Dilihat berdasarkan sumber pertumbuhan menurut pengeluaran, perekonomian Indonesia masih ditopang konsumsi rumah tangga.
Di tengah bangsa dunia kini sedang berusaha memulihkan ekonominya, termasuk Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) Senin (6/5/2024), memberikan laporannya yang cukup membesarkan hati berkaitan dengan perekonomian negara ini.
Lembaga itu melansir bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2024 mencapai 5,11 persen (year on year/yoy), tertinggi dalam tiga kuartal terakhir. Angka pertumbuhan ekonomi Indonesia itu lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada kuartal IV-2023 sebesar 5,04 persen.
Bila dilihat angkanya, tentu cukup menggembirakan. Pasalnya, menurut laporan lembaga itu, produk domestik bruto (PDB) Indonesia mampu melaju sesuai proyeksi di tengah tingginya ketidakpastian ekonomi global.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia bila dibandingkan dengan triwulan I-2023 atau secara year on year tumbuh sebesar 5,11 persen," ujar Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (6/5/2024).
Jika dilihat secara kuartalan, PDB Indonesia pada periode 3 bulan pertama tahun ini turun 0,83 persen dari posisi kuartal IV-2023 (quarter to quarter/qtq), Amalia menjelaskan, kontraksi tersebut selaras dengan pola historis. Biasanya di kuartal pertama PDB mengalami penurunan dari kuartal terakhir tahun sebelumnya.
"Secara quarter to quarter, pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I-2024 terkontraksi 0,83 persen di mana kontraksi pertumbuhan ekonomi secara kuarter ini sejalan dengan pola yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya," tuturnya.
Jika dilihat berdasarkan sumber pertumbuhan menurut pengeluaran, perekonomian Indonesia masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga. BPS mencatat, konsumsi rumah tangga berkontribusi sebesar 2,62 persen terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal pertama tahun ini.
Kemudian, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi berkontribusi sebesar 1,19 persen terhadap PDB. Lalu, konsumsi pemerintah berkontribusi 1,06 persen dan sumber pertumbuhan lainnya berkontribusi sebesar 0,47 persen.
Terlepas dari kondisi tersebut, perekonomian nasional saat ini juga ditopang beberapa mesin utama pendorong ekonomi berkinerja cukup ciamik sepanjang kuartal I-2024. Khusus untuk kontribusi konsumsi, harus diakui konsumsi pemerintah tercatat berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, konsumsi pemerintah melesat hingga 19,9 persen (yoy), tertinggi sejak 2006.
Belanja Pemilu
Pun dengan konsumsi rumah tangga maupun konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga atau LNPRT. Akan tetapi, jika ditelusuri lebih dalam, data ekonomi tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor yang tidak berulang secara tahunan, salah satunya belanja untuk mendukung pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) meski ada kontribusi dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA), juga terdorong dengan optimalisasi investasi pemerintah. Di sisi lain, per Februari 2024 jumlah pengangguran tercatat mencapai 7,2 juta orang, lebih tinggi dibandingkan dengan 2020 atau tahun pertama pandemi Covid-19 yang hanya 6,93 juta orang.
Menilik data tersebut, artinya lesatan konsumsi sepanjang kuartal I-2024 lebih disebabkan oleh intervensi pemerintah melalui instrumen fiskal. Hal itu terefleksi dari tidak liniernya jumlah pengangguran dengan tingkat konsumsi, yang salah satunya disebabkan karena belum maksimalnya penciptaan lapangan kerja baru.
Efek dari pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya hilang, membuat pemangku kebijakan masih mempertahankan belanja guna penebalan daya beli meski Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) berakhir. Hal itu pun ditegaskan dengan data Kementerian Keuangan yang mencatat belanja negara sepanjang kuartal I-2024 sangat royal. Di antaranya, bantuan sosial (bansos), serta pemberian tunjangan dan penambahan pensiunan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azzam mengatakan, data ketenagakerjaan dan pertumbuhan mesin PDB terus didorong bagi pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19. "Ada yang sudah pulih, ada juga yang masih berjuang. Situasinya berbeda tergantung masing-masing perusahaan," katanya, Senin (6/5/2024).
Senada, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta W Kamdani menambahkan, Indonesia membutuhkan kebijakan ekonomi yang responsif, adaptif, dan prudent terhadap penciptaan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Shinta mengatakan, sangat penting bagi pemerintah memberikan perhatian yang serius pada perbaikan iklim investasi. “Ini sangat menentukan seberapa tinggi pertumbuhan ekonomi bisa digenjot,” ujarnya.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari