Indonesia.go.id - Tak Kesampingkan Dengue karena Corona

Tak Kesampingkan Dengue karena Corona

  • Administrator
  • Minggu, 22 Maret 2020 | 03:50 WIB
KESEHATAN
  Seorang anggota medis dari TNI-AD memasang jarum infus ke tangan pasien yang dirawat akibat terserang demam berdarah dengue (DBD) di puskesmas rawat inap Nita di Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, NTT,Jumat (13/3/2020). Kementerian Kesehatan mengirimkan lima dokter ahli, 12 perawat dan seorang petugas kesehatan lingkungan dari RSPAD Gatot Subroto untuk membantu mencegah semakin meluasnya kasus DBD di kabupaten itu . Foto: ANTARA FOTO/Kornelis Kaha

Sekitar 18 ribu kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) muncul antara Januari - Maret 2020. Korban meninggal 115 orang. Nusa Tenggara Timur (NTT)  terserang paling parah. Pemerintah tak mau lengah dengan DBD, meski harus siaga melawan Covid-19 .

Di bawah tenda warna kombinasi biru langit dan putih, yang didirikan di halaman Kantor Gubernur NTT (Nusa Tenggara Timur) di Kota Kupang, rapat  koordinasi digelar Jumat siang (20/3/2020). Bertindak sebagai tuan rumah ialah Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTT Benediktus Polo Maing, dan para serta rapat adalah delegasi Kantor Sekda dari 22 Kabupaten Kota yang ada di NTT.

Pilihan rapat dilakukan di tempat terbuka itu tentu terkait dengan wabah Covid-19 yang mengintai kerumunan di ruang tertutup. Peserta rapat duduk melingkar dalam format round table party, agar tak terlalu dekat satu sama lain. Meski seperti suasana pesta, rapat hari itu membahas situasi yang cukup genting di NTT: perang di dua front sekaligus, melawan endemi Demam Berdarah (DBD) dan pandemi Covid-19 yang disebabkan ledakan Virus Corona.

Jajaran Pemerintah Daerah NTT, provinsi maupun kabupaten-kota, memang tak boleh lengah. Badai Covid-19 telah terdeteksi masuk ke NTT. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT Dominikus Minggu di depan forum menyampaikan bahwa hingga Jumat hari itu tercatat ada 41 warga dalam status Orang Dalam Pemantauan (ODP) yang berpotensi terpapar Covid-19. Pada saat yang sama, ratusan pasien DBD masih dirawat di rumah sakit, meski penambahannya semakin landai pada pekan terakhir.

Para ODP Covid-19 terus dipantau dan sebagian diisolasi di rumah sakit. Rencana mitigasi disusun untuk menekan potensi penyebarannya. Namun, yang di depan mata adalah pasien DBD yang kini ada di rumah sakit. Mereka harus tetap mendapatkan perawatan terbaik.

Awal tahun 2020 ini, NTT termasuk daerah yang diserang DBD, penyakit yang timbul akibat infeksi virus Dengue dan ditularkan lewat nyamuk Aedes aegypti itu. Sampai pertengahan Maret, tercatat ada 3.731 kasus DBD di seluruh NTT, dengan angka kematian 43 orang. Yang paling parah serangannya terjadi di Kabupaten Sikka.

Secara nasional, amukan  DBD telah bergulir sebelum kegentingan Covid-19  terjadi. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mencatat  bahwa sejak Januari hingga pekan kedua Maret 2020 ini terjadi sekitar 18 ribu kasus serangan demam berdarah secara nasional. Korban meninggal 115 orang. NTT menjadi penyumbang mortalitas terbesar. Lonjakan besar serangan DBD itu terjadi  pada awal Maret 2000, dengan tambahan sekitar 3.000 pasien.

Tiga provinsi tertinggi  dalam kasus DBD 2020 ini adalah Nusa Tenggara Timur (NTT), Lampung, dan Jawa Timur (Jatim). Rinciannya, NTT  3.731 kasus, Lampung sebanyak 3.431 kasus, dan Jatim 1.761 kasus. Beberapa provinsi yang dicatat mengalami serangan DBD cukup berat ialah Jawa Barat, Jawa Tengah, Bengkulu, Sumatra Utara, Riau, Sumatra Barat, Kalimantan (kecuali Kalimantan Utara), dan Sulawesi Tenggara serta Sulawesi Tengah.

Sejumlah langkah penanggulangan DBD pun dilakukan oleh aparatur  pemda setempat. Ada fogging untuk mengendalikan ledakan nyamuk Aedes Aegypti, pembagian lotion anti nyamuk secara gratis, dan membagikan bubuk abate untuk memotong regenerasi nyamuk penular. Pemda setempat juga telah membagikan obat antinyamuk ke sekolah-sekolah. Sejumlah daerah membuka Posko 24 jam untuk pelayanan deteksi infeksi DBD dengan rapid test kit seperti dengan test Elisa.

Jajaran Pemda NTT sempat dibuat kalang kabut oleh serangan DBD ini. Mula-mula wabah endemik ini hanya muncul di lima kabupaten, antara lain Lembata dan Alor. Pemkab setempat pun mengirim petugas melakukan fogging di banyak lingkungan permukiman warga. Ketika infeksi di lima daerah tersebut surut, muncul terjangan di hampir semua kabupaten-kota yang ada di NTT.

Hingga pertengahan Maret 2020, serangan paling sengit terjadi di Kabupaten Sikka, Flores, dengan 1.396 kasus, Kota Kupang 529 kasus dan Kabupaten Alor 345 kasus. Rumah sakit setempat sampai kewalahan menerima pasien. Dalam situasi darurat itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto berkunjung ke NTT, terutama ke Sikka.

Menteri Terawan membawa bantuan macam-macam. Mulai dari paket-paket Rapid Test Kit untuk mendeteksi virus Dengue, cairan infus, piranti untuk mengecek darah (trombosit), dan yang utama adalah 30 orang dokter spesialis serta enam tenaga medis. Sebagian dokter itu, 20 orang dari TNI Angkatan Darat, dan  selebihnya dari Kemenkes.  Menkes menyatakan dirinya berkunjung ke NTT atas perintah Presiden Joko Widodo. Sebuah isyarat, bahwa di tengah kegentingan menghadapi ancaman badai Covid-19, Pemerintah tidak menelantarkan bahaya DBD.

Ketika berkunjung ke RSUD  Sikka, Menteri Terawan menyaksikan banyak pasien DBD dalam  usia kanak-kanak,  yang harus berjejalan di bangsal perawatan.  Secara umum, jika merujuk ke catatan Kemenkes, pasien DBD  umumnya mereka yang masih dalam usia muda. Bocah di bawah 1 tahun yang terserang DBD hanya 2,13 persen dari populasi pasien, usia 1-4 tahun 9,23 persen, usia 5-14 tahun 41,72 persen, usia 15-44 tahun 37,25 persen, dan yang di atas 44 tahun hanya 9,67 persen.

Kementerian Kesehatan mencatat pada 2019 lalu  ada 137.761 kasus DBD dengan 917 orang yang meninggal. Untuk Januari - Maret 2019, ada 51.400 kasus dengan 463 korban jiwa. Angka ini  lebih besar dibanding kasus dan korban jiwa pada Januari-Maret 2020. Sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa setiap tahunnya sekitar 400 juta orang terinfeksi dengue. Sekitar 100 juta orang jatuh  sakit karena infeksi tersebut  dan 22 ribu di antaranya meninggal dunia.

Menkes Terawan meminta jajaran  pemerintah daerah selalu mengantisipasi wabah DBD. Potensi DBD tak bisa dihilangkan,  dan potensinya akan menjadi ancaman nyata bila pemerintah tak cepat bertindak. Terawan pun menegaskan, pemerintah selalu  dalam posisi waspada yang tinggi untuk mengantisipasi potensi tersebut. "Wabah itu memang akan menjadi hal berbahaya bila dari awal tidak ditindaklanjuti. Tapi, kita sudah menindaklanjuti dengan kewaspadaan yang tinggi," ujarnya.

Kemenkes sendiri sejak November 2019 telah mengeluarkan surat edaran ke seluruh pemerintah provinsi dan rumah sakit terkait antisipasi DBD. Surat edaran tersebut antara lain berisi protokol kesiagaan menghadapi DBD dengan mempertimbangkan faktor curah cuaca. Resiko DBD  meningkat bila di satu daerah terdapat banyak genangan air di tempat-tempat terlindung. Di situlah nyamuk Aeges aegypti berbiak dan menularkan virus Dengue yang dibawanya.

 

Penulis: Eri Sutrisno
Editor: Putut Tri Husodo/Ratna Nuraini/Elvira