan menemukan dua kasus keracunan EG pada orang dewasa. Infus dengan Natrium Chlorida 0,9 persen dan Natrium Bikarbonat (1,26 persen) bisa menetralisir racun EG itu dan menyembuhkan pasien.

Beberapa kasus lainnya  terjadi di Korea dan Jepang. Hasilnya, Fomepizole dianggap yang paling manjur untuk  membantu pasien yang teracuni oleh EG. EG tak meracuni secara langsung seperti racun pestisida atau insektisida, tapi dalam darah dapat mempengaruhi proses metabolisme tubuh dan darah menjadi sangat asam.

Keseimbangan ionik di dalam tubuh terguncang, racun-racun  muncul dan membuat ginjal tidak berfungsi. Tapi, kerusakan ini tak permanen. Tindakan hemodialisis dan pengobatan dengan zat penetralisir seperti Fomepizole ternyata cukup ampuh untuk menyembuhkan.

Hanya saja, jurnal-jurnal semacam itu sering kesepian, dan tak terakses oleh para dokter, sehingga kasus AKI ini sempat disebut gagal ginjal misterius.

 

Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari