Regulasi Kemenperin menjadi angin segar bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) untuk bisa kembali menjadi primadona.
Industri tekstil Indonesia telah lama menjadi salah satu pilar ekonomi negara ini dengan menyediakan peluang kerja dan berkontribusi secara signifikan terhadap pendapatan ekspor. Namun dihadapkan pada dinamika global, termasuk kemajuan teknologi, perubahan preferensi konsumen, dan peningkatan persaingan, industri tekstil harus mampu beradaptasi dan berinovasi demi bertahan dan berkembang di era baru.
Seiring itu, Kementerian Perindustrian menerbitkan aturan baru, yakni Permenperin 5/2024. Aturan itu, dipandang pelaku industri tekstil, dapat memulihkan dan memperkuat industri padat karya tekstil dan produk tekstil (TPT).
Sebagaimana diketahui, isi Permenperin itu berkaitan dengan tata cara penerbitan pertimbangan teknis impor tekstil, produk tekstil, tas dan alas kaki. Permenperin itu bertujuan memberikan kemudahan bagi pelaku usaha untuk memperoleh bahan baku bagi kelangsungan industrinya.
Permenperin itu juga merupakan tindak lanjut adanya aturan pelaksana dari Permedag 36/2023 yang diubah menjadi Permendag 3/2024 untuk mengelola importasi. Tujuannya, Permendag itu diharapkan bisa menahan banjir impor produk TPT dan garmen ilegal ataupun legal di Indonesia.
Menanggapi lahirnya aturan baru dari Kemenperin itu, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), melalui Ketua Umum API Jemmy Kartiwa mengatakan, kebijakan tersebut juga memberikan nafas segar regulasi terkait dengan mekanisme aturan penerbitan pertimbangan teknis impor tekstil dan produk tekstil, termasuk tas dan alas kaki.
“Permenperin nomor 5 tahun 2024 itu memberikan kepastian hukum terhadap importir legal karena pemerintah perlu mengendalikan produk masuk demi akurasi data importasi ke dalam negeri," kata Jemmy dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (3/4/2024).
Menurut Jemmy, data-data rencana impor diperlukan bukan hanya pada saat masuk barang impor tetapi justru pada perencanaannya yakni pengaturan teknis yang mendukungnya. "Sehingga pemerintah, melalui menteri dan jajaran birokrasinya bisa melahirkan kebijakan yang tepat apabila didukung data yang lebih pasti," imbuhnya.
Regulasi pertimbangan teknis impor dari Kemenperin menjadi angin segar bagi pelaku usaha di tengah permasalahan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang sudah melanda sejak 2022. Dampak dari kondisi itu, disinyalir lebih dari 85.000 pegawai industri TPT dirumahkan atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Utilisasi mesin mesin produksi tekstil sudah menurun di ambang mengkhawatirkan, sekitar 50--60 persen.
Oleh karena itu, API optimistis, implementasi Permenperin 5/2024 dapat mengendalikan kekhawatiran pengsusaha selama ini. Setidaknya Permenperin ini mengatur ketentuan mengenai pertimbangan teknis atas impor komoditas dimaksud.
Tak hanya itu, beleid tersebut juga bertujuan untuk mewujudkan kelancaran dan ketersediaan TPT sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong bagi industri dalam proses produksi, sekaligus menjaga stabilitas serta meningkatkan penggunaan TPT, tas, dan alas kaki dalam negeri.
"Pemberlakuan beleid ini akan mampu memastikan aspek perencanaan dan pengendalian," tuturnya. Lebih lanjut, Jemmy menegaskan bahwa Permenperin dan Permendag telah bersinergi dan menjadi kombinasi yang baik untuk mendorong kembali industri padat karya.
Bertolak dari permasalahan di atas dan upaya untuk terus memperbaiki industri TPT, demi kembali menjadi komoditas primadona ekspor nasional, maka pelaku industri TPT wajib berbenah. Berikut ini merupakan strategi agar industri tekstil Indonesia agar dapat mengatasi tantangan tersebut dengan sukses. Pertama, mengadopsi keberlanjutan.
Di era baru, keberlanjutan telah menjadi kekhawatiran utama bagi konsumen, bisnis, dan pemerintah. Industri tekstil tidak terkecuali, dengan meningkatnya permintaan akan tekstil ramah lingkungan dan diproduksi secara etis.
Tidak itu saja, industri tekstil diharapkan dapat membedakan diri dengan mengadopsi praktik-praktik berkelanjutan di seluruh rantai pasokan mereka, termasuk pengadaan bahan baku secara bertanggung jawab, mengurangi konsumsi energi dan air, dan meminimalkan limbah sehingga mereka dapat menarik konsumen yang peduli lingkungan dan mengakses pasar baru.
Kedua, berinvestasi dalam teknologi dan inovasi: Kemajuan teknologi sedang mengubah wajah industri tekstil, menawarkan peluang untuk peningkatan efisiensi, produktivitas, dan inovasi produk.
Industri TPT juga harus berinvestasi dalam mesin-mesin canggih, otomatisasi, dan teknologi digital untuk meningkatkan proses manufaktur mereka dan menciptakan produk bernilai tinggi. Selain itu, memupuk budaya inovasi dan kolaborasi di dalam industri dapat menghasilkan pengembangan material, desain, dan teknik produksi baru, memungkinkan produsen tekstil tetap bersaing di pasar global.
Ketiga, diversifikasi penawaran produk. Untuk mengurangi risiko yang terkait dengan fluktuasi permintaan dan perubahan tren pasar, perusahaan tekstil Indonesia harus mendiversifikasi penawaran produk mereka.
Alih-alih hanya bergantung pada produk tekstil tradisional, seperti pakaian dan kain, produsen dapat mengeksplorasi segmen pasar dan kategori produk baru. Ini bisa mencakup tekstil teknis untuk aplikasi industri, tekstil fungsional untuk pakaian olahraga dan peralatan outdoor, atau tekstil berkelanjutan yang terbuat dari bahan inovatif.
Dengan mendiversifikasi portofolio produk mereka, perusahaan tekstil Indonesia dapat mengakses sumber pendapatan baru dan memperluas pangsa pasar mereka. Terakhir, meningkatkan desain dan branding.
Kelima, memperkuat kemitraan dan kolaborasi. Kolaborasi di seluruh rantai nilai tekstil, termasuk dengan pemasok, produsen, pengecer, dan lembaga pemerintah, sangat penting untuk kesuksesan industri tekstil Indonesia di era baru. Meskipun industri tekstil Indonesia menghadapi banyak tantangan di era baru, termasuk gangguan teknologi, perubahan preferensi konsumen, dan persaingan global, ada juga banyak peluang untuk pertumbuhan dan inovasi.
Dengan mengadopsi keberlanjutan, berinvestasi dalam teknologi dan inovasi, mendiversifikasi penawaran produk, meningkatkan desain dan branding, serta memperkuat kemitraan dan kolaborasi. Dengan demikian, industri tekstil Indonesia tidak hanya akan bertahan, melainkan juga berkembang di era baru, mengamankan posisinya sebagai pemain kunci di pasar tekstil global.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari