Ekosistem kendaraan listrik Tanah Air terus tumbuh dan bergerak. Bayangkan, kini kita sangat mudah menemukan kendaraan listrik, baik roda dua maupun roda empat, berlalu lalang di jalan raya.
Pelbagai merek kendaraan listrik sudah meramaikan jalan raya di Indonesia. Populasi kendaraan jenis ini terus tumbuh dan berkembang. Demikian pula dengan infrastruktur stasiun pengisian kendaraan listrik umum bertambah jumlahnya.
Data PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN mencatat hingga awal 2024 telah membangun 1.124 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), 1.839 unit Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) dan 9.558 Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) yang tersebar di seluruh Indonesia.
Itu baru milik PLN, belum lagi yang diusahakan swasta atau perorangan. Semakin menjamurnya stasiun charging listrik di Indonesia itu tentu didasari kenyakinan populasi kendaraan listrik akan terus tumbuh. Artinya, kue bisnis kendaraan listrik sangat gurih dan berpotensi berkembang.
Atas dasar data di atas, pelaku bisnis kendaraan listrik pun berani bertaruh melakukan investasi besar di Indonesia, salah satunya produsen nikel terbesar di dunia, Tsingshan Holding Group Co. Mereka dipastikan bakal membangun pabrik baterai kendaraan listrik di Indonesia.
Unit bisnis baterai Tsingshan Holding Group Co. bakal menjadi investor terbaru dari China. Investor itu siap melakukan penghiliran komoditas pertambangan mineral dengan nilai tambah yang lebih menguntungkan.
Unit Tsingshan Holding Group Co, REPT BATTERO Energy Co akan membangun pabriknya dekat fasilitas milik Tsingshan di Teluk Weda, Halmahera dan direncanakan beroperasi pada tahun depan.
Pemilihan lokasi yang berdekatan dengan fasilitas Tsingshan juga bertujuan agar perusahaan bisa memanfaatkan bahan mentah dan infrastruktur yang sudah ada.
Hingga kini, China merupakan salah satu investor terbesar di Indonesia, karena Negeri Panda itu setidaknya telah menghabiskan lebih dari USD7 miliar pada tahun lalu.
Sebagian besar investasi yang dikeluarkan tersebut digunakan untuk membangun fasilitas pengolahan cadangan bahan mentah yang berlimpah di Tanah Air.
Hal tersebut sejalan dengan ambisi Indonesia untuk menjadi pusat perkembangan kendaraan listrik global. Sebagai informasi, China tercatat menjadi negara yang paling banyak menjual mobil listrik di dunia.
“Biaya tenaga kerja dan listrik di Indonesia serupa dengan di China. Tsingshan memiliki infrastruktur yang komprehensif, dan pengalamannya yang luas di negara ini akan membantu dalam memperkirakan anggaran. Kami juga memiliki hubungan baik dengan Pemerintah Indonesia yang mendukung sektor energi baru,” kata Jason Hong, Manajer Umum REPT AS, seperti dikutip satu media asing, Rabu (27/3/2024).
Tidak hanya keberadaan pabrikan saja yang tumbuh dengan berkembangnya ekosistem kendaraan listrik. Perusahaan pelat merah, PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) atau Antam melihat peluang lain dari berkembangnya bisnis kendaraan listrik.
Mereka pun berencana membangun industrial park untuk pengembangan ekosistem baterai. Target industrial park itu dapat terealisasi pada 2025. Industrial park yang dimaksud adalah smelter nikel dengan high pressure acid leaching (HPAL) dan rotary kiln electric furnace (RKEF).
Direktur Utama Antam Nico Kanter mengatakan bahwa pihaknya merupakan bagian yang berada di hulu dalam konsorsium pengembangan baterai yang dilakukan Contemporary Amperex Technology Co. (CATL), sehingga pembangunan smelter dengan teknologi pembakaran nikel (RKEF) dan HPAL di dalam negeri harus dilakukan segera.
Teknologi HPAL (High Pressure Acid Leaching) merupakan pengolahan dan pemurnian nikel limonit dengan melarutkannya dalam wadah bertekanan atau suhu tinggi (autoclave) dan selanjutnya dilakukan proses ekstraksi dari larutan konsentrat untuk mendapat mineral yang lebih murni, yaitu nikel dan kobalt
“CATL punya konsorsiumnya, tahun depan itu di industrial parknya kami harus bangun [smelter] RKEF dan HPAL,” tambahnya.
Fasilitas itu bakal dibangun dengan mengedepankan konsep Environmental, Social, and Governance atau ESG. Salah satunya adalah rencana penggunaan gas sebagai energi yang akan dipakai pada smelter HPAL.
“Untuk HPAL mungkin 60 MW-nya akan pakai gas, tapi masih harus di-FS [feasibility study] soal keekonomiannya, tapi proyeknya tidak berkurang, kami mau green nickel karena tuntutan ESG sebuah keharusan,” ujarnya.
Sementara itu, pabrik baterai mobil listrik yang dibangun oleh Hyundai dengan menggandeng LG Energy Solution Ltd. bakal beroperasi pada April 2024. Fasilitas itu telah menelan investasi senilai Rp21,7 triliun.
Berkaitan dengan itu, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan kongsi Hyundai-LG akan meresmikan pabrik baterai dengan kapasitas terpasang 10 gigawatt hour (GWh) pada bulan depan.
Pembangunan pabrik bahkan diklaim sudah memasuki tahap untuk penambahan 10 GWh. Adapun, LG belakangan juga menunjukan komitmen mereka untuk menambah kapasitas terpasang produksi baterai EV di Karawang sebanyak 20 GWh, dari kapasitas terpasang.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Elvira Inda Sari