Artificial intelligence (AI) jadi alat bantu pendidikan, Kemendikbud dorong siswa belajar efisien dan efektif. Sempat dihentikan di 2013, mata pelajaran Teknologi Informatika kembali dihidupkan.
Data menunjukkan, di era digital seperti saat ini pemanfaatan teknologi telah menjadi suatu keharusan dalam berbagai lini kehidupan; kesehatan, keuangan atau perbankan online, keamanan, pertanian, termasuk juga dunia pendidikan. Itu sebabnya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dengan sigap mendorong pemanfaatan teknologi, khususnya kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran.
Penggunaan kecerdasan buatan dalam pembelajaran, kata Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbud Ristek Anindito Aditomo, memiliki dampak yang signifikan terutama dalam efisiensi waktu. Menurutnya jika AI dipelajari dan dimanfaatkan dengan baik maka proses pembelajaran dapat menjadi lebih efisien dan efektif.
"Semalam saja saya juga pakai AI untuk keperluan riset. Kita sedang membuat kajian pentingnya memperluas wajib belajar. Tanpa pakai AI, ini akan butuh waktu yang panjang. Tapi jika menggunakan AI, asalkan kita tahu cara menggunakannya maka jadi lebih efisien," tutur Anindito dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema "Literasi Digital Hadapi Artificial Intelligence", pada Senin (6/5/2024).
Salah satu upaya yang dilakukan Kemendikbudristek untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan menghidupkan kembali pelajaran Teknologi Informatika yang sempat dihapus pada 2013 silam. "Di kurikulum kita menghidupkan kembali mata pelajaran Teknologi Informatika yang sempat dihapus. Di zaman yang seperti ini, pelajaran soal teknologi harus ada. Kita wajibkan mulai SMP," jelas Anindito.
Namun berbeda dengan sebelumnya, pembelajaran informatika pada Kurikulum Merdeka bukan hanya soal bagaimana menggunakan perangkat digital, tetapi juga fokus dalam mengembangkan cara berpikir siswa. Tujuannya adalah untuk membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup di era digital, termasuk cara berpikir komputasional dan kemampuan memecahkan masalah.
Kuncinya pada guru
Dalam konteks penggunaan teknologi AI di dunia pendidikan, adalah penting untuk melakukan integrasi AI dalam pembelajaran. Ide dasarnya, pendidikan itu harus memandu siswa dalam memanfaatkan teknologi dengan baik, bukan sekadar memberikan tugas yang dapat diselesaikan dengan bantuan AI. "Kita tak bisa menghindari AI. Kita perlu mengintegrasikan AI dalam pembelajaran. Murid perlu dipandu. Jangan kasih tugas yang dapat diselesaikan dengan AI," tegas Anindito.
Dia mencontohkan penggunaan AI dalam proses menulis esai. Menurutnya, AI dapat digunakan sebagai alat bantu dalam proses brainstorming menulis artikel seperti membuat struktur atau kerangka tulisan, hingga mencari data atau informasi tambahan melalui riset.
Adalah penting peranan guru. Mereka yang harus memandu siswa dalam mengevaluasi hasilnya sehingga mencerminkan gaya penulisan siswa itu sendiri. Oleh karena itu, tentu penting bagi guru untuk meningkatkan keterampilan mereka dalam menggunakan teknologi. Para pengajar harus lebih fasih dalam menggunakan teknologi dibanding siswanya.
Untuk itu, Kemendikbudristek menyediakan program pembelajaran untuk guru. Para guru diperkenalkan pemakaian teknologi lewat pusdiklat literasi digital. Ada chatbot tentang training kurikulum yang baru untuk semua mata pelajaran dan jenjang. Ini jadi semacam asisten guru.
Melalui langkah-langkah tersebut, Kemendikbudristek terus berupaya untuk memastikan bahwa pendidikan di Indonesia tetap relevan dan adaptif terhadap perubahan zaman dengan memanfaatkan potensi teknologi, termasuk kecerdasan buatan, untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran.
Dengan demikian, diharapkan generasi muda Indonesia dapat siap menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks dengan kemampuan dan pengetahuan yang memadai.
“Kuncinya pada guru, kalau akhirnya tidak dimanfaatkan dengan baik untuk belajar terlebih dahulu soal literasi digital maka resource dan infrastruktur kita jadi percuma. Maka ayo kita sama-sama belajar, terlebih dahulu pendidiknya. Karena kemauan dan kemampuan belajar sepanjang hayat adalah kunci menghadapi AI karena AI adalah keniscayaan,” jelas Anindito.
Sementara untuk kalangan siswa, Kemendikbudristek menjalankan beberapa program. Antara lain, Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB), serta Praktisi Mengajar.
Program MBKM di perguruan tinggi untuk menjembatani kesenjangan antara dunia pendidikan dan dunia kerja. Program ini memungkinkan mahasiswa untuk belajar di luar prodi mereka, mengikuti magang, dan melakukan studi independen.
Sementara itu, program MSIB sudah diikuti oleh satu juta lebih mahasiswa. Program ini telah terbukti mampu memangkas waktu tunggu mendapatkan pekerjaan lulusan perguruan tinggi lebih singkat, sekitar tiga bulan, dan mendapatkan gaji hampir tiga kali lipatnya.
Program Praktisi Mengajar akan memberikan gambaran lain dari pelaku pasar kepada siswa/mahasiswa tentang keterampilan yang diperlukan saat ini. Sehingga mereka bisa mempersiapkannya sejak dini.
Tidak hanya menerapkan kurikulum yang dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman, Kemendikbudristek juga mengadopsi Program for International Student Assessment (PISA) sebagai salah satu target pencapaian.
Hal tersebut penting untuk dapat mengukur perkembangan kualitas SDM kita menghadapi bonus demografi. Kemendikbud Ristek juga menargetkan Human Capital Index dapat terus naik agar dapat memnuhi target pembangunan jangka panjang.
Literasi dan Keamanan
Menyikapi pemanfaatan TI yang tidak terbendung termasuk di dunia pendidikan, Direktur Ekonomi Digital Celios Nailul Huda menekankan pentingnya literasi digital, terutama bagi siswa. Keamanan data dan penggunaan internet yang bertanggung jawab harus menjadi bagian dari kurikulum pendidikan.
"Meskipun Indonesia memiliki infrastruktur yang memadai, masih terdapat kesenjangan digital, terutama di daerah pedesaan. Hal ini menjadi tantangan yang harus diatasi agar semua siswa dapat mengakses pendidikan berkualitas dengan memanfaatkan teknologi," ucap Nailul Huda.
Merujuk data dari Kemenkominfo, Digital Safety Sub-Indicator Indonesia paling rendah nilainya dibandingkan negara tetangga. Pada 2018 hanya 39 persen, bandingkan dengan Malaysia yang sudah mencapai 90--92 persen, dan Singapura sudah 100 persen.
Menyikapi hal itu, salah satu solusi yang harus dilakukan adalah meningkatkan literasi digital. Caranya adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan. Kurikulum pendidikan diperbarui agar dapat mengakomodasi kebutuhan di era digital, dan guru-guru perlu dilatih untuk menggunakan serta memanfaatkan teknologi dalam proses belajar mengajar.
Pemerintah juga perlu berperan aktif dalam menyediakan infrastruktur digital yang memadai, seperti akses internet yang terjangkau dan berkualitas. Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan dukungan kepada para pelaku usaha, terutama di daerah pedesaan, untuk memanfaatkan teknologi digital dalam bisnis mereka.
Menurut Nailul, salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan keamanan digital adalah pemerataan pembangunan infrastruktur teknologi serta peningkatan sumber daya manusia, terutama untuk di daerah pedesaan.
Selain itu, Huda menekankan perlunya sosialisasi yang lebih luas tentang risiko keamanan digital, mulai dari tingkat sekolah. Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, khususnya di pedesaan, betapa bahayanya ancaman keamanan siber saat ini.
Menghadapi perkembangan kecerdasan buatan yang semakin pesat, Huda menegaskan, pemerintah perlu memastikan bahwa kurikulum pendidikan juga harus terintegrasi dengan baik dengan teknologi.
"Banyak yang bisa dimanfaatkan dari AI. Nah kurikulum Merdeka Belajar ini harus terintegrasi. Jangan sampai kita terpangkas tenaga kerja karena AI dan kita tidak bisa mengisi potensi lapangan kerja yang baru dari AI," katanya.
Pun demikian aspek-aspek lain yang harus diperhatikan seperti infrastruktur, peningkatan literasi digital, dan investasi swasta. Dengan memperhatikan ketiga aspek ini, diharapkan Indonesia dapat meningkatkan kemampuannya dalam menghadapi perkembangan teknologi digital, sehingga dapat meraih manfaat maksimal dari revolusi digital ini.
“Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang keamanan digital dan memperbaiki infrastruktur serta SDM, Indonesia dapat menjadi masyarakat digital yang cerdas dan tangguh di masa depan,” tutupnya.
Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari