Indonesia.go.id - Hati-Hati Menjaga Diri di Tengah Transisi Dini

Hati-Hati Menjaga Diri di Tengah Transisi Dini

  • Administrator
  • Rabu, 10 Juni 2020 | 00:42 WIB
NORMAL BARU
  Pengunjung mengenakan masker dan pelindung wajah (face shield) saat berada di Plaza Marina, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (4/6/2020). Pengelola pusat perbelanjaan tersebut menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Foto: ANTARA FOTO/Moch Asim

Tanpa menunggu menjadi zona kuning Covid-19, sejumlah kota seperti Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Surabaya, dan Makassar, melangkah ke jalur transisi. Masih ada risiko ledakan wabah. Keberhasilannya tergantung pada disiplin warga.

Puncak pandemi dinilai sudah lewat. Laju penularan melandai, dengan reproduksi efektif (R-nought) di bawah 1. DKI Jakarta tampaknya sudah keluar dari zona merah, meski belum termasuk ke zona kuning dalam pemetaan Gugus Tugas Nasional Covid-19. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menggelar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi, yakni tahapan 14 hari sebelum diberlakukan normal baru (new normal).

Situasi serupa dialami Kota Bogor, Kota Bekasi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Tangerang,  Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, dan Kota Depok. Semua masih memberlakukan PSBB. Namun, serangan wabah Covid-19 di kawasan itu sudah melandai pula. Maka, menyesuaikan dengan DKI Jakarta, PSBB di daerah penyangga ibu kota itu pun diperlonggar. Jabodetabek menempuh jalan transisi.

Pemerintah pusat merestui Jabodetabek menempuh jalan transisi menuju kehidupan normal baru itu. Kawasan ini adalah jantung ekonomi nasional. Dari wilayah DKI Jakarta saja pada 2018 dihasilkan produk domestik bruto (PDB) hampir Rp2.600 triliun, sekitar 18 persen dari PDB nasional. Bekasi dan Tangerang juga penyumbang besar. Maka jika wilayah ini lebih cepat pulih, akan lebih baik impaknya bagi perekonomian nasional.

Penyumbang PDB terbesar kedua secara nasional ialah Jawa Timur, lalu Jawa Barat, dan Jawa Tengah, yang masing-masing kontribusinya sebesar Rp2.190 T, Rp1.960 T, dan Rp1.270 T. Justru, bencana Covid-19 ini paling keras menghantam daerah-daerah yang menjadi penyumbang PDB nasional ini.

Kondisi Jabodetabek sudah membaik, meski tidak masuk deretan dari 136 kota dan kabupaten yang tergolong zona kuning, seperti diumumkan Gugus Tugas Nasional Covid-19 pada Senin (8/6/2020). Sejauh ini, Gugus Tugas hanya mengumumkan daerah zona kuning, dengan gejala wabah yang sudah ringan. Kategori lainnya, baik dengan serangan sedang (orange), berat (merah), maupun yang aman (hijau) belum diumumkan.

 

Transisi di Surabaya

Dalam beberapa pekan terakhir, Jawa Timur menarik perhatian masyarakat karena tumbuh menjadi areal dengan tingkat kejangkitan Covid-19 yang tinggi. Episentrumnya ada di kawasan Surabaya Raya, yang terdiri dari Gresik, Kota Surabaya, dan Sidoarjo. Dalam dua pekan terakhir (26 Mei hingga 8 Juni), menurut data yang dirilis Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur, jumlah kasus positif Covid 19 bertambah 2.191, dan separuh di antaranya terjadi di Surabaya.

Kota Surabaya sendiri telah memberlakukan pengaturan PSBB sejak 28 April lalu, bersama Kabupaten Gresik dan Sidoarjo. Tapi dalam dua pekan terakhir, angka penularan masih cukup serius, yakni 1.006 kasus hanya di Kota Surabaya. Dengan demikian, jika angka sembuh 177 orang dimasukkan dalam kalkulasi, terjadi reproduksi kasus positif dari 1.997 ke 3.124. Lonjakan yang signifikan. Pakar epidemiologi dari Fakultas Kedokteran Unair Surabaya Windhu Purnomo menyebut R-noghtnya masih sekitar 1,2.

Belum lama berselang dikabarkan bahwa rumah sakit di Surabaya kewalahan menerima pasien korban Covid-17, meski sudah menambah sekitar 300 extra bed. Alhasil, Gubernur Khofifah Indar Parawansa bekerja sama dengan TNI membangun RS Lapangan guna menampung luapan pasien. Krisis juga terjadi dalam layanan diagnosis. Fasilitas surveillance berbasis molekuler yang tersedia tidak cukup melayani lonjakan orang dalam pantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP). Hampir 70 persen kasus positif Covid-19 Jawa Timur terjadi di Surabaya Raya.

Maka, agak mengagetkan bila Wali Kota Tri Rismaharini memutuskan untuk tak memperpanjang PSBB dan menggantinya dengan peraturan transisi 14 hari menuju tatanan normal baru. Tentu, Pemprov Jawa Timur mendukung dan pemerintah pusat merestuinya. Alasan ekonomi tentu berperan di balik keputusan itu. Tiga bulan pandemi membuat semuanya babak belur, baik itu rakyat, pengusaha, juga pemerintah. Pada sisi lain, Jawa Timur adalah penghasil PDB nomor dua di Indonesia.

Namun, Risma menegaskan aspek kesehatan tetap diperhatikan. Protokol kesehatan akan diberlakukan hingga kelak tembus ke masa normal baru. Risma mengingatkan bahwa badai pandemi belum berlalu. Masih banyak yang tertular, dan hampir 70 persen pasien masih harus bergulat mencapai kesembuhan di rumah sakit. Maka, Risma meminta semua warga saling menjaga, menjaga diri sendiri dan orang lain. ‘’Semua harus amanah, terus disiplin, jangan lengah, dan jangan sembrono,’’ katanya.

Toh, Pemprov Jatim dan Kota Surabaya tak hanya mengandalkan protokol kesehatan. Strategi melawan Covid-19 ini juga akan dikembangkan pada surveillance dan tracing yang aktif dan agresif. Tujuannya, agar mereka yang berpotensi tertular dicari (tracing), untuk segera diperiksa (testing), dan bila sakit dirawat (treating). Jurus 3-T seperti yang ternyata manjur diterapkan di Korea dan Jepang. Kota Surabaya, Gresik dan Sidoarjo terus menambah kapasitasnya melakukan surveillance dengan rapid test molekuler untuk mendeteksi Covid-19.

Dengan segala persiapan itulah Surabaya Raya, yang belum masuk ke zona kuning apalagi hijau, berani melompat ke tahap transisi menuju normal baru. Tak terdengar adanya penolakan yang masif.

 

Kunci Disiplin

Di luar DKI Jakarta dan Jawa Timur, perkembangan Covid-19 di Sulawesi Selatan (Sulsel) termasuk yang menarik perhatian publik secara nasional. Wilayah ini menempati peringkat keempat secara nasional di bawah DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Dalam 14 hari, sejak 24 Mei hingga 8 Juni ada kenaikan 662 kasus positif Covid-19, bahkan dengan penambahan 110 kasus pada 8 Juni 2020.

Juru bicara Gugus Tugas Covid-19 Sulawesi Selatan Ichsan Mustari, pada konferensi pers 2 Juni 2020, menyebutkan bahwa angka reproduksi efektif (R nought) di daerah tersebut sekitar 1,65. Kasus positif Covid-19 terbesar ada di Kota Makassar, begitu pula laju penularannya.

Kota Makassar sendiri telah mengakhiri masa PSBB-nya beberapa hari menjelang perayaan Idulfitri, pada 25 Mei silam, setelah menjalankan tiga periode (enam pekan). Sekolah dan kampus-kampus masih tutup, dan kegiatan belajar-mengajar dilakukan secara online. Namun, kantor pemerintahan dan swasta serta pusat-pusat niaga sudah beroperasi kembali. Pemerintah Kota Makassar hanya meminta masyarakat menjalankan protokol kesehatan dalam menjalani aktivitas kesehariannya.

Dari 24 kabupaten kota di Sulawesi Selatan, lima di antaranya termasuk ke dalam zona kuning dengan risiko serangan Covid-19 ringan, tapi tidak termasuk Makassar dan Gowa–dua daerah terpadat dari jazirah Selatan Pulau Sulawesi itu. Tak banyak lagi langkah intervensi dan pengaturan dari pemerintah daerah untuk aktif memerangi pandemi.

Situasi serupa sebetulnya juga tampak di banyak daerah. Namun, mengacu pada data dari Gugus Tugas Nasional Covid-19, sampai ke awal Juni, Minggu (7/6/2020), masih ada sekitar 90 kabupaten kota yang sama sekali tak  tersentuh Covid-19 (hijau), dan 136 daerah lainnya sudah masuk zona kuning, berarti wilayah dengan status merah dan orange masih tersebar di sekitar 280 kabupaten kota lainnya. Semuanya ingin cepat bebas melakukan aktivitas, tapi risiko penularan jelas tak bisa diremehkan.

Namun, dengan munculnya tren bahwa beberapa provinsi secara konsisten menunjukkan penyusutan penularan, dan ada hari-hari yang tanpa kasus baru, ada keyakinan bahwa secara umum wabah Covid-19 mulai melandai. Beberapa daerah akan beralih status dari merah ke orange, dari orange ke kuning, dan kuning ke hijau. Toh, tak mustahil akan terjadi pergeseran dengan arah terbalik jika terlalu banyak pelanggaran pada protokol kesehatan.

Hanya saja, sulit diprediksi secara presisi gerakan-gerakan perubahan tersebut. Maka, daerah-daerah seperti DKI, Jabodetabek, Bandung Raya, Surabaya Raya Makassar, dan sejumlah lainnya melangkah lebih cepat ke tahap transisi menuju tatanan normal baru. Mereka merasa tidak perlu menunggu sinyal lampu kuning, apalagi hijau, untuk menyala.

Tentu, banyak pendapat yang menyayangkan dan mengkhawatirkannya. Langkah transisi yang terlalu dini punya risiko mengundang ledakan baru. Namun, gerakan memasuki jalur transisi menuju tatanan normal baru itu sepertinya sulit dibendung untuk waktu yang terlalu lama. Sebagian masyarakat bisa menerima keputusan transisi dini itu.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengakui, akan tidak mudah mengawal transisi dalam situasi yang belum sepenuhnya aman ini. Maka, keberhasilan transisi ini akan terpulang pada warga sendiri, untuk berdisiplin dan hati-hati menjaga diri sendiri dan orang lain dengan menerapkan protokol kesehatan.

 

 

 

Penulis Putut Trihusodo
Editor: Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini

Berita Populer