Indonesia.go.id - Tantangan dan Solusi Meningkatkan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia

Tantangan dan Solusi Meningkatkan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia

  • Administrator
  • Selasa, 16 Juli 2024 | 07:00 WIB
PENDIDIKAN
  Pada Indeks Korupsi 2023, menunjukkan bahwa Indonesia terus mengalami tantangan serius dalam melawan korupsi. Pendidikan anti korupsi haarus dilakukan sejak dini di bangku sekolah. ANTARANEWS/ Destyan Sujarwoko
Mewujudkan budaya antikorupsi pada sebuah bangsa bukan kerja instan. Membangun peradaban antikorupsi harus dilakukan konsisten dan dimulai sejak dini.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selalu menyuarakan bahwa pemberantasan korupsi tidak bisa dilakukan sendirian. Seluruh lapisan masyarakat harus bergerak bersama untuk membasmi praktik korupsi.

Pernyataan komisi antirasuah itu tentu bukanlah sekadar ajakan basa-basi. Itulah sebabnya, KPK mengajak orang tua dan guru untuk senantiasa menanamkan sikap dan pendidikan antikorupsi di rumah dan sekolah.

Penanaman budaya dan nilai antikorupsi harus melibatkan secara langsung institusi pendidikan atau sekolah dan keluarga, sebagai agen sosialisasi nilai-niai antikorupsi tersebut. Pertimbangannya, lembaga pendidikan dan lembaga keluarga memiliki kedekatan yang sangat erat dengan proses tumbuh kembangnya generasi muda.

Diketahui, Laporan Transparency International (TI) yang terkini menunjukkan bahwa skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tercatat sebesar 34 poin dari skala 0--100 poin pada 2023. Angka tersebut menunjukkan adanya stagnasi dari perolehan 2022, namun peringkatnya justru turun.

Indonesia sempat duduk di peringkat 110 pada 2022, turun ke posisi 115 pada 2023. Posisi itu sejajar dengan Ekuador, Malawi, Filipina, Sri Lanka, dan Turki. Menurut Wawan Suyatmiko, Deputi Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII), mengatakan, IPK Indonesia cenderung turun selama lima tahun terakhir.

Pada 2019 skornya mencapai 40 poin, turun menjadi 37 poin pada 2020. Kemudian naik lagi menjadi 38 poin, tetapi setelahnya turun beruntun masing-masing 34 poin pada 2022-2023.

"Pada Indeks Korupsi 2023, menunjukkan bahwa Indonesia terus mengalami tantangan serius dalam melawan korupsi," kata Wawan dalam peluncuran Indeks Persepsi Korupsi 2023 di Jakarta, Selasa (30/1/2024).

Survei IPK melibatkan 180 negara. Skor 0 artinya banyak praktik korupsi di negara tersebut, sebaliknya skor 100 menandakan negara tersebut bersih dari korupsi. Denmark tetap menjadi negara paling mendekati bersih, yakni 90 poin pada 2023, serupa dengan perolehannya di 2022.

Adapun rata-rata skor IPK global hanya 43 poin pada 2023. TI menyebut mayoritas negara tak mengalami perubahan signifikan selama sedekade terakhir. TI juga menerangkan, lebih dari dua pertiga negara mendapatkan skor di bawah 50 poin. Ini mengindikasikan bahwa mereka memiliki masalah korupsi yang serius. Bahkan sebanyak 23 negara juga mengalami penurunan skor terendah pada tahun ini.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus berupaya memperkuat penanaman dan penegakan nilai-nilai antikorupsi dalam semua lingkungan pendidikan, termasuk dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB).

Deputi Bidang Pendidikan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana menyebutkan, upaya itu dilakukan pihaknya berdasarkan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan yang telah digelar dalam beberapa tahun terakhir.

“Setiap tahun sejak 2022, SPI Pendidikan ini dilakukan untuk memotret kondisi integritas lembaga pendidikan kita,” ujar Wardiana dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertajuk ‘Mewujudkan PPDB yang Objektif, Transparan dan Akuntabel’, di Jakarta pada Senin (1/7/2024).

Wawan menegaskan, upaya penanaman nilai-nilai antikorupsi dan integritas di lingkungan sekolah merupakan hal penting dalam proses pendidikan sebagai langkah preventif mencegah korupsi sejak dini sehingga KPK terus berupaya menanamkan integritas secara formal melalui berbagai inisiatif dan survei.

“Secara kuantitas, tingkat partisipasi dan pemahaman antikorupsi terus bertambah setiap tahun,” imbuhnya.

SPI Pendidikan sendiri, lanjut dia, mencakup tiga aspek utama yang mencakup karakter peserta didik, ekosistem pendidikan, dan tata kelola.

Ia menyebutkan, aspek karakter peserta didik menilai kematangan moral dan penanaman nilai-nilai antikorupsi, dan menemukan hasilnya masih parsial​​. Sementara itu, aspek ekosistem pendidikan menilai guru, kepala sekolah, dan pengawas dalam menerima pendidikan nilai-nilai antikorupsi, yang hasilnya belum menyeluruh.

Adapun aspek tata kelola menilai pengelolaan anggaran, barang dan jasa, serta sistem pendidikan, di mana masih banyak terjadi tindak pidana korupsi dan penerimaan gratifikasi oleh guru​​.

Lebih lanjut, Wardiana menerangkan, pada 2023, SPI Pendidikan menghasilkan skor nasional sebesar 73,7. Angka tersebut tergolong rendah karena masih pada level dua dari lima level indikator yang telah ditentukan.

Selain itu, skor SPI nasional pada level dua itu artinya bahwa penegakan prinsip-prinsip antikorupsi masih banyak yang harus diperbaiki. “Skor 73,7 ini masih berada di level dua. Level 1 sangat rentan, level 2 korektif, level 3 adaptif, level 4 kuat, dan level 5 tangguh. Jadi pekerjaan rumah kita masih banyak untuk mencapai level tertinggi,” ujarnya.

Ia menambahkan, masih rendahnya skor SPI Pendidikan itu juga selaras dengan dalam temuan pihaknya di lapangan terhadap sistem PPDB. Sekitar 25 persen siswa diterima dengan syarat orang tua atau wali memberi imbalan, dan 43 persen guru merasa banyak siswa yang ‘terpaksa’ diterima meskipun tidak memenuhi syarat PPDB. Karenanya, Wardiana mengatakan, pihaknya menekankan pentingnya penanaman integritas di lingkungan sekolah, termasuk dalam proses PPDB.

Pun demikian, Wardiana menegaskan, orang tua maupun wali siswa juga perlu memahami dan memiliki integritas. “PPDB ini memiliki jalur prestasi, zonasi, afirmasi, dan mutasi. Yang tidak boleh adalah koneksi dan gratifikasi. KPK berupaya menjaga agar kedua hal ini tidak terjadi,” tegasnya.

Wardiana juga menekankan pentingnya pengawasan dan sosialisasi sistem PPDB dilakukan jauh sebelum pelaksanaan, termasuk perubahan-perubahannya berdasarkan hasil evaluasi tahunan. KPK sendiri berkomitmen untuk terus memonitor dan menegakkan nilai-nilai antikorupsi dalam setiap aspek pendidikan, termasuk dalam proses PPDB.

Dengan sinergi antara KPK, dinas pendidikan, sekolah, serta seluruh elemen masyarakat, diharapkan integritas dalam lingkungan pendidikan dapat terwujud dan korupsi dapat dicegah sejak dini.

 

Bukan Sekadar Teori

Demi mencapai efektivitas penguatan praktik antikorupsi di sekolah, dosen Program Studi Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Negeri Semarang (Unnes) Edi Subkhan menyarankan agar pendidikan dan pembelajaran antikorupsi sudah selayaknya bergeser dari sekadar teori tanpa banyak aksi riil menjadi pembelajaran yang sampai pada melakukan aksi riil mencegah dan melawan praktik korupsi.

“Pembelajaran antikorupsi hendaknya tidak bertele-tele membahas pengertian-pengertian dan norma-norma atau moralitas saja, tetapi harus mengajak siswa untuk aktif mencari informasi dan kemudian merumuskan aksi, melakukan aksi, dan refleksi," ujar Edi pada makalah "Pendidikan Antikorupsi Perspektif Pedagogi Kritis" dalam "Integritas: Jurnal Antikorupsi".

Dengan begitu, pendidikan antikorupsi akan memiliki daya ubah dan daya dobrak, termasuk dan terutama terhadap kultur korup yang masih ada di beberapa sekolah. Dengan menerapkan prinsip-prinsip pedagogi kritis ini pula, menurut Edi, pembelajaran antikorupsi jadi lebih punya makna bagi siswa karena mereka punya pengalaman riil bersikap tegas dalam mencegah dan melawan praktik korupsi.

 

Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari