Indonesia.go.id - Komitmen Benahi Sisi Administrasi

Komitmen Benahi Sisi Administrasi

  • Administrator
  • Jumat, 22 November 2019 | 03:47 WIB
POLEMIK DANA DESA
  Diskusi Media FMB 9 dengan tema Polemik Dana Desa di Kementerian Kominfo, Jakarta, Selasa (19/11/2019). Foto: IndonesiaGOID/Hermawan Susanto

Ditjen Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri menilai desa hantu atau fiktif itu sebetulnya tidak ada. Desa itu hanya sedang proses administratif.

Fenomena 'desa hantu' atau desa fiktif jadi sorotan beberapa waktu terakhir. Awalnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan adanya beberapa desa fiktif tak berpenduduk yang sengaja didaftarkan untuk mendapatkan dana desa yang digulirkan pemerintah.

Sontak, pernyataan Menkeu itu membuat geger. Kementerian Dalam Negeri pun langsung meresponsnya. Salah satu organnya, yakni Ditjen Pemerintahan Desa, langsung turun tangan menginvestigasi kebenaran desa hantu itu. Satu tim pun diterjunkan untuk mengecek desa yang terindikasi fiktif yang berlokasi di Sulawesi Tenggara.

Ditjen Pemerintahan Desa pun mengakui ada lima desa yang dinilai  malaadministrasi, atau tengah dibenahi sisi administrasinya. Tapi sebagaimana disampaikan Dirjen Pemerintahan Desa Nata Irawan, pihaknya menolak keras penyebutan desa hantu atau desa fiktif.

"Desa itu, desa yang sedang dalam perbaikan administrasi. Nanti kita lihat di lapangan hasilnya seperti apa tentu akan kita komunikasikan, tim kami saat ini masih ada di 5 desa di Konawe. Hasilnya nanti tentu melalui mekanisme Puspen, dan terakhir baru Menteri Dalam Negeri," kata Nata, Selasa (12/11/2019).

Sebagai gambaran, saat ini jumlah desa di Indonesia mencapai 74.597 desa dengan karakteristik kemampuan SDM perangkat desa yang bermacam-macam. Khusus untuk desa, pemerintah mengaturnya dalam regulasi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Selain itu, dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2017 juga mengatur soal desa harus memiliki penduduk dengan data yang akurat, berapa luas wilayahnya, dan batas-batas desanya. Permen itu harus dipenuhi bila pendirian desa sesuai dengan Permendagri itu, jumlah penduduk, luas wilayah dan batas desa, peta desa.

Dana untuk terselenggaranya otonomi daerah termasuk pemerintah desa tidak kecil. Selama 2019 saja, mengutip data Kementerian Keuangan, kementerian itu harus menyediakan dana Rp70 triliun yang dibagi ke 74.587 desa, atau setara dengan Rp900 juta per desa.

Dana Desa sendiri dicairkan melalui tiga tahapan. Dana Desa dicairkan dari RKUN (Rekening Kas Umum Negara) ke RKUD (Rekening Kas Umum Daerah) dalam tempo tertentu. Adapun anggaran dana desa disalurkan melalui tiga tahap yakni tahap I sebesar 20%, tahap II sebesar 40% dan tahap III sebesar 40%.

Pada tahap I, Pemerintah Daerah diharuskan menyerahkan Perdes (Peraturan Desa) dan APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa). Tahap II diwajibkan memberikan laporan realisasi dan konsolidasi dana desa tahun sebelumnya.

Selanjutnya, pada tahap III, mereka wajib memberikan seluruh laporan yang ada di tahap I dan II secara lengkap. Sebuah pekerjaan yang tidak ringan dengan keterbatasan dan disparitas kemampuan SDM yang seadanya saja.

Tanpa mau berpolemik soal desa hantu, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti mengemukakan, proses penyaluran dana desa merupakan dana yang peruntukannya langsung diberikan kepada desa dari Pemerintah Pusat. Tahun 2019 saja, alokasi dana desa mencapai Rp70 triliun.

Cara penganggarannya dibahas bersama DPR seperti membahas semua komponen APBN. Jumlah desa yang mendapatkan dana itu ditentukan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Artinya, Kemenkeu mendapat daftar nama desa penerima dari Kemendagri.

"Tugas Kementerian Keuangan adalah menyalurkan dana desa. Di Kementerian Keuangan ada 2 Direktorat Jenderal—Ditjen Perimbangan Keuangan dan Ditjen Perbendaharaan," jelas Astera Prima dalam acara Forum Merdeka Barat 9 bertema "Polemik Dana Desa: Sudah Tepat Guna?" Selasa, (19/11/2019).

Melalui 3 Tahap

Selanjutnya, dana desa oleh Kementerian Keuangan disalurkan melalui Ditjen Perbendaharaan melalui tiga tahap. Tahap pertama disalurkan 20%, paling cepat dicairkan pada Januari, paling lambat minggu ke-3 Juni.

Berikutnya, tahap kedua adalah 40% dengan waktu pencairan pada Maret (paling cepat), dan paling lambat minggu ke-4 pada Juni. Tahap ke-3, disalurkan 40% dibayarkan paling cepat Juli, paling lambat pada Desember. 

Berkaitan dengan isu desa yang melakukan malaadministrasi yang belakangan merebak terutama yang terjadi di Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara, Kementerian Dalam Negeri pun tidak mau menjadi polemik yang berkepanjangan.

“Kami mengharapkan ada isu tidak lantas menyurutkan semangat berbagai pihak untuk membangun desa,” ujar Direktur Fasilitas Keuangan dan Aset Pemerintahan Desa Kemendagri Benni Irawan dalam diskusi yang sama, Selasa (19/11/2019).

Benni pun mengakui adanya kejadian di Konawe, Sultra. “Saya tegaskan, ini hanya seujung kuku. Jangan sampai isu ini melemahkan dan menggugurkan semangat untuk membangun desa. Persentase persoalan itu hanyalah kecil, dibanding dengan jumlah desa di Indonesia,” katanya. 

Benni menyampaikan harapannya, apapun hasil verifikasi timnya tidak akan menghapus perubahan positif yang belakangan mulai tumbuh di tingkat desa. “Yang jelas, di era pemerintahan sekarang masyarakat desa mendapatkan dukungan dari pemerintah secara langsung melalui anggaran dana desa. Kondisi ini sangat berbeda dengan pemerintahan sebelumnya.”

Dengan kemampuan memberikan manfaat bagi masyarakat, Benni menambahkan,  diharapkan memunculkan kebanggaan untuk bisa membangun kehidupan sosial yang lebih damai dan harmonis di desa.

”Ujung dari semua itu, pembangunan desa menjadi lebih baik, dan negara akan lebih baik ke depannya,” ujar Benni. (F-1)