Ekspedisi penelitian digelar selama tiga bulan di sejumlah wilayah Indonesia untuk memetakan potensi kelautan. Termasuk juga, pelajari potensi gempa dan tsunami.
Pemerintah Indonesia menggandeng organisasi nonprofit global, OceanX, untuk memetakan potensi kelautan melalui ekspedisi penelitian di sejumlah wilayah di tanah air. Demikian disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan, di sela jumpa pers ekspedisi bersama di Nusa Dua, Bali, Rabu (15/5/2024).
Kemenko Marinves mengatakan, bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), misi eksplorasi akan dimulai pada 8 Mei 2024, diawali dari Pulau Sambu, Kepulauan Riau. Menurut Menko Luhut, rencananya program tersebut akan digelar selama tiga bulan. “Program ini berlangsung tiga bulan dan diharapkan terus berlanjut,” katanya.
Dari Kepulauan Riau, ekspedisi menggunakan kapal canggih OceanXplorer tersebut akan dilanjutkan ke wilayah lain di tanah air, yakni dengan menyinggahi Banda Aceh, Teluk Bayur di Padang, Tanjung Priok Jakarta, Benoa Denpasar Bali, dan Labuan Bajo NTT. Terakhir, ekspedisi penelitian itu akan dilakukan di Bitung, Sulawesi Utara pada 25 Agustus 2024.
Fokus Penelitian
Ekspedisi penelitian itu akan difokuskan pada sejumlah hal. Yakni, keanekaragaman hayati laut, potensi karbon, penilaian stok ikan, hingga pemetaan gempa, yakni investigasi zona megathrust untuk menyempurnakan model gempa bumi dan tsunami.
Pada kesempatan itu, Menko Luhut menyampaikan harapannya bahwa penelitian itu dapat mendukung kesejahteraan sosial. Yakni, melalui penemuan potensi inovasi produk dan solusi di berbagai bidang, di antaranya kedokteran atau bioteknologi.
“Yang juga sangat penting adalah kesempatan mempelajari potensi gempa bumi dan tsunami demi keselamatan manusia,” imbuhnya.
Ekspedisi Maritim
Sementara itu, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menjelaskan, sejak 2022, pihaknya telah mendukung ekspedisi maritim dengan ratusan hari berlayar setiap tahun menggunakan armada kapal penelitiannya. Termasuk, menjalin kemitraan dengan kapal asing seperti halnya OceanXplorer.
Program tersebut, menurut Laksana, dibuat terbuka untuk semua ilmuwan yang dipilih berdasarkan permintaan partisipasi terbuka dan kolaborasi yang kompetitif. Dalam penelitian kali ini, tim Indonesia terdiri dari perwakilan BRIN, universitas, dan organisasi konservasi Indonesia.
Misi itu juga melibatkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Pusat Hidro-Oseanografi Angkatan Laut (Pushidrosal), Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertahanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). “Skema pendukungnya dimaksudkan untuk mendorong penelitian kelautan dan pemanfaatan sumber daya kelautan di seluruh wilayah perairan Indonesia,” katanya.
Sementara itu, Co-CEO dan Chief Science Officer OceanX Vincent Pieribone melalui sambungan virtual mengungkapkan bahwa data kelautan yang komprehensif dapat memperkuat pengambilan keputusan untuk pengelolaan perikanan berkelanjutan, strategi konservasi yang efektif, dan upaya mitigasi bencana alam.
“Perairan Indonesia memainkan peran penting dalam perekonomian, geopolitik, budaya, dan lingkungan alam,” imbuhnya.
Melalui eksplorasi itu diharapkan keanekaragaman hayati yang belum dieksplorasi secara maksimal, khususnya laut dalam, bisa dipetakan. Saat ini, baru 19 persen lautan Indonesia yang terpetakan, dengan garis pantai Indonesia mencapai 108 ribu kilometer dan lebih dari 70 persen luas Indonesia adalah perairan.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari