Indonesia.go.id - Menuju Industri Penyiaran yang Sehat

Menuju Industri Penyiaran yang Sehat

  • Administrator
  • Rabu, 10 Maret 2021 | 18:02 WIB
TV DIGITAL
  Foto: FMB9
Kominfo menyiapkan infrastruktur multipleksing di 22 provinsi yang ditargetkan running pada 2 November 2022. Sekaligus menjadi titik pijak dimulainya siaran televisi digital di Indonesia.

Migrasi penyelenggaraan penyiaran menuju teknologi digital kini sudah menjadi tuntutan. Seiring lahirnya UU nomor 32/2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker), program migrasi dari analog ke digital (analog switch off/ASO) harus dituntaskan dalam jangka waktu dua tahun sejak landasan hukum itu lahir.

Adanya UU Ciptaker itu bisa dikatakan memecah kebuntuan berkaitan dengan program ASO di tanah air. Yang mana sejatinya, program itu sudah menjadi rekomendasi dari International Telecommunication Union (ITU) sejak 2006.

Dalam konteks kawasan Asean, hanya Timor Leste, Kamboja dan Myanmar yang hingga kini belum belum beralih ke digitalisasi penyiaran di kawasan Asean. Sedangkan sejumlah negara lainnya telah melakukan langkah ASO, seperti Singapura, Filipina, Thailand, dan Malaysia.

Kini, Indonesia pun mulai menggeber program digitalisasi penyiaran tersebut. Apalagi UU Cipta Kerja membuka kebuntuan kemudahan berusaha dan sudah memberikan arahan agar segera dilakukan migrasi dari teknologi analog ke teknologi digital (ASO).

Menteri Komunikasi dan Infomatika Johnny G Plate mengapresiasi lahirnya regulasi tersebut. Di mana dalam UU Cipta Kerja Pasal 72 Angka 8 disebutkan, migrasi penyiaran televisi terestrial dari teknologi analog ke teknologi digital (ASO) harus diselesaikan paling lambat dua tahun sejak UU Ciptaker berlaku. 

“Dengan adanya regulasi itu, pemerintah berencana melakukan seleksi penyelenggaraan multipleksing. Kami memiliki waktu kurang lebih 20 bulan untuk meneruskan persiapan penghentian siaran televisi analog dan beralih sepenuhnya ke siaran televisi digital di seluruh Indonesia,” jelasnya.

Ketentuan mengenai migrasi penyiaran telah ditetapkan Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 46 tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran. “PP Postelsiar ini sangat penting bagi proses migrasi televisi digital,” ujar Johnny G Plate dalam beberapa event konferensi pers, berkaitan dengan proses digitalisasi penyiaran.

Tak dipungkiri, penyelenggaraan multipleksing menjadi salah satu pekerjaan rumah terbesar dalam migrasi siaran analog ke digital (ASO). Pemerintah perlu segera menyeleksi lembaga penyiaran swasta (LPS) yang ingin terlibat sebagai penyelenggara multipleksing.

Dalam rangka itu, Kominfo pun berencana menyiapkan infrastruktur multipleksing di 22 provinsi untuk implementasi ASO tersebut yang ditargetkan pada 2 November 2022, sekaligus menjadi awal siaran televisi digital di Indonesia. 

Sebelum membahas lebih jauh berkaitan dengan program ASO tersebut. Tentu perlu diketahui apa itu digitalisasi penyiaran. Dahulu, kita menonton siaran televisi dalam format teknologi analog dan kini beralih ke bentuk digital.

 

Lebih Berkualitas

Kelebihan dari penyiaran dalam bentuk digital, masyarakat akan memperoleh manfaat soal resolusi gambar dan suara yang lebih stabil dengan kualitas yang lebih baik. Secara praktis, digitalisasi dianggap sebagai solusi untuk mengatasi keterbatasan dan inefisiensi di penyiaran analog. Efisiensi dan optimalisasi yang paling nyata dalam penyiaran, di antaranya adalah kanal siaran dengan jumlah yang lebih banyak dan infrastruktur penyiaran, seperti menara pemancar, antena, dan saluran transmisi yang masing-masing cukup menggunakan satu alat untuk banyak siaran.

Dalam konteks migrasi ke televisi digital, penggunaan infrastruktur akan lebih efisien. Lembaga penyiaran bisa berbagi infrastruktur. Dengan berbagi infrastruktur antara lembaga penyiaran, satu kanal frekuensi dalam pengoperasian multipleksing dapat menyiarkan hingga sepuluh program secara bersamaan.

Untuk mengatur proses migrasi itu, pemerintah pun sudah mengakomodasinya melalui PP Postelsiar. Misalnya, yang telah mengatur multipleksing bagi penyelenggara dalam jumlah terbatas.

Pertanyaan selanjutnya, apa itu multipleksing? Multipleksing adalah teknik menggabungkan beberapa sinyal untuk dikirimkan secara bersamaan pada suatu kanal transmisi, dengan menggunakan perangkat yang bernama multiplekser (mux). Saat ini masing-masing lembaga penyiaran memiliki mux untuk memberikan program siaran kepada masyarakat.

Sebagai Lembaga Penyiaran Publik (LPP), TVRI mendapatkan tugas sebagai penyelenggara siaran televisi digital sekaligus berperan menyelenggarakan multipleksing bagi lembaga penyiaran lain.

Catatan Kominfo menunjukkan, ada 12 provinsi yang telah terselenggara multipleksing oleh Lembaga Penyiaran Swasta (LPS). Artinya, 22 provinsi lainnya belum memiliki penyelenggara multipleksing.

Untuk itulah, Kominfo berencana membuka seleksi, terutama di daerah-daerah yang masih butuh penyelenggara multipleksing. Kominfo juga telah menetapkan pedoman seleksi melalui Keputusan Menteri Kominfo nomor 88 tahun 2021 tentang Pedoman Evaluasi dan Seleksi Penyelenggara Multipleksing Siaran Televisi Digital Terestrial.

Menurut Menteri Johnny, dirinya juga membentuk tim pelaksana seleksi melalui Keputusan Menteri Kominfo nomor 90 tahun 2021 tentang Tim Evaluasi dan Seleksi Penyelenggara Multipleksing Siaran Televisi Digital Terestrial. “Tim seleksi akan bekerja secara profesional, kredibel, dan akuntabel sesuai peraturan perundang-undangan berlaku,” tegasnya.

Menteri Kominfo menyatakan, tim seleksi yang telah dibentuk ditugaskan untuk menyiapkan tata cara pelaksanaan seleksi berdasarkan pedoman yang telah ditetapkan ke dalam dokumen seleksi dan untuk menyelenggarakan seluruh tahapan seleksi sampai dengan penetapan pemenang penyelenggara multipleksing

“Selain itu, lembaga penyiaran swasta dapat segera mempersiapkan diri untuk pendaftaran dan pemasukan dokumen sampai dengan 5 April 2021 mendatang,” jelasnya. 

Mengenai pelaksanaan seleksi, menurut Menteri Johnny, akan diselenggarakan secara daring melalui situs seleksimux.kominfo.go.id. “Dokumen seleksi dapat diakses dengan mudah bagi semua, sehingga proses seleksi ini dapat berjalan secara transparan,” ujarnya.

Harapannya, program ASO berjalan mulus karena membuka peluang bisnis baru, baik dari sisi penyelenggara lembaga penyiaran, industri konten kreatif, terutama di daerah-daerah. Sehingga, industri penyiaran tumbuh lebih sehat.



Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari