Indonesia.go.id - Langkah PLN dalam Transisi Energi

Langkah PLN dalam Transisi Energi

  • Administrator
  • Selasa, 1 Agustus 2023 | 19:28 WIB
ENERGI
  Petugas membersihkan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kelurahan Tomajiko, Pulau Hiri, Maluku Utara, Minggu (30/7/2023). Beragam langkah dilakukan PLN demi transisi energi hijau dengan total pengurangan dan penghindaran hingga 3,7 miliar ton emisi karbon (CO2). ANTARA FOTO/ Andri Saputra
PLN berupaya menurunkan emisi karbon di sektor kelistrikan, salah satunya dengan menambahkan pembangkit yang menggunakan EBT.

Peran PLN dan seluruh stakeholder di bidang energi baru terbarukan dalam mendorong pengembangan energi terbarukan dan transisi energi di Indonesia adalah keniscayaan. Demikian disampaikan Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani saat hadir di acara EBTKE ConEx 2023, pada 13 Juli 2023.

“Nasib transisi energi Indonesia ada di tangan PLN. Jika Indonesia gagal melakukannya, maka itu adalah salah PLN. Sebaliknya, jika berhasil, maka itu kesuksesan PLN,” katanya.

Ya, Sri Mulyani memang memandang PLN sebagai pelaku yang menentukan make or break, dalam transformasi energi di Indonesia. “Cause nothing will happen without PLN-nya melakukan transisi ke renewable energy,” katanya.

Walau begitu, Menkeu mengakui, ada beberapa kendala yang dihadapi Indonesia terkait langkah untuk menyukseskan transisi energi. Salah satunya, pendanaan. Menkeu menjelaskan, sumber pendanaan yang terbesar saat ini untuk transisi energi berasal dari sektor swasta.  

Selain itu, Menkeu juga menandaskan bahwa regulasi menjadi salah satu penghambat pengembangan transisi energi di Indonesia. Khususnya, terkait pensiun dini PLTU batu bara.

Menkeu mengungkapkan, banyak lembaga keuangan dan dana investasi internasional yang hanya mau membiayai atau berinvestasi transisi energi, namun menolak terlibat dalam proyek yang terkait dengan batu bara. “Padahal kalau batu bara Indonesia mau ditransisikan, dia tidak bisa tiba-tiba dimatikan begitu saja. Bagaimana mentransisikan dari coal based menjadi reduction coal based, dan masuk renewable lebih banyak,” kata Menkeu.

Oleh karena itu, Menkeu mengatakan, akan melobi negara-negara di kelompok G20 agar mengakui pembiayaan untuk pensiun dini PLTU sebagai pembiayaan hijau atau berkelanjutan. Sebelumnya, ASEAN telah menerbitkan ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance yang “menghalalkan” pembiayaan pensiun dini PLTU.

“Kami minta aturan mengenai financing untuk transition itu diakui, bukan di-punish. Ini juga yang akan kami sampaikan di dalam forum seperti G20, sebagai salah satu yang kami dorong sebagai agenda global. Sehingga, financing untuk transisi energi tidak terkendala,” kata Menkeu.

Seiring itu, Sri Mulyani kembali membahas peran PLN. Dia menyebutkan, ketika pendanaan sudah tersedia untuk transisi energi, maka PLN harus segera meluncurkan proyek-proyek energi terbarukan. “Kita boleh bicara potensi financing itu sekian-sekian, tapi kalau tidak ada transaksinya ya tidak akan jadi apa-apa. Transaksinya itu berarti ya PLN lagi,” tegasnya.

 

Target PLN

Sementara itu PT PLN (Persero) mengungkapkan bahwa perusahaan mencanangkan target penambahan pembangkit yang berdasar pada energi baru terbarukan (EBT) yang memiliki total kapasitas hingga 21 Giga Watt (GW) atau sebanyak 51,6% penambahan pembangkit EBT. Hal itu akan tertuang dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) terkini milik PLN.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, kini pihaknya berupaya menurunkan emisi karbon di sektor kelistrikan. Salah satunya, dengan menambah pembangkit yang menggunakan EBT, hingga mencapai 51,6% atau dengan total kapasitas 21 GW.

Dia mengatakan, permintaan dari listrik yang berasal dari EBT pun menunjukkan kenaikan konsumsi. Dengan begitu, pihaknya akan melakukan digitalisasi pembangkit, smart center dari transmisi hingga smart metter milik PLN.

"Demand saat ini fluktuasi ada pada pasokan dengan masuknya pembangkit intermiten solar, pembangkit intermiten wind, yang bergantung alam, radiasi matahari atau kecepatan angin. Kami lakukan digitalisasi pembangkit, smart center dari transmisi sampai smart metter-nya," ungkap Darmawan.

Dalam menekan emisi karbon di dalam negeri dari sektor kelistrikan, Darmawan menyebutkan bahwa pihaknya mendorong perdagangan karbon yang mana hal tersebut dilakukan pada 26 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara secara internal. "Kami lakukan self-impose carbon trading di internal 26 PLTU yang dimiliki PLN," tambahnya.

Beragam langkah dilakukan PLN demi transisi energi hijau dengan total pengurangan dan penghindaran hingga 3,7 miliar ton emisi karbon (CO2). Pertama, kita sudah melakukan penghapusan 13,3 gigawatt (GW) PLTU baru dalam fase perencanaan. Yang artinya, ini adalah avoiding, menghindari emisi gas rumah kaca sebesar 1,8 miliar metrik ton selama 25 tahun.

Kedua, PLN juga sudah melakukan pembatalan power purchase agreement (PPA) atau perjanjian jual beli tenaga listrik sebesar 1,3 GW PLTU. Ini menghindari sekitar 170 juta metrik ton CO2 selama 25 tahun.

Ketiga, perusahaan juga mengganti 1,1 GW PLTU dalam fase perencanaan dan diganti dengan EBT. Ini juga mengurangi emisi gas rumah kaca sekitar 150 juta ton selama 25 tahun. Selain itu, juga mengganti 800 MW PLTU dengan pembangkit gas.

Keempat, perusahaan juga melakukan co-firing biomassa pada 37 PLTU dan akan mencapai 52 PLTU pada 2025. Kelima, PLN juga melakukan program dedieselisasi sebanyak 1 GW.

Keenam, PLN juga melakukan carbon trading di 26 PLTU yang dimiliki perseroan. Ketujuh, dalam proses ini, PLN merancang RUPTL yang paling hijau dalam sejarah PLN dan juga Indonesia, yaitu 21 GW penambahan pembangkit EBT atau 51,6 persen penambahan pembangkit adalah berasal dari EBT.

Kedelapan, PLN melakukan roll out smart grid di beberapa pulau. Kesembilan, menstimulasi konsumsi EBT melalui green energy as a service, dan terakhir memperluas ekosistem kendaraan listrik. Saat ini diketahui, ada sebanyak 600 unit SPKLU yang sudah terpasang. Selain itu, PLN juga memasang enam ribu stasiun pengisian listrik umum.

 

Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari