Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan industri garam nasional. Meskipun demikian, untuk memenuhi kebutuhan garam, terutama bagi sektor industri, Indonesia masih mengandalkan impor.
Garam, bahan sederhana yang lazim ditemukan di dapur rumah tangga, sesungguhnya merupakan komoditas strategis bagi sebuah negara kepulauan seperti Indonesia.
Dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia dan intensitas matahari tinggi sepanjang tahun, Indonesia seharusnya memiliki potensi besar untuk menjadi lumbung garam dunia. Namun ironi terjadi, selama bertahun-tahun, negeri maritim ini justru mengimpor ratusan ribu ton garam setiap tahunnya.
Swasembada garam sendiri berarti kemampuan suatu negara memenuhi seluruh kebutuhan garam dari produksi dalam negeri. Swasembada garam bukan sekadar ambisi retoris, tetapi menjadi keharusan untuk memperkuat kedaulatan pangan, industri, dan ekonomi nasional.
Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan industri garam nasional. Meskipun demikian, untuk memenuhi kebutuhan garam, terutama bagi sektor industri, Indonesia masih mengandalkan impor.
Pada tahun 2024, produksi garam nasional mencapai sekitar 2,04 juta ton garam, melampaui target 2 juta ton. Sementara itu, produksi garam konsumsi pada tahun 2025 ditargetkan meningkat menjadi 2,25 juta ton, dengan stok cadangan 836 ribu ton. Jumlah ini diperkirakan mampu memenuhi sekitar 63 persen dari total kebutuhan nasional.
Kebutuhan nasional garam diperkirakan mencapai 4,9 hingga 5 juta ton, dengan lebih dari 3 juta ton digunakan oleh sektor industri. Industri pangan, farmasi, dan Chlor Alkali Plant (CAP) merupakan pengguna utama garam berkualitas tinggi. Garam yang diproduksi dalam negeri harus memenuhi standar SNI 8207:2016, yakni memiliki kadar Natrium Klorida (NaCl) di atas 97 persen dan kadar air maksimal 0,5 persen. Saat ini, kualitas dan kuantitas produksi domestik masih terbatas, sehingga belum mampu sepenuhnya memenuhi kebutuhan industri dan menyebabkan ketergantungan terhadap impor.
Ketimpangan antara kapasitas produksi nasional dan kebutuhan industri menjadi faktor utama yang mendorong ketergantungan Indonesia terhadap impor garam. Meskipun produksi garam nasional menunjukkan tren peningkatan dalam lima tahun terakhir, gap antara pasokan dan permintaan belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan. Untuk itu, pemerintah menetapkan target swasembada garam pada 2027 melalui sejumlah kebijakan dan strategi penguatan.
2027, Swasembada Pangan
Melalui kebijakan yang terstruktur, pemerintah menargetkan tercapainya swasembada garam konsumsi nasional dalam waktu dekat, disusul swasembada garam industri secara bertahap hingga 2027. Indonesia harus mengakhiri ketergantungan impor untuk komoditas strategis seperti garam, gula, dan beras. Dalam kerangka pembangunan menuju Indonesia Emas 2045, kemandirian sektor pangan dan industri menjadi pilar utama.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas) beberapa waktu lalu mengakui bahwa saat ini Indonesia masih belum mampu memproduksi garam dengan spesifikasi industri tertentu. Padahal, sebelumnya pemerintah sempat menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 17 tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional.
"Industri dalam negeri belum mampu memproduksi garam industri dengan spesifikasi tertentu yang dibutuhkan oleh sektor-sektor sensitif seperti farmasi. Karena itulah, pemerintah akhirnya memutuskan untuk tetap membuka keran impor sementara waktu," ujar Menko Pangan.
Pekan terakhir Maret 2025, tepatnya pada 27 Maret 2025, Presiden Prabowo Subianto resmi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional. Kebijakan ini ditujukan untuk mendorong target pemerintah Indonesia mencapai swasembada garam pada 2027. Perpres yang baru itu sekaligus mencabut Perpres Nomor 126 Tahun 2022 tentang kebijakan serupa.
Konsideran Perpres terbaru ini menegaskan bahwa percepatan pembangunan pergaraman bertujuan meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri secara terpadu dan berkelanjutan. “Pembangunan pergaraman nasional bertujuan untuk mewujudkan Swasembada Garam nasional pada tahun 2027,” bunyi Pasal 2 Ayat 1 Perpres 17/2025, dikutip pada Jumat (27/6/2025).
Swasembada garam akan dicapai melalui keterlibatan aktif pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan dalam memenuhi kebutuhan garam nasional yang terus meningkat.
Adapun dalam Pasal 3 disebutkan, kebutuhan garam nasional meliputi berbagai sektor, terdiri atas garam konsumsi, garam untuk industri aneka pangan, garam untuk industri penyamakan kulit, garam untuk water treatment (pengelolaan air), garam untuk industri pakan ternak, dan garam untuk industri pengasinan ikan.
Masih dari Pasal 3 , ada garam untuk peternakan dan perkebunan, garam untuk industri sabun dan deterjen, garam untuk industri tekstil, garam untuk pengeboran minyak, garam untuk industri kosmetik, garam untuk industri farmasi dan alat kesehatan, serta garam untuk industri kimia atau chlor alkali.
Seluruh kebutuhan tersebut secara bertahap harus dipenuhi dari produksi garam dalam negeri, baik oleh petambak garam maupun badan usaha, sesuai target yang ditetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Khusus untuk kebutuhan industri aneka pangan serta farmasi dan alat kesehatan, Perpres menetapkan batas akhir pemenuhan dari produksi domestik paling lambat 31 Desember 2025. Sementara itu, target untuk industri kimia atau chlor alkali ditetapkan harus terpenuhi dari dalam negeri pada 31 Desember 2027.
Strategi KKP Capai Swasembada Garam 2027
Memasuki tahun 2025, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyiapkan langkah strategis menuju pencapaian swasembada garam nasional. Dukungan teknologi, peningkatan kapasitas produksi, dan pengelolaan sumber daya berkelanjutan, membuat KKP optimis dapat mencapai target.
Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Victor Gustaaf mengatakan, sebagai langkah awal menuju swasembada, pemerintah menetapkan tidak mengimpor garam konsumsi di tahun 2025. Kebutuhan bahan baku garam nasional tahun 2024 dan 2025 adalah 4,9 juta ton dan diasumsikan meningkat 2,5 persen per tahun karena adanya pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan sektor industri.
Rencana produksi dalam negeri tahun 2025 adalah 2,25 juta ton, jika ditambah sisa stok 836 ribu maka pasokan garam lokal sudah memenuhi 63 persen dari total kebutuhan. “Sisanya tentu menjadi peluang usaha yang besar dan menjanjikan bagi para produsen garam bahan baku, baik petambak garam rakyat maupun badan usaha,” kata Victor.
KKP telah merancang program swasembada garam yang melibatkan berbagai pihak, termasuk petambak garam, pemerintah daerah serta pelaku industri. Sebagai bagian dari rencana tersebut, KKP juga telah mengidentifikasi wilayah potensial pengembangan tambak garam.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melirik Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai calon lokasi sentra garam nasional karena besarnya potensi pengembangan di wilayah tersebut.
Wilayah potensial untuk sentra garam di NTB adalah Desa Labuhan Bontong, Kecamatan Tarano; Desa Sepayung, Kecamatan Plampang; dan Desa Plampang, Kecamatan Plampang di Kabupaten Sumbawa. Serta, Desa Donggobolo, Kecamatan Woha di Kabupaten Bima.
NTB khususnya Sumbawa memiliki lahan yang luas, potensi kualitas produksinya tinggi, masyarakat dan Pemerintah Daerahnya juga berkomitmen mendukung Swasembada Garam.
Bupati Sumbawa, Syarafuddin Jarot menegaskan kesiapan daerahnya menjadi model nasional swasembada garam. "Kami siap secara lahan dan kelembagaan, demi kesejahteraan petani garam,” ujar Jarot.
Selain itu, mulai tahun 2025 KKP akan melakukan terobosan berupa modelling ekstensifikasi tambak garam di Nusa Tenggara Timur dengan target 2.500 Ha menggunakan metode konvensional namun dilengkapi dengan penerapan mekanisasi panen, dan intensifikasi melalui modernisasi teknologi produksi garam dengan target 1.800 Ha melalui metode concentrated brine di 5 provinsi, termasuk Jawa Barat.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono pada awal Juni 2026 melakukan kick-off pembangunan Kawasan Sentra Industri Garam Nasional (K-SIGN) di Desa Matasio, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur. Program pembangunan ini bagian dari upaya konkret pemerintah mewujudkan swasembada garam di 2027.
"Kawasan ini bukan hanya pusat produksi, tetapi simbol kemandirian bangsa. Kita ingin mengakhiri ketergantungan impor garam dan mengangkat potensi lokal ke panggung nasional," ujar Menteri Trenggono pada acara kick off.
Pembangunan Sentra Industri Garam Nasional akan dilakukan melalui pendekatan ekstensifikasi terpadu, yang mencakup pembangunan tambak garam modern, fasilitas gudang dan pengolahan, hingga penataan kelembagaan dan kerja sama produksi. Pembangunan ini dijadwalkan berlangsung selama dua tahun dengan tahapan kerja yang rinci dan terukur.
Program K-SIGN pun diperkirakan menyerap sekitar 26 ribu tenaga kerja, dan akan meningkatkan perekonomian masyarakat lokal, serta menghidupkan usaha turunan lainnya.
Tahapan pembangunan akan mencakup perencanaan dan persiapan lahan, perizinan, pembangunan infrastruktur, pembentukan kelembagaan, hingga ujicoba operasional produksi garam tahap I dan II.
Selain itu, akan dibangun gudang garam nasional dan unit pengolahan untuk memperkuat rantai pasok dan nilai tambah produk.
Pelaksanaan program K-SIGN diperkuat dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2025 tentang Lokasi Pembangunan Kawasan Sentra Industri Garam Nasional Tahun 2025-2026, yang ditetapkan pada 2 Juni 2025.
Kawasan yang ditetapkan mencakup luas lahan sebesar 10.764 hektare, tersebar di 13 desa di tiga kecamatan, yaitu Landu Lenko, Pantai Baru, dan Rote Timur, serta wilayah perairan di Teluk Pantai Baru.
Ketiga lokasi dipilih berdasarkan ketersediaan lahan potensial dan dukungan ekosistem pesisir yang mendukung proses produksi garam secara efisien dan berkelanjutan.
“Kami sangat senang Rote Ndao bisa menjadi bagian dalam upaya mewujudkan swasembada garam. Dan kami sampaikan rasa terimakasih kami kepada Pemerintah Pusat yang telah menjadikan Rote Ndao sebagai kawasan sentra industri garam nasional,” kata Bupati Rote Ndao, Paulus Henuk
Pembangunan kawasan ini juga sejalan dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional, yang menekankan pentingnya transformasi industri garam sebagai penopang ekonomi biru dan ketahanan pangan nasional.
Dengan dimulainya pembangunan kawasan ini, KKP berharap Indonesia dapat segera keluar dari ketergantungan impor garam industri, serta menjadikan Rote Ndao sebagai model keberhasilan pembangunan industri garam nasional yang berbasis kawasan, inklusif, dan berkelanjutan.
Swasembada garam bukan hanya soal angka produksi, tetapi simbol kemandirian bangsa. Di tengah ketidakpastian global, krisis iklim, dan volatilitas harga komoditas, kemampuan Indonesia memenuhi kebutuhan garamnya sendiri akan menjadi bukti nyata bahwa kedaulatan pangan dan industri dapat dicapai melalui kolaborasi lintas sektor, dukungan teknologi, dan komitmen kebijakan yang konsisten.
Sebagaimana cita-cita pembangunan nasional yang tertuang dalam visi Indonesia Emas 2045, swasembada garam menjadi salah satu bagian dari fondasi ekonomi berdaulat yang berpihak pada rakyat. Dengan potensi yang besar, tantangan yang nyata, dan langkah yang terus bergerak maju, kini saatnya Indonesia berdiri tegak di atas garamnya sendiri.
Penulis: Ismadi Amrin
Redaktur: Kristantyo Wisnubroto
Berita ini sudah terbit di infopublik.id: https://infopublik.id/kategori/sorot-ekonomi-bisnis/926674/saatnya-industri-garam-indonesia-berdiri-tegak-di-kaki-sendiri