Gelombang serangan virus corona belum dapat dibendung. Sampai awal pekan kedua Februari (11/2/2020), sebanyak 1.013 orang dari 42.500 pasien yang terinfeksi dinyatakan meninggal akibat kuman itu. Sebagian besar korban di wilayah Tiongkok, namun virus ini sudah teridentifikasi muncul setidaknya di 30 negara, termasuk sebagian besar Asean. Namun, sejauh ini tidak ditemukan kasus kejangkitan di Indonesia.
Tak berarti kesiagaan boleh dikendurkan. Kewaspadaan ini terlihat di 135 pintu masuk ke wilayah RI. Di sana, di gerbang masuk darat, pelabuhan laut, maupun bandar udara, petugas gabungan yang berintikan tenaga medis dari Kementerian Kesehatan terus memeriksa semua orang yang baru tiba dari luar negeri. Pemindaian dilakukan dengan thermal scanner.
Bila ada traveler yang suhu tubuhnya terpantau di atas normal, ia akan dibawa ke klinik untuk menjalani pemeriksaan singkat. Kalau ada gejala awal yang menunjukkan demam dan batuk, ia akan dirujuk ke RS (rumah sakit) terdekat. Di seluruh Indonesia telah disiapkan 100 unit RS rujukan yang dapat melakukan diagnosis awal atas gejala klinis infeksi virus wuhan, dari daratan Tiongkok itu.
Tentu, RS-RS rujukan itu tidak hanya melayani para pelintas batas negara. Mereka melayani pasien dari manapun. Sampai akhir pekan lalu (8/2/2020), menurut catatan di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, ada 58 orang pasien yang telah menunjukkan gejala awal terjangkiti virus corona (2019-n CoV) itu.
Mereka umumnya mengalami demam tinggi, batuk pilek, sakit tenggorokan, sesak nafas dengan kondisi paru-paru basah berlendir-ditandai oleh adanya gambar kabut pada hasil pindaian foto radiologi. Mirip gejala pneumonia (paru-paru basah). Pada pasien dengan gejala tersebut telah dilakukan pengambilan sampel dahak dan darah yang kemudian segera dikirim ke Laboratorium Pusat Biomedis Badan Litbang (Penelitian dan Pengembangan) Kementerian Kesehatan di Jakarta.
“Hasilnya negatif. Tak ditemukan adanya infeksi 2019-n CoV,” kata Dokter Anung Sugihantono, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes. Ke-58 spesimen itu berasal dari 19 rumah sakit yang tersebar di 16 provinsi. Terkait dengan identifikasi virus 2019-n CoV , hanya Laboratorium Pusat Biomedis Kemenkes di Jl Percetakan Negara, Jakarta Pusat, yang diserahi otoritas untuk melakukannya. Vonis akhir dari sana.
Masalah kewenangan pemeriksaan ini pun menjadi sorotan tersendiri. Media berpengaruh di Australia, The Sydney Morning Herald (SMH), bahkan mengkhawatirkan ketiadaan kasus 2019-n CoV di Indonesia. Pada edisi 5 Februari 2020, SMH menggarisbawahi nihilnya infeksi virus wuhan ini, seraya menyatakan kekhawatirannya akan kemungkinan adanya kasus yang tidak terdeteksi di tengah penduduk Indonesia yang berjumlah hampir 270 juta ini. Sementara itu, virus telah menyebar ke-30 negara.
Fasilitas yang tersedia untuk identifikasi 2019-n CoV sebelumnya juga sempat dipertanyakan oleh The Sydney Morning Herald pada edisi sebelumnya. Ketersediaan kit terbaru untuk virus corona wuhan ini, yakni paket reagen (bahan kimia) dan spesimen control, disebutnya belum cukup tersedia. Otoritas di Indonesia juga dikatakan belum mengantisipasi kemungkinan penularan virus ini secara luas, dengan hanya memusatkan observasinya di Jakarta. Pun harus menunggu 5 hari untuk tahu hasilnya.
Sementara itu, sejumlah laboratorium menyatakan siap untuk melakukan identifikasi virus ini. Yang pertama ialah Eijkman Institute for Moleculer Biology, lembaga yang memang sudah puluhan tahun menggeluti riset di bidang inti sel dan material genetik. Lembaga yang memiliki reputasi tinggi ini kini bernaung di bawah Kementerian Riset dan Teknologi.
Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Profesor Muhammad Nasih pun menyatakan pihaknya siap membantu pemerintah mengidentifikasi virus 2019-n CoV. Bekerja sama dengan mitranya Universitas Kobe dari Jepang, kini Laboratorium Biomolekuler Unair telah memiliki piranti, lengkap dengan tenaga ahlinya, untuk mengidentifikasi virus tersebut dari runtutan kode genetiknya. Prosesnya hanya beberapa jam.
Menguak kode genetik virus bukan hal yang asing bagi para ilmuwan Indonesia. Sejak 30-35 tahun lalu para ahli biologi molekuler Indonesia telah melakukannya, seiring maraknya wabah virus HIV ketika itu. Institut Eijkman menjadi salah satu pelopornya. Disiplin ilmu biologi molekuler itu cepat berkembang di Indonesia dan menjangkau berbagai kampus, di berbagai kota.
Salah satu indikatornya ialah hadirnya piranti canggih RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction) Diagnoses Test di berbagai kampus, mulai dari Kota Banda Aceh, Medan, Padang, dan kampus besar lain di Sumatra, Jawa, Bali, Sulawesi, hingga Jayapura, Papua. Piranti ini dapat mengidentifikasi untaian kode genetik berbagai macam sel hidup termasuk virus.
Namun, tak berarti semua piranti itu siap mengidentifikasi virus 2019-n CoV. Diperlukan kit khusus untuk setiap jenis virus. Pasalnya, diperlukan reagen (bahan kimia) yang spesifik untuk dapat mengekstraksi untaian asam nukleat (DNA/RNA) pada sel hidup, terutama virus. Kit terbaru itu tak selalu tersedia.
Maka, khusus untuk virus 2019-n CoV pemerintah hanya mempercayakan kepada Laboratorium Biomedis dari Badan Litbang Kemenkes. Menurut Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Anung Sugihantono, piranti PCR di Laboratorium Biomedis sudah diaudit dan dipastikan memenuhi Standar Biosafety 2, segala kit, dan spesimen kontrolnya tersedia, bahkan jenis yang paling mutakhir. Walhasil, identifikasi spesimen pasien bisa dilakukan dalam satu hari.
Para dokter di RS-RS rujukan juga dipastikan mampu melakukan pemeriksaan klinis, laboratorium, dan radiologi, untuk memastikan bila ada pasien yang tergolong suspect virus corona wuhan. Spesimen dahak dan darah pasien suspect inilah yang harus diikirim ke Laboratorium Biomedias Kemenkes di Jakarta.
Para pejabat Kemenkes tentu tidak mengesampingkan bahwa ada sejumlah lembaga lain yang sanggup melakukan identifikasi virus wuhan. Namun, karena terkait dengan masalah sensitif yakni wabah virus berbahaya, dan berhubungan dengan kepercayaan publik dalam dan luar negeri, soal ini ditangani lembaga yang langsung di bawah pengampu otoritas tertinggi, yaitu Kementerian Kesehatan. Dengan suspect yang ada saat ini, Laboratorium Biomedis Kemenkes masih mampu melaksanakan tugas khusus ini.
Penulis : Putut Tri Husodo
Editor Bahasa : Ratna Nuraini