Indonesia.go.id - Perangi Infodemi di Tengah Pandemi

Perangi Infodemi di Tengah Pandemi

  • Administrator
  • Kamis, 18 Juni 2020 | 05:14 WIB
HOAKS
  Kampanye penolakan berita bohong (hoax) yang dilakukan di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/ Yudi Mahatma

Ada seruan perang melawan infodemi dari Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Efeknya bisa memicu kekerasan dan memecah belah komunitas. Nama besar Bill Gates dan peraih Nobel Profesor Tasuku Honjo ikut dicatut.

Info bodong itu dibenci banyak orang di seluruh dunia. Tapi, cerita-cerita palsu itu tetap direproduksi di semua tempat dengan segala versi. Bahkan ketika dunia tercekam oleh pandemi Covid-19, banyak info palsu berkeliaran. Infodemik, begitu kabar palsu di sekitar pandemi Corona disebut, harus dilawan dan disingkirkan dari ruang publik.

Gerakan melawan infodemik itu sedang digalang oleh perwakilan Republik Indonesia di Markas Besar PBB di New York. Indonesia masuk dalam kelompok 12 negara yang memprakarsai gerakan melawan infodemik ini. Di dalamnya ada perwakilan negara Afrika Selatan, Australia, Chile, Georgia, India, Latvia, Lebanon, Mauritius, Meksiko, Norwegia, Perancis, Senegal, selain Indonesia.

Kelompok 12 negara itu memandang infodemik membawa dampak yang sangat berbahaya, dapat memicu kekerasan, dan memecah belah komunitas. Untuk melawannya, pada tahap pertama, kubu 12 negara itu memprakarsai dukungan kepada “Cross-Regional Statement on Infodemic in the Context of COVID-19". Menurut rilis Kementerian Luar Negeri RI, Jumat (12/6/2020), sudah ada 132 negara anggota PBB yang kini mendukung. Penyataan melawan infodemik Covid-19 itupun dipublikasikan.

Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Priansari Marsudi mengharapkan, pernyataan bersama tentang infodemik di PBB ini akan mempererat kerja sama internasional dalam mengatasi dampak disinformasi  terkait pandemi. Lebih lanjut, Menlu Retno menyampaikan upaya serius Indonesia menyangkut hal ini. “Indonesia selalu berupaya mengedepankan fakta dan sumber resmi terkait dengan Covid-19, untuk menghindari timbulnya mispersepsi informasi," Menlu Retno menegaskan.

Pernyataan bersama ini meminta semua pihak untuk segera mengatasi penyebaran disinformasi, dan menegaskan pentingnya akses informasi yang dapat dipercaya, faktual, akurat, dan informasi berbasis sains. Kerja sama antarnegara, sistem PBB, organisasi regional, serta berbagai pemangku kepentingan lainnya seperti pekerja media, media sosial, serta LSM, bisa memiliki peran penting untuk membantu mengatasi infodemik.

Wakil Tetap RI untuk PBB di New York, Duta Besar Dian Triansyah Djani, berharap agar prakarsa ini bisa mendorong kesadaran masyarakat baik di tingkat nasional maupun internasional, untuk selalu mencari informasi dari sumber-sumber tepercaya.

Warga dunia jangan mudah terpengaruh oleh berita palsu atas Covid-19 yang banyak beredar saat ini. “Kita harus lebih bijak menyaring informasi maupun data yang tersedia, dan memastikan keakuratan informasi yang diterima, sebelum menyebarluaskan ke pihak-pihak lain," tambah Dubes Djani.

Pernyataan bersama ini juga dimaksudkan untuk menekankan peran kunci media yang independen dan bertanggung  jawab. Dengan demikian media dapat ikut meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan kepercayaan, sebagai faktor penting dalam menggalang dukungan dari masyarakat umum, sebagai bagian dari upaya kolektif melawan Covid-19.

Cross-Regional Statement on Infodemic ini diharapkan pula memperkuat sejumlah seruan dari berbagai tokoh, termasuk Sekjen PBB Antonio Guterres pada forum PBB, mengenai  pentingnya dialog dan upaya bersama melawan infodemic. Tujuannya, ikut mewujudkan dunia yang lebih sehat, adil, dan tangguh.

Gejala infodemik ini bergulir bersama munculnya pandemi Covid-19 sejak awal tahun, dan menyebar ke seluruh dunia dalam bentuk hoaks, yakni kepalsuan yang  didesain dan diproduksi secara sengaja untuk disamarkan sebagai  kebenaran. Hoaks itu kepalsuan yang menyamar sebagaai kebenaran. Jutaan atau bahkan miliaran orang terkecoh setiap harinya.

 

Kominfo Pantau Hoaks

Di mana-mana banjir hoaks, termasuk Indonesia, terkait pandemi Covid-19. Hingga 5 Mei 2020, hasil pantauan Tim AIS Konten Negatif (AIS) Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menunjukkan ada 1.401 konten hoaks dan disinformasi Covid-19 beredar di masyarakat.

Pemerintah tak tinggal diam. “Kominfo melibatkan platform digital yang bersangkutan untuk melakukan take down terhadap akun-akun tertentu yang dianggap melanggar hukum dan aturan di indonesia,” ujar  Menteri Kominfo Johnny G Plate kala itu.

Kementerian Kominfo selalu mendeteksi konten-konten yang beredar.’’Kalau hoaks terdeteksi, kami akan meminta pada platform media sosial melakukan take down konten tersebut, di antaranya Facebook, Twitter, Instagram,” kata Johnny.

Habis? Tentu tidak. Masih ada produksi hoaks. Yang terakhir muncul adalah hoaks tentang Kapolri yang disebut telah mengizinkan keluarga mengambil jenazah PDP (pasien dalam pengawasan), hoaks tentang jemaah haji Indonesia yang tak bisa diberangkatkan ke tanah suci karena uangnya (disebut) sudah habis. Di lapangan hoaks itu dibumbui, digoreng-goreng, dan dilempar ke sana-ke mari.

Hoaks impor pun membanjiri Indonesia. Mulai dari berkumur dengan betadine bahkan meminum urin sapi untuk melawan Covid-19. Semua bodong. Yang lebih serius ialah hoaks yang mencatut nama besar Bill Gates dan peraih penghargaan Nobel bidang kesehatan 2018 Profesor Dr Tasuku Honjo dari University of Tokyo.

Hoaks itu mengabarkan seolah Profesor Honjo mengatakan melalui akun medsosnya bahwa dia  yakin 100 persen bahwa Corona tidak alamiah, tidak datang dari kelelawar, melainkan hasil rekayasa Tiongkok. Virus artifisial yang dimanufaktur di Tiongkok.  Sedangkan Bill Gates digambarkan ikut terlibat merekayasa strain baru virus corona itu. Motifnya, menurut hoaks itu, Gates ingin menguasai bisnis vaksinnya.

Kebetulan, melalui lembaga amalnya Bill Gates banyak mendonasikan dana untuk program pencegahan penyakit menular, termasuk pengembangan vaksin. Profesor Tasuku Honjo dicatut namanya karena ia  ahli immunologi dunia. Bill Gates membantah. Profesor Honjo pun menepis hoaks itu. ‘’Tidak satu pun kata-kata itu dari saya,’’ kata Profesor Honjo, sebagaimana dikutip Newsmeter, jaringan internasional antihoaks.

Namun, tak sedikit orang sudah termakan oleh kabar-kabar palsu itu. Di Indonesia, penyebar info palsu bisa dipidanakan. Namun di berbagai negara, urusan hukumnya tidak sederhana itu. Maka, pernyataan bersama di Markas PBB itu menjadi hal penting.

Dunia internasional perlu membangun norma-norma bersama memerangi infodemik. Situasi pandemi Covid-19 yang kini masih berlangsung sungguh tidak terbantu oleh infodemik. Info palsu itu justru bisa membawa umat manusia ke dalam situasi yang makin menderita. Mungkin perlu dipikirkan pula untuk merancang Konvensi PBB yang secara tegas memerangi infodemik dan hoaks.

 

 

 

Penulis: Putut Trihusodo
Editor: Elvira Inda Sari
Redaktur: Ratna Nuraini

Berita Populer