Indonesia.go.id - Persiapan Lahir Batin Calon Pengantin

Persiapan Lahir Batin Calon Pengantin

  • Administrator
  • Jumat, 22 November 2019 | 05:24 WIB
KURSUS PRANIKAH
  Pasangan peserta nikah massal berjalan keluar dari Kantor Urusan Agama (KUA) usai mengikuti acara Nikah Massal Warga Mojo, Pasar Kliwon, Solo, Jawa Tengah, Selasa (29/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

Menikah merupakan bagian dari perjalanan hidup. Salah satu tujuan pernikahan adalah demi menjaga keberlanjutan generasi. Kendati menikah menjadi impian bagi banyak orang, banyak juga perselisihan yang terjadi dalam pernikahan.

Pemerintah baru saja mewacanakan adanya Kursus Pranikah. Kursus ini sebenarnya adalah pembekalan yang diberikan kepada calon pengantin, agar mereka siap dan paham sebelum menakhodai bahtera rumah tangga.

Program semacam ini sebenarnya sudah berlangsung lebih jauh di negara lain. Di Korea Selatan, misalnya, malah terdapat mata kuliah tentang cinta dan pernikahan. Sekolah sebelum pernikahan di beberapa negara sudah menjadi hal lumrah. Bahkan di Inggris, Irlandia, dan Amerika, sekolah pranikah sudah tidak asing lagi.

Pertanyaanya kemudian, perlukah kursus sebelum menikah diberlakukan di Indonesia? Di Indonesia sekolah pranikah belum begitu familiar. Masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa untuk menikah tak perlu sekolah. Oleh sebab itu muncul kesalahpahaman di akar rumput. Padahal, sekolah pranikah ini penting untuk memahami makna pernikahan itu sendiri, sehingga dapat meminimalisir perceraian.

Faktanya, berdasarkan data dari Dirjen Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung pada periode 2014-2016, perceraian di Indonesia trennya memang meningkat. Dari 344.237 perceraian pada 2014, naik menjadi 365.633 perceraian di 2016. Rata-rata angka perceraian naik 3 persen per tahunnya.

Banyak faktor yang memengaruhi keharmonisan pernikahan. Salah satu penyebabnya adalah ketidaksiapan calon pengantin dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Jiwa mereka belum matang. Mental mereka belum siap.

Oleh sebab itu, kursus pranikah menjadi penting untuk menjembatani kesalahpahaman semacam itu. Agar calon pengantin mengerti bahwa mereka sedang memasuki fase kehidupan yang berbeda dari sebelumnya.

Materi yang diberikan dalam kursus itu meliputi pengenalan diri, pengenalan pasangan, cara berkomunikasi, dan mengupas masalah-masalah yang sering terjadi dalam pernikahan beserta solusinya.

Setiap pasangan akan belajar bagaimana berkomunikasi dengan baik, mengekspresikan cinta dan perhatian, bersenang-senang bersama, menghargai satu sama lain, dan menciptakan hubungan yang memuaskan keduanya.

Sejatinya, pelatihan pranikah ini sebelumnya telah dilakukan. Hanya saja belum dikerjakan secara masif. Pemerintah menghendaki agar program itu disempurnakan. Dengan cara melibatkan kementerian yang dianggap relevan.

Selama ini sebenarnya sudah ada program kursus calon pengantin (suscatin) yang digulirkan Kementerian Agama (Kemenag). Namun program itu tidak berjalan maksimal lantaran pihak Kemenag kesulitan anggaran.

Oleh karena itu, program ini akan ditarik ke Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Nantinya, program itu akan melibatkan lebih dari empat kementerian. Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, Kementerian Koperasi dan UMKM, serta BKKBN sebagai leading sektor-nya.

Menteri Koperasi akan terlibat, karena nanti pasangan yang belum punya kerjaan, yang nganggur, calon pengantin bonek ini dia harus mendapatkan kesempatan, diberi peluang untuk mendapatkan akses ke pembiayaan.

Pemerintah akan mencoba membantu khusus untuk calon pengantin yang berstatus pengangguran, dengan memberikan pelatihan berwirausaha. Program tersebut akan disinkronkan melalui program Kartu Prakerja.

Intinya pemerintah tidak ingin ada pasangan rumah tangga baru yang menambah jumlah rumah tangga miskin. Karena itu akan menjadi problem berat. Pada akhirnya akan membebani negara.

Pemerintah berencana menerapkan program kursus atau pembekalan pranikah mulai tahun depan. Program pembekalan pranikah itu bukanlah sertifikasi. Melainkan merupakan pembekalan bagi mereka yang hendak melangsungkan pernikahan, dan di akhir pembekalan mereka akan memperoleh sertifikat.

Peserta kursus akan dibekali juga tentang ekonomi keluarga atau ekonomi kerumahtanggaan. Kemudian masalah kesehatan, kesehatan reproduksi terutama agar bisa menyiapkan anak-anak yang nanti akan menjadi generasi penerus bangsa menjadi lebih berkualitas. Rencananya pelatihan ini akan digelar tanpa dipungut biaya.

Jadi sebetulnya, siapapun yang memasuki perkawinan mestinya mendapatkan semacam upgrading tentang bagaimana menjadi pasangan berkeluarga, terutama dalam kaitannya dengan reproduksi. Karena mereka kan akan melahirkan anak yang akan menentukan masa depan bangsa ini.

Pentingnya edukasi untuk calon pasangan yang akan menikah agar mereka bisa mengaplikasikan pendidikan itu saat sudah menikah dan memiliki anak. Karena itu perlu adanya kursus pranikah bagi para calon orang tua, khususnya calon Ibu.

Di situlah, informasi penyakit-penyakit yang berbahaya untuk anak, termasuk stunting diberikan. Untuk memastikan bahwa mereka memang sudah cukup menguasai bidang-bidang pengetahuan yang harus dimiliki itu sebelum berumah tangga.

Pemerintah masih mempertimbangkan kewajiban memiliki sertifikat menikah bagi pasangan yang hendak menikah, yang nantinya akan diisi juga kursus pranikah antara suami dan istri. Wacana tersebut telah didukung Komnas Perempuan dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Program pembekalan pranikah sebenarnya bukanlah sertifikasi. Program itu merupakan pembekalan bagi mereka yang hendak melangsungkan pernikahan, dan di akhir pembekalan mereka akan memperoleh sertifikat. Pemberian sertifikat itu untuk memastikan, bahwa setiap calon pasangan pengantin muda sudah dibekali pengetahuan yang cukup sebelum menikah.

Untuk pembekalannya, rencananya akan diberikan melalui dua model, yakni online dan offline. Kemudian program pembekalan pranikah ini juga akan diterapkan sefleksibel mungkin, agar programnya optimal dan tidak mempersulit publik.

Misalnya dua tahun sebelum nikah seseorang sudah boleh mengambil pembekalan pranikah. Kemudian juga boleh dipilih modul sesuai kapasitas individu. Misalnya seorang dokter yang ikut kursus pranikah, dia tidak perlu lagi mengambil modul yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi.

Menikah penting, tapi memahami seluk-belum pernikahan jauh lebih penting. Hal itu sebagai fondasi rumah tangga sejak pertama kali dibangun. Untuk itu, kursus pranikah adalah program yang sangat membantu calon pengantin sebelum mengarungi lautan kehidupan dalam bahtera rumah tangga. (E-1)