Kemenperin mendorong program hilirisasi minyak atsiri. Tahun 2022, kinerja ekspor produk minyak atsiri Indonesia mencapai USD172,9 juta. Lima negara tujuan utamanya yaitu Amerika Serikat, India, Prancis, Tiongkok, dan Spanyol.
Selain kaya minyak bumi, Indonesia juga punya kekayaan yang belum banyak diolah, yakni minyak atsiri atau essential oil. Inilah salah satu kekayaan sumber daya agro yang punya nilai ekonomi tinggi. Minyak atsiri ini diperlukan dalam berbagai industri lanjutan seperti sebagai bahan baku industri parfum, kosmetik, farmasi, hingga essense.
Hingga saat ini telah dikenal sebanyak 99 jenis tanaman minyak atsiri. Sebanyak 40 jenis di antaranya tersedia di Indonesia. Ke-40 tanaman minyak atsiri tersebut tumbuh dengan baik di tanah Indonesia yang subur. Dengan posisi geografis di wilayah tropis, Indonesia mempunyai potensi sebagai champion dalam budi daya komersial tanaman penghasil minyak atsiri tropis.
Dari 40 jenis tanaman minyak atsiri yang ada di tanah air, sebanyak 17 jenis tanaman minyak atsiri yang telah dibudidayakan secara komersial. Dari sebanyak 17 jenis tanaman minyak atsiri tersebut, terdapat tujuh jenis tanaman minyak atsiri utama yang menjadi primadona di pasar global. Tujuh minyak atsiri itu adalah cengkih, nilam, serai wangi, pala, kayu putih, akar wangi, dan gaharu, selain itu terdapat dua jenis produk getah/bukan atsiri tetapi mirip yaitu gambir dan turpentin.
Persebaran Bahan Baku
Merujuk data Kemenperin, secara umum persebaran produksi bahan baku minyak atsiri merata di seluruh tanah air, dengan beberapa ciri khas produksi tanaman di beberapa daerah. Persebaran bahan baku tanaman minyak atsiri di Pulau Sumatra cukup berlimpah dengan jenis tanaman minyak atsiri serai wangi, cengkeh, pala, nilam, pinus, cassiavera, gambir, kemiri, gardanon, lada, dan masoi.
Di Pulau Jawa, tumbuhan minyak atsiri yang tersedia adalah cengkeh, akar wangi, serai wangi, kayu putih, pinus, nilam, serai, kenanga, vanili, lada, kayu manis, adas, dan pala.
Sementara itu, di Pulau Kalimantan, persebaran jenis tanaman minyak atsiri didominasi pertumbuhan tanaman minyak atsiri nilam dan kayu putih. Hal ini disebabkan karena di pulau Kalimantan jenis tanah dan kebiasaan tanam masyarakatnya lebih condong pada penanaman kelapa sawit.
Di Pulau Sulawesi, tanaman minyak atsiri yang ada adalah cengkeh, pala, lada, vanili, kemiri, nilam, pinus, dan serai wangi. Lain lagi dengan Kepulauan Maluku, di kepulauan ini persebaran tanaman minyak atsiri yang ada adalah kayu manis, vanili, lada, cengkeh, pala, nilam, dan kayu putih. Sedangkan Pulau Papua memiliki jenis tanaman minyak atsiri yaitu cengkeh, lada, masoi, gaharu, kayu putih, kayu lawang, dan gambir.
Tumbuhan minyak atsiri tersebut melalui proses pendistilasian untuk bisa mendapatkan minyak atsiri. Proses dari hulu hingga hilir untuk memproduksi minyak atsiri ini cukup panjang.
Bagian hulu produksi tanaman minyak atsiri dimulai dari petani. Petani menanam hingga memanen tumbuhan minyak atsiri tersebut. Setelahnya, petani mengumpulkan terna tanaman baku dari tumbuhan ini lalu mengirimkannya ke penyulingan rakyat untuk diekstraksi.
Tidak semua tumbuhan bisa menghasilkan minyak atsiri, dan seperti itu pula tidak semua bagian dari tumbuhan minyak atsiri mengandung minyak atsiri tersebut. Bagian tumbuhan minyak atsiri yang mengandung minyak atsiri tersebut antara lain akar, batang, ranting, daun, bunga, dan buah. Dalam produksi minyak cengkeh misalnya, bagian yang diambil untuk disuling biasanya adalah daun, gagang, atau bunga. Akan tetapi umumnya yang paling sering digunakan adalah bagian daun cengkeh.
Kinerja cantik
Dalam upaya mendorong pengembangan industri pengolahan minyak atsiri, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian mendorong peningkatan daya saing di kancah domestik dan global. Selain itu, pemerintah juga memacu industri hilir atsiri untuk menguasai riset inovasi teknologi produk dan proses produksi. Hal ini untuk mengimbangi laju daur hidup produk atsiri yang sangat cepat. Pada saat yang sama, industri atsiri juga didorong untuk memperkuat aspek keberlanjutan (sustainability) dan ramah lingkungan, sehingga bisa berdaya saing global dan memenuhi kebutuhan konsumen saat ini
“Pengembangan minyak atsiri (essential oil), melibatkan rantai nilai yang terintegrasi dari hulu sampai hilir, yakni mulai dari petani atsiri rakyat, penyuling rakyat, hingga industri hilir pengolahan minyak atsiri yang dipasarkan di dalam negeri dan ekspor,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, di Jakarta, Senin (6/11/2023).
Sebagai informasi, minyak atsiri merupakan bahan baku utama industri hilir seperti aromatheraphy, flavour, fragrance, cosmetics, dan wellness products yang digunakan sebagai produk konsumsi masyarakat dan/atau menjadi bahan penolong bagi industri lainnya. Industri minyak atsiri adalah bagian dari warisan budaya bangsa yang harus dilestarikan.
Performa industri pengolahan minyak atsiri dalam negeri didorong agar mampu berkontribusi mendongkrak perekonomian nasional. Kinerja ekspor produk minyak atsiri Indonesia pada tahun 2022 mencapai USD172,9 juta. Adapun lima negara tujuan utama ekspor komoditas minyak atsiri Indonesia adalah Amerika Serikat, India, Prancis, Tiongkok, dan Spanyol.
Dalam kajian Kemenperin dan PT Sucofindo (Persero) tentang penyusunan Roadmap Pengembangan Industri Hilir Minyak Atsiri yang dilakukan pada 2019, diketahui bahwa pada 2019 terdapat enam jenis minyak atsiri yang mendominasi ekspor Indonesia yaitu minyak cengkeh, nilam, serai wangi, turpentin, minyak kayu putih, dan pala. Secara total pada 2019 Indonesia telah berkontribusi sebanyak 15.500-16.400 ton untuk enam jenis minyak atsiri utama ini.
Capaian ekspor minyak atsiri tersebut, merupakan hasil dari industri minyak atsiri Indonesia pengolahan besar dan 3.000 lebih industri penyulingan kecil yang tersebar di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Industri penyulingan tersebut adalah industri penyulingan sederhana yang dilakukan secara tradisional.
Keberadaan penyulingan rakyat inilah yang mendapat perhatian serius pemerintah dengan memberikan sentuhan teknologi dan pengetahuan terbaru dalam teknik pengolahan minyak atsirinya agar rendaman atau perolehan minyak atsiri dapat meningkat.
Dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta jiwa, Indonesia sendiri merupakan pasar potensial dan strategis untuk mengoptimalkan penggunaan berbagai produk turunan minyak atsiri. “Dengan program hilirisasi industri yang dikombinasikan dengan upaya peningkatan penyerapan pasar domestik, rantai nilai minyak atsiri dari hulu hingga hilir dapat terus berputar sehingga mampu menjaga harga jual minyak atsiri mentah yang dihasilkan petani rakyat,” tutur Dirjen Putu.
Lebih lanjut, Kemenperin pun mendukung aktivitas hilirisasi industri dalam rangka menciptakan nilai tambah komoditas produk agroindustri termasuk minyak atsiri. Kemenperin mendukung upaya discovery inovasi, formulasi, recipe, dan/atau penciptaan ragam jenis baru produk hilir minyak atsiri yang akan memperkaya khazanah budaya bangsa sekaligus membuka peluang pengembangan industri hilir minyak atsiri.
Dukungan Konkret
Dukungan konkret Kemenperin diwujudkan, salah satunya dengan cara fasilitasi yang dilakukan selama periode 2017-2021, meliputi penyusunan SNI minyak atsiri mentah sebagai bahan baku industri, SNI Bioaditif BBM Diesel sebagai dukungan pemasaran produk hilir atsiri siap pakai, pelatihan dan sertifikasi kompetensi SDM Industri Minyak Atsiri, hingga fasilitasi promosi industri minyak atsiri dengan negara maju untuk mendukung terciptanya kemitraan saling menguntungkan
Di 2023, Kemenperin juga memberikan dukungan berupa pembentukan Pusat Industri Minyak Atsiri Rakyat (PIMAR). Inilah virtual institution ekosistem penumbuhan industri yang menyediakan layanan dasar penumbuhan industri secara co-sharing yang siap beroperasi di awal 2024.
PIMAR berperan sebagai penyediaan sarana produksi bersama, layanan inkubasi bisnis dan maturing startup, penyediaan bahan baku/faktor produksi, pusat layanan quality assurance, promosi dan pemasaran produk, serta layanan dokumentasi inovasi/formulasi/recipe menjadi Kekayaan Intelektual yang diakui hukum nasional.
Nantinya PIMAR ini akan menjadi pusat penyedia jasa layanan produksi (co-working industrial space) dan pusat pemasaran produk hilir minyak atsiri seperti aromatherapy, flavor, fragrance, cosmetics, and wellness products.
Adapun operasional PIMAR sangat bergantung pada kontinuitas pasokan bahan baku berkualitas dari jasa layanan pengujian mutu minyak atsiri mentah oleh Balai Industri di lingkungan Kementerian Perindustrian. Selain itu, Kemenperin juga memberikan dukungan ketersediaan SDM analis kimia yang kompeten dari beberapa lulusan sekolah vokasi milik Kemenperin.
Sebelumnya, Dewan Atsiri Indonesia (DAI) telah pula menggelar Konferensi Nasional Minyak Atsiri Nasional (KNMA) tahun 2023 di Bali. Dalam kegiatan tahunan berskala internasional itu, mempertemukan para pemangku kepentingan industri minyak atsiri hulu–hilir, periset–peneliti, hingga praktisi/wirausaha minyak atsiri.
“KNMA 2023 diharapkan dapat menciptakan jalinan kolaborasi dan menciptakan jejaring kerja sama pentahelix (Academic, Business, Government, Media and Civil Community) bidang industri minyak atsiri termasuk para pemangku kepentingan dapat membantu Kemenperin dalam upaya mewujudkan pembentukan dan operasional PIMAR sebagai pusat baru keunggulan industri hilir minyak atsiri nasional,” pungkas Dirjen Industri Agro yang hadir kala itu.
Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari