Pengalihan wewenang pemberian fasilitas investasi dari seluruh Kementerian dan Lembaga Pemerintah (K/L) mulai beralih ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) efektif per Senin 3 Februari 2020. Hal tersebut merupakan realisasi dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2019 tentang Percepatan Kemudahan Berusaha. Dalam Inpres itu, pemerintah mengalihkan pemberian fasilitas atau insentif investasi kepada BKPM.
Untuk memperlancar proses pendelegasian wewenang pemberian fasilitas investasi ini, maka ada sebanyak 25 pejabat penghubung dari setiap kementerian dan lembaga yang berkantor di BKPM. Pejabat penghubung ini akan membantu proses pemberian fasilitas investasi oleh BKPM kepada investor, terutama jika terdapat hal-hal teknis terkait fasilitas tersebut. Harapannya proses perizinan usaha dan pemberian fasilitas investasi akan menjadi jauh lebih efisien bagi investor, baik dari segi waktu dan biaya. Pengusaha tidak perlu datang ke seluruh kementerian dan lembaga. Cukup datang ke BKPM, nanti orang-orang kementerian dan lembaga yang ada di BKPM akan membantu menyelesaikan persoalan teknisnya.
Dalam Inpres 7/2019, Presiden menunjuk BKPM untuk mengkoordinasikan langkah-langkah perbaikan dalam rangka peningkatan peringkat Ease of Doing Business (EODB). Salah satunya dengan mengevaluasi pelaksanaan perizinan berusaha dan pemberian fasilitas investasi yang dilakukan dan diberikan oleh kementerian dan lembaga.
Sementara itu pada saat yang hampir bersamaan, pemerintah mengesahkan enam paket regulasi untuk mendorong kemudahan investasi di dalam negeri. Lewat Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pemerintah optimistis peringkat Ease of Doing Business (EODB) membaik, dari tahun lalu di posisi 73 dunia menjadi 60 dunia.
Regulasi yang melibatkan lintas kementerian dan lembaga ini meliputi sepuluh indikator, antara lain, kemudahan memulai usaha, perizinan mendirikan bangunan, pendaftaran properti, penyambungan listrik, pembayaran pajak, akses pengkreditan, perlindungan investor minoritas, perdagangan lintas negara, penegakan kontrak, dan penyelesaian perkara kepailitan.
Ada tiga regulasi yang segera diterbitkan. Pertama, Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang Kemudahan Pembangunan Listrik dan Sertifikasi Layak Operasi. Kedua, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) tentang Kemudahan untuk Mendapatkan Akses Pinjaman. Ketiga, Peraturan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tentang Kemudahan Penyediaan Bangunan.
Sementara, tiga regulasi lainnya masih dalam tahap pembahasan. Yakni, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Kemudahan Penyediaan Perseroan Terbatas, Peraturan Menteri ATR tentang Perubahan Hak Atas Tanah, dan Peraturan BKPM tentang Integrasi Wajib Lapor Ketenagakerjaan.
Secara umum seluruh regulasi ini molor dari jadwal implementasi sebelumnya pada 3 Februari 2020. Alasan BKPM, sinkronisasi dan harmonisasi lebih alot karena aturan yang dibuat dinilai cukup kompleks.
Enam regulasi ini nantinya akan disinergikan dengan aplikasi perizinan berusaha Online Single Submission (OSS) di bawah naungan BKPM. “Paket regulasi ini di bawah payung hukum Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2019 tentang Percepatan Kemudahan Berusaha yang sangat membantu investasi,” kata Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
Bahlil menegaskan, paket regulasi ini berada di luar pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja dan RUU Omnibus Law Perpajakan. Pemangkasan regulasi ini diharapkan dapat menciptakan peluang penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) Indonesia yang semakin membaik di tahun ini.
Adapun target realisasi investasi di 2020 sebesar Rp886 triliun naik 9,43% dari realisasi tahun lalu senilai Rp809,6 triliun. Sementara itu, BKPM berencana Rp246,3 triliun ditargetkan untuk investasi sektor manufaktur hilirisasi. Dan 45,6% investasi berkualitas tersebar di luar Pulau Jawa.
Perlu diketahui, pada 2019, realisasi investasi Rp809,6 triliun naik dari tahun 2018 yang sebesar Rp792 triliun. Investasi tersebut terdiri dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp386,5 triliun atau 47,7% dari total realisasi investasi dan penanaman modal asing (PMA) sebesar Rp423,1 triliun.
Sebenarnya sejak tahun lalu BKPM telah menerbitkan tujuh belas paket regulasi. Di mana sepuluh di antaranya diterbitkan sebelum laporan World Bank dalam EODB 2020 pada akhir Oktober 2019. Namun sepuluh regulasi tersebut belum mampu memperbaiki peringkat kemudahan berusaha di Indonesia.
Bahlil Lahadalia mengatakan, Indonesia merupakan salah satu tujuan investasi yang lebih baik dibandingkan Vietnam. Pasalnya, Indonesia memiliki potensi yang besar. Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah dengan daratan seluas 2,01 juta kilometer persegi, memiliki lautan seluas 3,25 juta kilometer persegi, dengan panjang garis pantai 99.093 km.
Namun pemerintah menyadari, untuk bisa menarik investasi dibutuhkan pembenahan di dalam negeri. Sebab, pengusaha hanya membutuhkan kepastian, kemudahan, serta efisiensi. Oleh karena itulah perubahan sedang dilakukan dan BKPM diberi otoritas untuk mempermudah urusan ini.
Ya, sebelumnya, bila pengusaha sudah mengurus izin investasi melalui Online Single Submission (OSS), mereka belum tentu bisa melakukan investasi. Sebab mereka masih harus mengurus izin dari berbagai kementerian/lembaga. Inilah yang membuat berbagai investasi mangkrak dengan nilai mencapai Rp708 triliun.
Penulis : Eri Sutrisno
Editor Bahasa: Ratna Nuraini