Indonesia.go.id - Menuju Satu Tiket untuk Semua Moda Transportasi

Menuju Satu Tiket untuk Semua Moda Transportasi

  • Administrator
  • Senin, 2 Oktober 2023 | 13:32 WIB
KONEKTIVITAS
  Sejumlah penumpang Lintas Rel Terpadu (LRT) menempelkan tap cash di Stasiun Setia Budi, Jakarta, Minggu (1/10/2023).ANTARA FOTO
Presiden meminta adanya kerja sama dan kolaborasi dengan penyedia transportasi yang mengantar sampai titik akhir tujuan sehingga masyarakat mendapatkan kemudahan dalam berganti-ganti moda transportasi.

Rapat terbatas mengenai integrasi moda transportasi publik yang dipimpin Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu (27/09/2023), di Istana Merdeka, Jakarta, menghasilkan lima hal yang perlu mendapatkan perhatian. Rapat itu dihadiri Wapres RI Ma'ruf Amin, Menko Marinves Luhut Pandjaitan, Menhub Budi Karya Sumadi, Menteri BUMN Erik Thohir, juga tiga Plt. Gubernur, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

Seturut dengan makin parahnya kemacetan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Presiden menekankan, setelah pembangunan moda transportasi massal mulai dari moda raya terpadu (MRT), lintas raya terpadu (LRT), hingga kereta cepat Jakarta-Bandung, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah mengintegrasikan moda-moda transportasi tersebut sehingga memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pengguna.

“Setelah kita memiliki MRT, LRT, kereta cepat, kemudian ada kereta bandara, yang harus kita segera selesaikan, segera eksekusi adalah bagaimana kita mengintegrasikan moda transportasi ini dengan moda transportasi lainnya seperti Transjakarta, bus, taksi online, ojek online. Sehingga dibutuhkan sebuah sistem yang memudahkan masyarakat, yang akhirnya mendorong masyarakat menggunakan transportasi publik, karena kuncinya adalah kemudahan dan kenyamanan,” ujar Presiden Jokowi.

Untuk itu, Presiden menekankan lima hal yang perlu menjadi perhatian. Pertama, pembangunan infrastruktur penghubung antara moda transportasi satu dengan lainnya perlu dipercepat. Sebagai ilustrasi, saat ini dibutuhkan jembatan penghubung antara LRT Halim dengan stasiun kereta cepat. Kemudian juga penghubung Stasiun Kereta Api Manggarai dengan Transjakarta, penghubung Stasiun Tanah Abang dengan Dukuh Atas. Tentu saja, fasilitas jembatan penghubung itu dipastikan semuanya memiliki penerangan, lampu jalan, dan publik bisa terlindungi dari panas dan hujan.

Kedua, Presiden meminta adanya kerja sama dan kolaborasi dengan penyedia transportasi yang mengantar sampai titik akhir tujuan sehingga masyarakat mendapatkan kemudahan dalam berganti-ganti moda transportasi.

“Akan sangat bagus jika masyarakat cukup satu kali pesan, kemudian sistem sudah merencanakan dan multimoda transportasi apa yang harus digunakan. Semuanya sudah tersiapkan. Misalnya, pertama, naik ojek ke stasiun, kemudian naik kereta, naik kereta naik Transjakarta sampai ke titik tujuan, sehingga tidak perlu dicari-cari, tidak perlu menunggu-nunggu, karena semuanya sudah terintegrasi,” jelas mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Selanjutnya, Kepala Negara meminta agar sistem pembayaran dapat terintegrasi pada semua moda transportasi. Tak hanya itu, Presiden Jokowi juga meminta agar dapat dilakukan kajian terkait pemotongan harga untuk pembayaran langganan. Hal itu untuk menarik masyarakat agar ramai-ramai hijrah naik transportasi massal.

