Penguatan ketahanan pangan menjadi kunci dalam upaya mengantisipasi terjadinya krisis pangan.
Lembaga Pangan Dunia (FAO) sudah memberi peringatan bahwa dunia kini dihadapkan pada memburuknya ketahanan pangan. Pernyataan yang cukup jelas dan penuh kekhawatiran itu diungkapkan Dirjen FAO, ketika berbicara dari kantor pusatnya di Roma belum lama ini.
“Dunia kini dihadapkan dengan memburuknya ketahanan pangan. Risiko tingkat kelaparan yang serius di Asia dan Afrika berada pada titik tertinggi sepanjang masa. Oleh karena itu, dunia harus tidak meninggalkan siapa pun,” ujar Dirjen FAO QU Dongyu.
Kekhawatiran Dongyu itu wajar saja. Pasalnya, dunia baru saja dihantam oleh wabah yang menyebabkan terjadinya pelambatan ekonomi. Kemudian di belahan utara Eropa, perang Rusia-Ukraina yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda memberikan dampak lanjutan berupa lonjakan inflasi di sejumlah negara, juga krisis energi dan pangan.
Merespons situasi tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun sudah memperingatkan potensi krisis pangan yang bakal terjadi. Kepala Negara meminta agar negara ini memperkuat ketahanan pangannya.
Tak menunggu lama, Presiden Jokowi pun mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 125 tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah. Dalam beleid anyar itu ditegaskan, perlunya melakukan penguasaan dan pengelolaan cadangan pangan pemerintah dalam rangka ketersediaan pangan di seluruh Indonesia.
“Dalam rangka ketersediaan pangan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, perlu melakukan penguasaan dan pengelolaan cadangan pangan pemerintah yang pelaksanaannya dapat ditugaskan kepada badan usaha milik negara,” demikian bunyi perpres yang ditetapkan dan diundangkan pada 24 Oktober 2022 itu.
Berdasarkan perpres tersebut, yang dimaksud dengan cadangan pangan pemerintah (CPP) adalah persediaan pangan yang dikuasai dan dikelola oleh pemerintah. Dalam Pasal 3 Ayat 2 disebutkan, jenis pangan pokok tertentu yang ditetapkan sebagai CPP, meliputi beras, jagung, kedelai, bawang, cabai, daging unggas, daging ruminansia, gula konsumsi, minyak goreng, dan ikan.
Selain jenis pangan pokok tersebut, presiden dapat menetapkan jenis pangan pokok tertentu lainnya sebagai CPP. Adapun, penyelenggaraan CPP atas jenis pangan pokok tertentu sebagai CPP, sebagaimana dimaksud, dilakukan secara bertahap.
Tahap pertama penyelenggaraan CPP meliputi tiga komoditas, yaitu beras, jagung, dan kedelai. “Penyelenggaraan CPP tahap selanjutnya ditetapkan oleh Kepala Badan,” tulis Pasal 4 Ayat 7 Perpres tersebut.
Kemudian dalam Pasal 11 Perpres itu dijelaskan, penyaluran CPP dilakukan untuk menanggulangi, di antaranya kekurangan pangan, gejolak harga pangan, bencana alam, bencana sosial, dan/atau keadaan darurat. Selain itu, penyaluran CPP dalam rangka antisipasi, mitigasi, dan/atau untuk stabilisasi harga pangan, mengatasi masalah pangan, mengatasi krisis pangan, pemberian bantuan pangan, kerja sama internasional, pemberian bantuan pangan luar negeri dan/atau keperluan lain yang ditetapkan pemerintah.
Adapun, dalam penyelenggaraan CPP, pemerintah dapat menugaskan Perum Bulog dan/atau BUMN Pangan. Pada tahap pertama pemerintah menugaskan Perum Bulog untuk menyelenggarakan CPP yang meliputi beras, kedelai, dan jagung.
“Dalam pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud pada Ayat 2, Perum Bulog dapat bekerja sama dengan BUMN pangan dan/atau badan usaha atau pelaku usaha lainnya sesuai tata kelola perusahaan yang baik,” tertulis dalam Pasal 12 Ayat 3.
Terkait pendanaan penyelenggaraan CPP bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat. Keluarnya Perpres nomor 125 tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah merupakan langkah untuk mengantisipasi krisis pangan di depan mata.
Meskipun ancaman krisis pangan di depan mata, masyarakat hendaknya tidak perlu khawatir berlebihan. “Ketahanan pangan Indonesia masih relatif kuat dengan adanya surplus produksi pangan dan ketersediaan pupuk,” ujar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, ketika bertemu Sekjen PBB Antonio Guterres di Markas Besar PBB, New York, sebagaimana dikutip dari keterangan resminya di Jakarta, Jumat (28/10/2022).
Seiring jaminan dari Menko Perekonomian, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengungkapkan bahwa presiden telah memerintahkan Bulog untuk segera membeli beras dari petani berapa pun harganya. Hal itu diinstruksikan dalam rapat terbatas (ratas) bersama dengan para menteri dan pimpinan lembaga. "Mengenai beras kami dari kementerian memang sudah ratas. Presiden juga sudah menugaskan Bulog agar segera membeli panen dari petani, dengan harga berapa pun," jelas pria yang akrab disapa Zulhas, Jumat (28/10/2022).
Zulhas menambahkan, kendati demikian, terkait harga beras yang didistribusikan ke pasar, para pedagang harus menjual sesuai dengan harga yang ditetapkan Bulog yakni Rp9.000 per kilogram. Lantas bagaimana sebenarnya cadangan beras pemerintah (CBP)? Dalam satu kesempatan, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengungkapkan, stok CBP Bulog per September 2022 sekitar 791.000 ton.
Menurut dia, diperlukan peningkatan menjadi 1,2 juta ton sampai dengan Desember 2022. Hal tersebut guna memenuhi kebutuhan pelaksanaan program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) atau operasi pasar, antisipasi tanggap darurat, serta alokasi untuk kebutuhan mendesak lainnya.
Dari gambaran di atas, tampak langkah pemerintah dengan sejumlah kebijakannya, untuk memperkuat ketahanan, sudah berada di jalan yang benar. Kini giliran segenap bangsa saling bahu-membahu, demi mendukung dan menjamin ketersediaan pangan mencukupi.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari