Indonesia.go.id - Virus Inggris Masuk Indonesia, Babak Baru Penanganan Pandemi

Virus Inggris Masuk Indonesia, Babak Baru Penanganan Pandemi

  • Administrator
  • Rabu, 3 Maret 2021 | 14:02 WIB
COVID-19
  Petugas kesehatan memasukan vaksin COVID-19 ke jarum untuk disuntikkan kepada pedagang pasar tradisional cinde di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (3/3/2021). Sebagai upaya menekan penyebaran COVID-19 dan memulihkan perekonomian di pasar tradisional, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan mulai melakukan vaksinasi COVID-19 dosis pertama kepada 253 orang pedagang pasar tradisional cinde. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/hp.
Kasus virus Covid-19 varian baru ditemukan di tanah air. Vaksinasi diyakini tetap efektif, kendati masyarakat diminta kian waspada karena virus lebih mudah menular.

Babak baru penyebaran virus SAR COV-2 di tanah air dimulai, setelah semalam Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengonfirmasi temuan varian baru virus corona berkode B.1.1.7--yang pertama kali terdeteksi di Inggris--di Indonesia. "Ini fresh from the oven, baru tadi malam ditemukan dua kasus. Saya mendapatkan informasi bahwa pada tepat satu tahun (pandemi), kita menemukan mutasi B.1.1.7, UK (United Kingdom) mutation, di Indonesia," kata Dante.

Dengan adanya temuan dua kasus yang terkait dengan varian corona B.1.1.7, maka Indonesia akan menghadapi pandemi Covid-19 dengan tingkat kesulitan yang kian berat. Dante mengatakan, dua kasus corona varian B.1.1.7 itu ditemukan dari hasil pemeriksaan terhadap 462 sampel dengan menggunakan metode pengurutan genom atau whole genome sequence (WGS), yang telah dilakukan selama beberapa bulan terakhir. "Proses mutasi itu sudah ada di sekitar kita," kata Dante.

Varian baru virus corona yang lebih menular telah teridentifikasi di Inggris pada November 2020. Sejumlah negara-negara di dunia juga telah melaporkan temuan kasus dari varian baru itu, seperti Singapura, India, Malaysia, hingga Korea Selatan. Menurut para ilmuwan, varian baru yang diberi “label” B.1.1.7 ini memiliki daya tular lebih tinggi 70 persen dibanding virus sebelumnya.

Varian baru SARS COV-2 itu disebutkan lebih menular karena virus mengalami replikasi lebih cepat di dalam tenggorokan. Sebuah studi yang dilakukan Universitas Birmingham Inggris menemukan, pasien dengan varian baru Covid-19, B.1.1.7, mempunyai viral load tinggi. Viral load yang lebih tinggi dapat menentukan tingkat penularan subjek dan kemampuan virus untuk ditularkan.

 

Gejala yang Ditimbulkan

Mengutip survei yang dilakukan Kantor Statistik Nasional Inggris (ONS) ditemukan bahwa orang yang terinfeksi varian baru merasakan gejala batuk, sakit tenggorokan, dan rasa kelelahan. Berbeda dengan gejala Covid-19 umumnya, pada varian baru virus corona Inggris, gejala kehilangan rasa atau penciuman hanya terjadi pada sebagian kecil kasus.

Diketahui, varian baru virus corona yang sangat menular di Inggris telah muncul sejak tahun lalu dan menyebar ke seluruh dunia. Para ilmuwan juga sedang bekerja untuk mempelajari lebih lanjut tentang varian itu, termasuk untuk lebih memahami seberapa mudahnya penularan virus tersebut dan apakah vaksin resmi saat ini mampu melindungi orang terhadap varian baru itu. Saat ini juga belum ada bukti bahwa varian ini menyebabkan penyakit yang lebih parah atau peningkatan risiko kematian. 

 

Buah Ilmu Pengetahuan

Deteksi terhadap masuknya jenis virus varian baru B.1.1.7 ke tanah air merupakan buah dari ilmu pengetahuan. Sebagaimana disampaikan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro, pemerintah telah membentuk tim genomic surveillance, sejak sekitar medio Januari silam.

Tim tersebut melakukan beragam upaya untuk mendeteksi secepat mungkin potensi mutasi baru dari virus penyebab penyakit Covid-19. Tim tersebut merupakan gabungan dari para peneliti di Kementerian Riset dan Teknologi serta Kementerian Kesehatan.


"Tim ini sekaligus melacak kemungkinan mutasi yang berasal dari luar sudah ada di Indonesia atau belum," kata Bambang pada Selasa, 12 Januari lalu.

Surveilans genom virus SARS COV-2 dilakukan oleh kedua kementerian itu dalam rangka mengetahui epidemiologi molekuler, karakteristik, dan dampak pada kesehatan. Selain itu, pelacakan kasus untuk manajemen, pencegahan, dan penanggulangan Covid-19, serta untuk koordinasi di tingkat nasional dan global.

Diketahui, hingga kini, memang teridentifikasi munculnya sejumlah varian SARS COV-2. Di antara varian-varian baru itu, beberapa di antaranya terlihat menonjol karena varian telah tersebar secara massif dan cepat menular. “Beberapa varian tersebut di antaranya adalah varian yang pertama kali terdeteksi di Inggris sekitar bulan September. Di Afrika Selatan juga muncul varian lain yang terdeteksi sejak awal Oktober dan ternyata memiliki beberapa kesamaan mutasi dengan varian di Inggris,” ungkap Peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Anggia Prasetyoputri.

Anggia menjelaskan bahwa varian baru yang pertama kali terdeteksi di Inggris pada awalnya menyebar di London dan Inggris Selatan saja. Namun kini dilaporkan telah bersirkulasi ke banyak negara terutama Amerika Serikat dan Kanada. "Varian di Afrika Selatan kini juga sudah menyebar ke banyak provinsi di sana,” ujarnya.

Anggia menjelaskan varian yang ditemukan di Inggris dinamakan VUI 202012/01 (Variant Under Investigation, year 2020, month 12, variant 01), digolongkann dalam cluster B.1.1.7 lineage, sedangkan yang ditemukan di Afrika Selatan dinamakan 501Y.V2 dan digolongkan dalam B.1.351 lineage.

Sementara itu, Kepala Laboratorium Rekayasa Genetika Terapan dan Protein Desain Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wien Kusharyoto mengatakan, pengurutan genom utuh yang lebih intensif terhadap sampel-sampel pasien Covid-19 serta mereka yang terinfeksi virus di Indonesia memang perlu dilakukan. Demi mengetahui secara pasti, sambung dia, apakah varian-varian tersebut sudah masuk ke Indonesia atau belum.

 

Menutup Pintu

Hanya saja Wien mengingatkan, salah satu cara mencegah masuknya varian-varian tersebut ke Indonesia adalah dengan memperketat mekanisme masuknya dan pemeriksaan di pintu-pintu masuk ke Indonesia. Dan sebagaimana diketahui, sejak jelang akhir Desember 2020, Pemerintah Indonesia memang telah memberlakukan larangan bagi warga negara asing dari Inggris untuk memasuki wilayah Indonesia.

Larangan tersebut secara khusus dikeluarkan menyusul temuan varian baru virus Covid-19) di Inggris. Larangan yang diberlakukan di tanah air itu tertuang dalam addendum Surat Edaran nomor 3 tahun 2020. Addendum yang berlaku sejak 22 Desember 2020 hingga 8 Januari 2021 tersebut diterbitkan untuk mencegah penyebaran Covid-19 varian baru yang dilaporkan di Inggris.

"Telah ditemukan SARS COV-2 varian baru di Inggris yaitu SARS COV-2 VUI 202012/01 dan terjadinya peningkatan persebaran di Eropa dan Australia. Sehingga diperlukan ketentuan tambahan memproteksi masyarakat Indonesia dari penularan dari luar negeri," kata juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, dalam keterangan tertulis, Rabu (23/12/2020).

Dengan situasi tersebut, Profesor Wiku menambahkan, WNA dari Inggris, baik secara langsung maupun transit di negara asing, tidak dapat memasuki wilayah Indonesia. Selain larangan masuk untuk WN Inggris, addendum itu juga memperketat masuknya warga negara asing (WNA) dan warga negara Indonesia (WNI) dari wilayah Eropa dan Australia serta WNI yang datang dari Inggris.

Untuk WNA dan WNI yang hendak memasuki Indonesia dari wilayah Eropa dan Australia serta WNI yang dari Inggris, baik secara langsung maupun transit terlebih dahulu melalui negara asing, diwajibkan menunjukkan hasil negatif tes RT-PCR di negara asal yang berlaku maksimal 2x24 jam sebelum jam keberangkatan.

Profesor Wiku mengatakan, bila hasil pemeriksaan ulang RT-PCR pada saat ketibaan menunjukkan hasil negatif, WNI harus melakukan karantina selama lima hari terhitung sejak tanggal kedatangan. Karantina itu dilakukan di tempat karantina khusus yang telah disediakan oleh pemerintah.

"WNA melakukan karantina mandiri di hotel yang telah ditentukan oleh pemerintah dengan biaya mandiri. Khusus untuk kepala perwakilan asing dan keluarga yang bertugas di Indonesia, karantina bisa dilakukan di kediaman masing-masing," tuturnya.

 

Masyarakat Lebih Waspada

Terkait temuan kasus penularan corona dengan jenis virus varian baru B.1.1.7, Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban mengingatkan masyarakat untuk waspada dengan tidak mengabaikan protokol kesehatan. Pasalnya, dia menegaskan, varian baru Covid-19 itu dikhawatirkan memiliki kemampuan untuk lebih cepat menyebar.

Zubairi menjelaskan, hasil penelitian di Inggris, virus corona varian baru ini lebih mudah menyebar dari sebelumnya. Namun tidak lebih mematikan dari virus corona yang berjangkit sebelumnya.

Oleh karena itulah, Zubairi mengatakan, ditemukannya kasus varian baru virus corona itu harus diantisipasi dengan baik. Apalagi, sambung dia, persentase kasus positif Covid-19 masih belum menunjukkan penurunan.

“Yang ditakutkan adalah menjadi lebih mudah menyebar, menjadi tidak mempan terhadap obat, menjadi tidak mempan tidak bisa dilindungi dengan vaksin yang sudah ada,” ujarnya, Selasa (2/3/2021).

Zubairi membeberkan untuk memproteksi diri dari varian baru virus corona, warga Inggris kini tengah menjalani vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh AstraZeneca dan Universitas Oxford. Di mana disebutkan Zubairi, suntikan pertama vaksin tersebut cukup melindungi dalam jangka sekitar tiga bulan, walaupun di Inggris banyak kasus pasien yang terpapar mutasi virus corona B.1.1.7.

Indonesia sendiri, menurut Zubairi, sangat terbuka untuk melakukan penelitian dan pengembangan vaksin dalam menangkal varian baru virus corona. Tercatat, kini sudah 1,4 juta orang yang menerima vaksin Covid-19.

“Datanya sudah banyak tinggal kita pelajari apakah dari yang divaksinasi itu ada atau tidak yang mutasi B-117. Apakah sekarang kebal, jadi perlu bukti ilmiah yang lebih rinci,” ujarnya.

Walau begitu, Zubairi mengatakan, tindakan vaksinasi akan tetap efektif terhadap varian baru virus corona B.1.1.7. dan varian baru ini juga tetap akan terdeteksi dengan menggunakan uji PCR. "Tetap mampu mendeteksi (dengan PCR). Tes PCR ini bisa mendeteksi tiga spike (seperti paku-paku yang menancap pada permukaan virus corona) berbeda," kata dia.

 

 

 

Penulis: Ratna Nuraini
Redaktur: Elvira Inda Sari