Pada kesempatan itu, Presiden juga ingin agar segera dilakukan studi pembangunan LRT hingga ke Kota Bogor dan perluasan jalur LRT Kelapa Gading. Sejak September 2023, LRT rute Stasiun Harjamukti-Cawang-Dukuh Atas maupun Bekasi Timur-Cawang-Dukuh Atas sudah melakukan uji coba dan terbuka untuk umum.

Satu hal, Presiden Jokowi pun menekankan pentingnya memastikan transportasi publik yang ada ramah bagi penyandang disabilitas, dan kelompok masyarakat lanjut usia, ibu hamil, dan anak-anak.

Integrasi Tiket hingga Layanan Feeder

Seperti disajikan dalam laman BPJT Kementerian Perhubungan, niat menata sistem transportasi terpadu di Jabodetabek, telah dimulai sejak Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 103 tahun 2015 tentang Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) pada 18 September 2015. Upaya ini berlanjut dengan berpedoman pada Peraturan Presiden (Perpres) nomor 55 tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ).

Dalam Perpres 103/2015, BPTJ ditunjuk sebagai koordinator antar-instansi pemerintahan se-Jabodetabek untuk menata dan mengelola sistem transportasi yang baik, salah satunya mewujudkan sistem angkutan umum yang terintegrasi. Adapun RITJ memuat sejumlah program dan strategi pembangunan transportasi secara terpadu.

Pertama, integrasi perencanaan dan kebijakan pengembangan pelayanan transportasi multimoda. Ini mencakup integrasi rencana pembangunan dan pengembangan antara pemerintah daerah dan pusat, serta pemerintah dan swasta. Kedua, integrasi jaringan prasarana dan pelayanan, baik intramoda dan antarmoda. Ketiga, integrasi moda transportasi, mencakup tahap perencanaan, pembangunan, hingga pengoperasian.

Kemudian, integrasi tarif atau tiket dengan sistem e-ticketing untuk layanan intramoda dan antarmoda. Kelima, integrasi sistem informasi sarana dan prasarana angkutan umum, termasuk jadwal dan rute angkutan umum. Keenam, integrasi pembiayaan dan kelembagaan. Rencana pengintegrasian pembiayaan dilakukan terutama untuk pembiayaan pembangunan sehingga terwujud sinergi yang saling mendukung antarmoda. Sementara integrasi kelembagaan dilakukan untuk menjamin adanya koordinasi antarlembaga dalam suatu kerangka perencanaan, pelaksanaan dan pengoperasian dari berbagai moda yang saling terintegrasi.

Target-target tersebut mengacu pada sejumlah konsep pengembangan transportasi yang tersusun sebagai sembilan pilar RITJ. Sembilan pilar tersebut adalah keselamatan dan keamanan transportasi, transportasi ramah lingkungan, jaringan prasarana, sistem transportasi berbasis jalan, sistem transportasi berbasis rel, manajemen rekayasa dan pengawasan lalu lintas, sistem transportasi terintegrasi, sistem pembiayaan, dan keterpaduan transportasi dan tata ruang.

Dengan target dan program tersebut, diharapkan pada 2029 mendatang transportasi di Jabodetabek dapat jauh lebih baik. Penggunaan angkutan umum harus mencapai 60 persen dari total pergerakan orang. Hal ini tentu dengan didukung kinerja angkutan umum yang mumpuni. Waktu perjalanan maksimal 1 jam 30 menit, kecepatan rata-rata pada jam puncak minimal 30 km/jam, layanan mencakup 80 persen panjang jalan, serta perpindahan moda dalam satu kali perjalanan tak lebih dari tiga kali. Dengan demikian, harus tersedia jaringan layanan transportasi lokal atau feeder di seluruh daerah yang terintegrasi dengan moda transportasi utama melalui satu simpul transportasi.

Simpul transportasi tersebut juga harus memiliki fasilitas pejalanan kaki, park and ride, untuk memudahkan perpindahan moda yang jaraknya tak lebih dari 500 meter. Secara umum, akses jalan kaki ke angkutan umum juga maksimal 500 meter.

 

Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari