"Rasanya sih melanjutkan pekerjaan yang belum selesai, masalah agraria, masalah redistribusi, masalah reforma agraria," ujar Sofyan.
Sofyan mengatakan, Jokowi berpesan kepadanya agar menyelesaikan redistribusi lahan dan memperkuat kepastian hukum dalam hal kepemilikan lahan. Selain itu, Presiden menargetkan kepadanya agar bisa menyelesaikan pendataan seluruh lahan di Indonesia pada 2025.
Pria asal Aceh ini juga memastikan tak ada perubahan nomenklatur pada kementerian yang dipimpinnya, yakni tetap disebut Kementerian Agraria dan Tata Ruang. "Tidak ada perubahan nomenklatur, tetap seperti yang lama. Presiden mempercayai saya,” ujar Sofyan.
Pria kelahiran Aceh Timur, 23 September 1953 itu punya jam terbang cukup tinggi sebagai pemimpin kementerian. Sejak Oktober 2004 hingga Mei 2007, Sofyan pernah menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika dalam kabinet pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Pada era SBY pula, Sofyan pernah menjabat Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Indonesia. Pada 2014, begitu kabinet baru diumumkan, aktivis KBPII ini dipilih menjadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Kemudian, saat presiden melakukan reshuffle pada 2015, Sofyan dipindahkan menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia atau Kepala Bapennas hingga 2016. Baru pada 2016 hingga saat ini, ia menduduki posisi Menteri ATR.
Pada periode kedua SBY, Sofyan juga pernah menjabat sebagai Ketua Tim Kajian Strategis (Telstra) Kantor Wakil Presiden Budiono. Ia membantu Wapres dalam kajian, perumusan dan evaluasi berbagai kebijakan strategis, antara lain, pembangunan Infrastruktur, pendidikan dan reformasi birokrasi.
Tak dipungkiri, perjalanan hidup Sofyan cukup keras hingga berhasil, bahkan hingga dipercaya menduduki jabatan menteri di dua presiden yang berbeda. Dalam kisahnya, Sofyan pernah menjadi pedagang telur.
Sofyan berasal dari keluarga sederhana. Bapaknya tukang cukur, ibunya guru mengaji. Tidak heran bila Sofyan kecil berjualan telur untuk menambah biaya hidup. Sekolah dasar dan menengah dia selesaikan di Aceh.
Sofyan sosok anak yang memiliki tekad belajar yang kuat. Pada tahun 1976, dalam usia 23 tahun, dia berangkat ke Jakarta untuk menghadiri kegiatan Muktamar Nasional Pelajar Islam Indonesia (PII). Sejak itu, ia memilih tetap tinggal di Jakarta.
Pelbagai kerja serabutan dia lakukan. Dia menjadi kondektur metromini dan juga menjadi pengurus masjid Pusdiklat Kejaksaan Agung, Jakarta. Tiada hari tanpa kuliah dan kerja. Usai bekerja di pagi hari, ia lanjutkan kuliah sore di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, bidang studi hukum bisnis.
Sofyan tamat pada 1983 dan menggondol gelar sarjana hukum pada usia 30 tahun. Setelah itu, ia ikut lembaga kajian, dan mendapatkan beasiswa ke luar negeri untuk meraih gelar master dan doktor di Tufts University, Medford, Massachusetts, Amerika Serikat.
Berbekal pendidikan yang dimiliki, pintu sukses mulai terbuka untuk Sofyan. Mulai menjadi dosen, peneliliti, konsultan, hingga menjadi komisaris berbagai perusahaan lokal dan mancanegara hingga akhirnya menjadi Menteri di era SBY dan dua periode di era Jokowi. (F-1)