Indonesia.go.id - Rapid Test, Adu Cepat dengan Sebaran Virus

Rapid Test, Adu Cepat dengan Sebaran Virus

  • Administrator
  • Kamis, 19 Maret 2020 | 20:03 WIB
COVID-19
  Petugas medis memeriksa kondisi pasien di ruang isolasi saat simulasi Penanganan Pasien Corona di Rumah Sakit Lavalette, Malang, Jawa Timur, Jumat (13/3/2020). Nantinya piranti canggih PCR akan digubakan untuk mendeteksi SARS Cov-2. Foto: Antara Foto

Teknik PCR diakui akurat mendeteksi Covid-19. Namun selain mahal, pirantinya terbatas. Presiden Jokowi menyerukan pemakaian rapid test kit.

Hantu Covid-19 masih terus gentayangan di seluruh pelosok dunia. Indonesia tidak terkecualikan. Sampai Kamis (19/3/2020) siang, tercatat 309 orang terdeteksi positif terserang virus corona mutan di Indonesia. Episentrumnya di wilayah DKI Jakarta, dengan 210 pasien. Bahkan, virus jahat ini telah menerobos pagar Istana Presiden. Korbannya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

Setelah dirawat di RSPAD Gatot Subroto, kondisi Menteri Budi Karya dikabarkan membaik. Namun, jejak virusnya tertinggal di ruang sidang kabinet. Tak urung Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana pun merasa perlu mengecek kesehatannya. Spesimen keduanya diambil dan diperiksa di Laboratorium Biomedik milik Litbangkes Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di Jl Percetakan Negara, Jakarta.

Hasilnya, Presiden dan Ibu Negara dinyatakan sehat, bebas dari sergapan virus penyebab Covid-19. Meskipun hampir sepanjang  pekan lalu beberapa kali bertemu dengan Menteri Budi Karya, Presiden Jokowi tidak tertular, begitu halnya Ibu Negara. ‘’Sudah keluar hasil tesnya. Alhamdulillah, dinyatakan negatif," ujar Jokowi dalam video yang dikirim Biro Pers Istana, kepada wartawan.

 

Dukungan Laboratorium Canggih

Laboratorium Biomedik Kemenkes sejak dua  bulan terakhir memang sibuk memeriksa spesimen pasien dari berbagai daerah. Piranti yang tersedia di sana memang yang terbaik dan punya kemampuan memeriksa sampai 1.500 sampel per hari. Baru sepekan belakangan, tugas itu dibagi ke sejumlah lembaga. Di antaranya Lembaga Eijkman, yang laboratoriumnya ada di Kompleks RSCM, Jakarta, RS Unair, Surabaya, serta di laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Menular di sejumlah kota besar di Indonesia.

Deretan laboratorium tersebut mengoperasikan piranti canggih yang mampu mendeteksi SARS COV-2, begitu nama resmi virus penyebab penyakit Covid-19 itu. Piranti canggih itu dikenal sebagai PCR (Polymerase Chain Reaction), dan dilengkapi dengan sequencer (perunut) kode genetik virus secara lengkap dan akurat. Standar perkakas ini setara dengan piranti yang digunakan Center of  Desease Control, lembaga federal dengan otoritas tertinggi dalam pengendalian penyakit menular di Amerika Serikat. Pusatnya di Atlanta.

PCR bukan barang baru. Mesin fotokopi DNA ini pula yang digunakan dalam proyek global Human Genome 2000, pemetaan gen manusia, yang digelar antara 1991-2000. Presisinya diakui luar biasa. Perancang PCR ialah Kary B Mullis, ahli biologi molekuler dari San Diego, AS, yang meraih Penghargaan Nobel 1993. Yang digunakan untuk pemeriksaan Covid-19 di Indonesia adalah PCR versi mutakhir yang di dalamnya diintegrasikan pula sequencer DNA.

Untuk keperluan pemeriksaan, spesimen dahak dan/atau darah pasien diambil. Virus dalam spesimen dibiakkan dan diisolasi untuk kemudian dimasukkan ke dalam tabung kecil untuk diproses di dalam mesin PCR. Mula-mula, spesimen virus itu dipanaskan sampai 95 derajat Celsius. Proses denaturasi itu untuk memisahkan rantai  DNA menjadi dua untaian panjang asam nukleat. Keduanya akan menjadi template bagi PCR untuk menggandakannya dari satu menjadi dua, empat, delapan, dan seterusnya.

Dengan reagen khusus, berupa enzim taq polymerase, yang spesifik untuk setiap keperluan test, proses replikasi berjalan di bawah suhu 60 derajat Celsius. Proses replikasi itu terjadi karena taq polimerase menyediakan material primer (berupa potongan genome sepanjang 20-30 unit basa protein) yang diperlukan. Penambahan Magnesium Clorida (MgCl2) dalam reaksi ini bisa mempercepat prosesnya.

Setiap satu proses replikasi itu disebut satu putaran siklus dan siklus ini dilakukan berulang kali. “Hasil akhirnya adalah materi genetik berupa untaian asam nukleat yang identik,” kata Profesor Agus Setiyono, pathologist dari Institut Pertanian Bogor (IPB) yang sempat menyelesaikan post doctoral research di National Institute of Infectious Diseases, Tokyo, Jepang. Replikasi yang berulang dengan mesin  PCR itu diperlukan agar tersedia material genetik dalam jumlah yang cukup untuk diobservasi.

Selesai melakukan penggandaan atas rantai asam nukleat (material genetik), Profesor Agus Setiyono, dokter hewan lulusan IPB yang meraih gelar doktor di bidang veterinary sciences dari Universitas Gifu, Jepang itu menjelaskan bahwa mesin PCR menyajikan gambar visual tentang ukuran, susunan, serta segmentasi genomenya.

Untuk mendeteksi apakah pada spesimen dahak pasien terdapat SARS COV-2, misalnya, bisa dilakukan dengan membandingkan gambaran materi genetik yang digandakan PCR dengan material genetik asli dari virus standar, yang sudah disediakan sebelumnya. “Secara visual, bisa dilihat apakah keduanya identik atau tidak,” Profesor Agus menambahkan.

Hanya saja, observasi semacam itu dianggap belum cukup. Maka, seperti yang dilakukan oleh Litbang Kementerian Kesehatan, observasi pun dilanjutkan dengan squencing (perunutan) kode genetiknya. Piranti sequencer yang terintegrasi dalam mesin PCR itu bisa melakukan pemindaian atas susunan dan komposisi asam nukleat pada material genome yang telah digandakan itu. Ia pun bisa membandingkannya dengan genome standar virus yang ada. “Bila kesamaannya tinggi, sampai 99 persen, misalnya, tidak ada keraguan bahwa keduanya identik,” katanya. Artinya, pasien terserang Covid-19.

 

Rapid Test Kit Memenuhi Syarat

Namun, pemeriksaan infeksi virus dengan mesin PCR dan Sequencer itu makan waktu dan pirantinya pun terbatas. Meski Laboratorium Biomedis Kemenkes telah di-back-up oleh sejumlah laboratorium di berbagai kota, layanan diagnosis dengan PCR itu tidak akan mencukupi kebutuhan yang ada. Belum lagi, layanan PCR ini tergolong mahal. RS Unair Surabaya,

Maka, Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan Kementerian Kesehatan dan instansi lain yang terkait, untuk segera melakukan pemeriksaan cepat atau rapid test guna menguji status individu tertular virus corona atau tidak. “Segera lakukan rapid test dengan cakupan lebih besar, agar deteksi dini seseorang terpapar Covid-19 bisa dilakukan,” ujar Presiden Joko Widodo, ketika membuka rapat Tim Gugus Tugas Covid-19 melalui telekonferensi dari Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (19/3/2020).

Rapid test untuk Covid-19 memang sedang diupayakan di berbagai negara seperti Australia dan  Thailand. Sejumlah firma industri biomolekuler juga telah menawarkan Rapid Test Kit Covid-19, terutama dari Amerika dan Tiongkok. Bahkan, Pemerintah Tiongkok menyatakan siap mengirimkan piranti Rapid Test Kit Covid-19 itu ke-51 negara di dunia. Dalam 15 menit hasil tes siap disajikan.

Toh, masih ada kekhawatiran Rapid Test Kit Covid-19 yang kini ditawarkan banyak perusahaan biomolekuler itu kurang akurat, setidaknya presisinya tak sebaik PCR. Bahkan Pemerintah Thailand melarang penjualan Rapid Test Kit Covid-19 di toko-toko online, khawatir kualitasnya abal-abal.

Memang, pendekatannya berbeda. Bila PCR dan Sequencer-nya langsung memeriksa pada DNA virus, rapid test kit hanya mendeteksi antibodi, utamanya antimobodi IgG (Immunoglubolin-G) dan IgM (Immunoglubolin-M). Antibodi terbentuk sebagai reaksi sistem kekebalan tubuh terhadap serangan virus (antigen). Rapid test kit ini mudah digunakan. Darah pasien diambil dari lengan lalu disuntikkan ke tabung test kit dan reagen yang tersedia diteteskan, dua-tiga tetes. Pemindai dalam test kit akan memeriksa antibodi yang ada, dan hasilnya bisa muncul dalam 10–15 menit.

Profesor Agus Setiyono melihat rapid test kit cukup memenuhi syarat digunakan sebagai alat pendeteksi patogen. Menurutnya, antibodi yang terbentuk oleh sistem kekebalan tubuh itu spesifik. Maka, IgG dan IgM yang terbentuk akibat infeksi Covid-19 pun berbeda dari IgG dan IgM yang muncul gara-gara virus dengue, penyebab Demam Berdarah. “Untuk memeriksa ada tidaknya penularan, rapid test kit rasanya cukup memadai,’’ kata Profesor Agus.

Namun, dengan banyaknya merek yang beredar dari banyak pabrikan, bagi Profesor Agus, ada baiknya bila dilakukan pengujian sebelumnya. “Dengan begitu kita juga bisa mendapatkan produk yang paling sesuai,” ia menambahkan.

Dengan tersedianya sumber daya manusia yang cukup terlatih dalam teknologi biomolekuler, ia yakin pengujian test kit semacam itu tak harus memakan waktu lama. Konsumsi waktu memang menjadi isu penting saat otoritas kesehatan masyarakat harus beradu cepat dengan penyebaran virus.

 

Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur Bahasa :Ratna Nuraini