Dari hasil data pemantauan kualitas lingkungan yang berasal dari pemerintah daerah terjadi peningkatan mutu air sungai pada 2023 dibandingkan tahun sebelumnya.
Pengendalian Daerah Aliran Sungai (DAS) tidak hanya mencegah terjadinya kerusakan lingkungan yang menyebabkan banjir dan longsor, namun juga memastikan kualitas baku mutu air sungai tersebut. Pemantauan kualitas air khususnya di sungai menjadi amat penting mengingat masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya dari aliran sungai. Air sungai dibutuhkan tidak hanya sebagai bahan baku air minum, tapi juga bahan baku industri dan sarana transportasi antarwilayah.
Berdasarkan data dari Direktorat Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (2023), jumlah sungai di Indonesia mencapai 2.397 aliran sungai dengan panjang keseluruhan 84.678 kilometer (km). Begitu strategisnya aliran sungai, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan pemantauan kualitas air di tanah air dengan jangkauan yang luas mencapai 15.065 titik tersebar di seluruh wilayah tanah air.
Menurut Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK Sigit Reliantoro dalam rapat teknis Festival Pengendalian Lingkungan 2024 di Jakarta, Selasa (23/4/2024), belum ada instansi pemerintah yang menerapkan pemantauan seekstensif ini.
Titik pemantauan itu dilakukan melalui kolaborasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dari hasil data pemantauan kualitas lingkungan yang berasal dari pemerintah daerah terjadi peningkatan mutu air sungai pada 2023 dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk tingkat provinsi meningkat 2,12 persen dari 2022 dan kabupaten/kota naik 5,37 persen dari periode tahun sebelumnya.
Hasil pemantauan memperlihatkan gambaran kondisi kualitas di beragam sungai di Indonesia, yang memperlihatkan kenaikan kondisi dari 53,88 poin rata-rata nasional pada 2022 menjadi 54,59 poin pada 2023.
Sepanjang 2023, pemantauan KLHK secara konsisten dilakukan di 812 titik ditambah dengan data pantauan pemerintah daerah di 5.157 titik. Dari lokasi tersebut memperlihatkan 18 persen titik mengalami perbaikan kualitas air. Sebanyak 67 persen tidak mengalami perubahan kualitas dan 15 persen mengalami penurunan.
Setidaknya ada beberapa provinsi yang menunjukkan tren peningkatan perbaikan kualitas air seperti Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Sumatera Utara dan Banten.
Tidak hanya di provinsi tersebut, beberapa wilayah yang menunjukkan perbaikan termasuk beberapa titik pemantauan di Sungai Dangin di Bali, Sungai Bener di Jawa Tengah, serta sejumlah titik di Sungai Citarum dan Sungai Ciliwung yang berada di Jawa Barat.
Sejumlah titik yang mengalami peningkatan kualitas ekstrem dari cemar berat menjadi kategori memenuhi baku mutu antara lain Sungai Talang Sebaris di Bengkulu, Sungai Pikatan di Jawa Timur, Sungai Kepoh dan Ulim di Kepulauan Bangka Belitung, dan Sungai Nipa-Nipa di Sulawesi Selatan.
“Informasi ini juga kita juga sampaikan kepada pemerintah daerah sehingga mereka juga bisa merespons dengan membuat program-program perbaikan untuk daerah-daerah yang mengalami penurunan kualitas air,” ungkap Dirjen Sigit Reliantoro.
Isu di Word Water Forum ke-10
Mencermati hal ini, pemantauan kualitas sumber daya air merupakan salah satu isu yang diusung Indonesia dalam Word Water Forum ke-10 yang diselenggarakan di Bali pada 18--24 Mei 2024.
Isu kunci yang diusung termasuk Water Quality Assessment dan Ecosystem Health di mana Indonesia akan memaparkan sistem pemantauan kualitas air, salah satunya Onlimo yang digunakan untuk penghitungan Indeks Kualitas Air.
Peningkatan kualitas air juga akan menjadi salah satu topik yang dibahas untuk menjadi pembelajaran bersama negara-negara yang mengikuti Word Water Forum ke-10, mengingat Indonesia sudah melakukan berbagai upaya peningkatan seperti pembangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) komunal dan unit usaha kecil serta ekoriparian.
Ekoriparian merupakan suatu konsep untuk mengembalikan fungsi sungai seperti alaminya, yaitu mengalirkan air sungai secara terus menerus.
Di samping itu, ekoriparian juga berfungsi untuk menurunkan beban pencemaran yang masuk ke sungai, sehingga kualitas air sungai membaik. Program ini sudah dijalankan sejak 2020.
Seiring dalam penerapannya selain aspek lingkungan, ekoriparian juga mempertimbangkan aspek sosial ekonomi. Seperti membangun area rekreasi, olahraga, dan pembelajaran publik. Konsep ini nantinya diharapkan dapat mengembalikan sungai sebagai sumber kehidupan dan menjadikan sungai sebagai halaman depan tempat publik berinteraksi sehingga tercipta budaya malu membuang sampah dan limbah ke sungai. Adapun lokasinya sebagian besar di Jawa Barat antara lain di DAS Ciliwung, Citarum, Cisadane, Cidurian, Ciujung dan Ciberang.
World Water Forum ke-10 kali ini fokus membahas empat hal, yakni konservasi air (water conservation), air bersih dan sanitasi (clean water and sanitation), ketahanan pangan dan energi (food and energy security), serta mitigasi bencana alam (mitigation of natural disasters).
Sebanyak 244 sesi dalam forum tersebut diharapkan dapat memberikan hasil konkret mengenai pengarusutamaan pengelolaan air terpadu untuk pulau-pulau kecil atau integrated water resources management (IWRM) on Small Islands, pembentukan pusat keunggulan atau praktik terbaik untuk ketahanan air dan iklim atau Centre of Excellence on Water and Climate Resilience (COE), serta penetapan Hari Danau Sedunia.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini