Indonesia.go.id - Sekolah Rakyat tak hanya Belajar, Tapi Menumbuhkan Harapan Kemandirian

Sekolah Rakyat tak hanya Belajar, Tapi Menumbuhkan Harapan Kemandirian

  • Administrator
  • Minggu, 26 Oktober 2025 | 18:56 WIB
HARAPAN KEMANDIRIAN
   Pelajar Sekolah Rakyat Terintegrasi 7 Kota Probolinggo ketika melakukan kegiatan di lapangan pada Kamis (16/10/2025). Amiriyandi InfoPublik
Mochamad Saleh mengaku, saat pertama kali mendengar anaknya bisa sekolah di SR, ia sempat khawatir. Bukan karena sekolahnya, tapi karena takut tak bisa membiayai kebutuhan lain. Tapi setelah dijelaskan bahwa semua kebutuhan ditanggung, hatinya lega.

Bagi Mochamad Saleh, pendidikan bukan sekadar pilihan, melainkan satu-satunya harapan untuk mengubah nasib. Di usianya yang menginjak 51 tahun, Saleh tetap teguh bekerja sebagai kuli bangunan di Kota Probolinggo. Tubuhnya yang mulai renta tetap dipaksakan kuat demi satu tujuan agar anak-anaknya tidak bernasib seperti dirinya.

"Saya cuma sekolah sampai SD. Bapak saya meninggal waktu saya umur 17 tahun. Karena saya anak tertua, saya yang harus bantu adik-adik," ujarnya saat ditemui di Sekolah Rakyat (SR) Terintegrasi 7, Probolinggo, Kamis (16/10/2025).

Sejak remaja, hidupnya sudah diisi tanggung jawab besar. Ia terpaksa meninggalkan bangku sekolah demi menjadi tulang punggung keluarga. Kakaknya sudah menikah, sementara adik-adiknya masih kecil. Maka ia yang mengambil alih peran orang dewasa, bekerja sebagai kuli bangunan sejak usia belia.

"Separuh hidup saya buat bantu adik-adik dan orang tua. Saya jadi orang tua sebelum waktunya. Karena itu saya nggak mau anak saya mengulang nasib saya," ungkapnya.

Kini, Saleh memiliki dua anak. Yang bungsu, Yazam, kini menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat yaitu program pendidikan gratis yang ditujukan bagi anak-anak dari keluarga prasejahtera. Berkat bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), Yazam bisa bersekolah tanpa memikirkan biaya.

"Saya bersyukur sekali. Terima kasih pada Pak Presiden Prabowo dan para menteri yang sudah bantu kami orang kecil. Saya pengin anak saya jadi orang pintar," ujarnya penuh rasa terima kasih.

Penghasilan sebagai tukang bangunan sangat tidak menentu. Terkadang ada pekerjaan, kadang tidak sama sekali. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia harus mengatur uang dengan sangat ketat.

"Kalau enggak ada bangunan, ya irit-irit makan. Nabung? Susah. Bahkan buat bensin ke sekolah anak saja kadang ngos-ngosan," katanya.

Namun semua keterbatasan itu tidak menggoyahkan semangatnya. Ia rela hanya bertemu anak seminggu sekali demi bisa menyisihkan ongkos transportasi.

"Sedih juga jauh dari anak. Tapi lebih sedih lagi kalau dia bodoh kayak saya. Saya lebih baik berkorban sekarang, daripada anak saya nggak punya masa depan."

Ia mengaku, saat pertama kali mendengar anaknya bisa sekolah di SR, ia sempat khawatir. Bukan karena sekolahnya, tapi karena takut tak bisa membiayai kebutuhan lain. Tapi setelah dijelaskan bahwa semua kebutuhan ditanggung, hatinya lega.

"Awalnya anak saya juga ragu. Tapi saya bilang, 'Nak, kamu harus sekolah. Bapak nggak bisa sekolah, kamu harus bisa," katanya. 

Seiring waktu, ia melihat perubahan positif pada Yazam. "Dulu pegang HP terus, sekarang nggak lagi. HP-nya disita ibunya supaya dia fokus belajar. Sekarang lebih nurut, lebih semangat," jelasnya.

Ia sadar, berkumpul dengan anak adalah kebahagiaan. Tapi bagi Saleh, kebahagiaan yang lebih besar adalah melihat anaknya bisa mandiri. "Kalau cuma kumpul terus tapi anak nggak sekolah, apa gunanya? Saya pengin dia jadi orang sukses. Biar hidupnya nggak susah kayak saya,"

Saleh berharap program Sekolah Rakyat bisa terus berlanjut dan bahkan ditingkatkan hingga jenjang perguruan tinggi. "Kalau dulu ada sekolah kayak gini, saya pasti sekolah terus. Tapi nggak apa-apa. Sekarang anak saya punya kesempatan itu. Saya akan dukung terus."

Di tengah suara bising proyek pembangunan yang tak pernah henti, Mochamad Saleh sedang membangun sesuatu yang lebih besar dari sekadar bangunan fisik: ia sedang menyusun masa depan anaknya, batu demi batu, harapan demi harapan.

Saleh tak lupa menyampaikan rasa terima kasih yang dalam. "Terima kasih, Pak Presiden. Terima kasih, Pak Menteri. Mudah-mudahan diberi umur panjang dan kesehatan. Program ini sangat membantu orang-orang seperti saya. Saya bahagia sekali,” pungkasnya.

 

Penulis: Triantoro
Redaktur: Untung S

Berita ini sudah terbit di infopublik.id: https://infopublik.id/kategori/sorot-sosial-budaya/942705/sekolah-rakyat-tak-hanya-belajar-tapi-menumbuhkan-harapan-kemandirian