Indonesia.go.id - Solusi Ketergantungan Impor Bahan Baku Obat

Solusi Ketergantungan Impor Bahan Baku Obat

  • Administrator
  • Rabu, 12 Februari 2020 | 18:43 WIB
HOLDING FARMASI
  Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir (kedua kanan) bersama Direktur Utama Kimia Farma Tbk Verdi Budidarmo (kanan), Direktur Utama Indofarma Tbk Arief Pramuhanto (kedua kiri) dan SEVP Produksi Bio Farma Juliman, menyampaikan keterangan pers tentang holding BUMN farmasi di Jakarta, Rabu (5/2/2020). Terbentuknya holding BUMN Farmasi diharapkan dapat memperkuat kemandirian industri farmasi nasional dalam hal penelitian dan produksi, serta mendorong penerapan produksi dan quality management system untuk mendapatkan Pre-Qualification WHO. FOTO : ANTARA/Puspa Perwitasari/ama.

Tujuan pembentukan holding BUMN Farmasi adalah untuk menekan impor bahan baku obat, yang nantinya akan membantu menurunkan harga obat.

Industri farmasi dalam negeri termasuk industri yang telah lama berdiri dan mampu memenuhi 75% kebutuhan obat dalam negeri. Sayangnya, akibat ketergantungan yang masih tinggi terhadap bahan baku impor, harga obat pun jadi mahal.

Presiden Joko Widodo sudah pernah menyoroti masalah itu. Bahkan, Kepala Negara juga sudah menyatakan keprihatinannya. Oleh karena itu, salah satu perintah presiden adalah memangkas regulasi yang dianggap menghambat pengembangan industri farmasi.

Harapannya, harga obat bisa lebih murah. Bagi Presiden Joko Widodo, pemangkasan regulasi merupakan salah satu upaya untuk mengikis penghambat pengembangan industri farmasi. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pun cepat merespons harapan Kepala Negara RI tersebut. Mereka merencanakan pembentukan holding BUMN farmasi. Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 76 Tahun 2019, holding BUMN farmasi direalisasikan.

Holding itu melibatkan tiga BUMN farmasi. PT Bio Farma (Persero) menjadi induk holding yang di dalamnya tergabung dengan dua BUMN Farmasi lainnya, yakni PT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma Tbk. PP Nomor 7 Tahun 2019 juga menyebutkan soal penambahan penyertaan modal negara ke dalam saham PT Bio Farma.

Selain terbitnya PP, keputusan Menteri Keuangan Nomor 862/KMK.06/2019 tentang penetapan nilai penambahan penyertaan modal negara ke dalam saham PT Bio Farma serta ditandatanganinya akta pernyataan perjanjian pengalihan saham Nomor 37 tanggal 31 Januari 2020 juga telah dikeluarkan.

Dengan demikian, seluruh saham seri B milik negara di Indofarma dialihkan ke Bio Farma sebagai penambahan penyertaan modal negara. Dengan adanya pengalihan seluruh saham seri B tersebut, saham seri B Indofarma dimiliki 80,664% oleh Bio Farma dan 19,336% milik investor publik.

Saham seri A dwiwarna tetap dimiliki oleh negara. Status perseroan yang semula perusahaan persero menjadi perusahaan nonpersero, serta negara masih mengontrol Indofarma.

Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan, ada beberapa tujuan positif dari pembentukan BUMN Farmasi. Pertama, terkait harga obat yang masih mahal di pasaran. Dia menegaskan, ada peluang penurunan harga obat melalui holding BUMN Farmasi.

"Itu [harga obat lebih murah] sangat memungkinkan. Dengan kolaborasi ini, masyarakat akan mendapat harga obat yang lebih terjangkau," ujar Honesti di Jakarta, Rabu (5/2/2020).

Hal itu, kata Honesti, sejalan tujuan pembentukan holding BUMN Farmasi yakni upaya menekan impor bahan baku obat, yang nantinya akan membantu menurunkan harga obat. Holding BUMN Farmasi akan mendorong untuk mengurangi ketergantungan Indonesia akan impor.

"Saat ini, pembuatan produk farmasi 90% berasal dari impor. Targetnya jelas, 90% bahan baku itu impor, sehingga holding ini diminta untuk mengurangi itu," kata Honesti.

Ada Sinergi

Apa yang dilakukan Kementerian BUMN bisa jadi jalannya sudah benar. Dengan dibentuknya holding farmasi itu tentu harapannya nantinya akan ada sinergi bersama para anak usaha tiap perusahaan untuk meningkatkan kapasitas produksi.

Sebab, sebelum adanya holding, tiap pelaku usaha farmasi saling bersaing berebut pasar dan tidak fokus dalam peningkatan produksi bahan baku. Dengan adanya holding diharapkan mengurangi overlap bisnis dari Kimia Farma dan Indofarma yang bisnisnya sering beririsan.

Itu terklarifikasi, seperti disampaikan Honesti, hal itu terjadi pada obat generik Kimia Farma dan Indofarma yang saling beririsan sekitar 80%. Oleh karena itu, mulai 2020 ini, Kimia Farma dan Indofarma akan memiliki arah bisnisnya masing-masing.

Indofarma akan fokus pada alat kesehatan dan natural extract. Perusahaan ini juga bakal mengembangkan bisnis obat-obatan sesuai tren penyakit yang berkembang, seperti diabetes, jantung, kanker, dan stroke. Produk Indofarma itu menyesuaikan penyakit yang berkembang di masyarakat, salah satunya adalah penyakit degeneratif yang timbul akibat gaya hidup atau perilaku yang tidak sehat.

Sedangkan Kimia Farma fokus pada aktivitas di bidang industri kimia dan farmasi seperti perdagagan dan jaringan distribusi, serta retail farmasi, layanan kesehatan, dan optimalisasi aset. Kemudian Biofarma akan tetap fokus pada produksi vaksin dan antiserum.

Harapan pemerintah tentu sangat besar dengan berdirinya holding farmasi tersebut. Seperti disampaikan Menteri BUMN Erick Thohir, sub holding BUMN farmasi dibentuk dalam rangka menciptakan ketahanan kesehatan dan mengurangi impor obat.

"Sub holding BUMN farmasi baru terbentuk periode Kabinet Indonesia Maju sekarang. Jadi ini merupakan salah satu pencapaian Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Menteri BUMN Erick Thohir. Di mana kementerian berhasil membuat sub holding," ujar Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga di Jakarta, Selasa (4/2/2020).

Pembentukan holding farmasi sudah menjadi jalan yang benar. Harus diakui, Indonesia dengan jumlah populasi yang besar menjadi peluang pasar yang sangat besar. Dan, bangsa ini mampu memenuhinya.

Sebagai gambaran, industri farmasi ini memiliki prospek yang sangat besar. Industri kesehatan dunia besarnya USD7,6 triliun. Selain itu, pertumbuhan biaya kesehatan negara hampir selalu dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

Menurut catatan Kementerian Perindustrian, industri farmasi, produk obat kimia, dan obat tradisional tercatat tumbuh sebesar 4,46%dan memberikan kontribusi industri tersebut terhadap PDB industri pengolahan nonmigas sebesar 2,78% dan terus meningkat selama 5 tahun terakhir.

Terlepas dari semua itu, pembangunan ekosistem kesehatan nasional yang inklusif, mandiri dan efisien sudah berjalan di track yang benar. Harapannya, berdirinya holding BUMN farmasi ini tentunya dapat berkembang menjadi perusahaan kelas dunia. 

 

Penulis : Firman Hidranto
Editor bahasa : Ratna Nuraini