Vince Levina Manam kini jadi salah satu tenaga kunci di RSUD Manokwari, Provinsi Papua Barat. Perempuan 30 tahun itu telah meraih brevet selaku operator sekaligus analis PCR, piranti medis yang kini menjadi perkakas penting pendeteksi infeksi Covid-19. Vince telah menjalani pelatihan PCR di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Lingkungan (BBLKL) di Makassar.
‘’Tidak pernah saya bayangkan sebelumnya bahwa saya punya kesempatan untuk begitu dekat dengan virus yang sedang mewabah di seluruh dunia ini,” ujar Vince, seperti dikutip di laman online resmi Dinas Kesehatan Papua Barat. Ia bangga mengenakan hazmat suit yang menutupi seluruh tubuhnya.
Alumnus Politeknik Kesehatan (Poltekes) Yogyakarta 2017 itu kini terampil mengelola biosafety cabinet (lemari kaca besar tertutup untuk menangani spesimen), melakukan ekstraksi genome, mengamplifikasi (menggandakan) untaian asam nukleatnya dalam PCR, lantas menganalisnya. Limbah lab dinetralkannya dengan mesin pemanas.
Vince menjalani pelatihan PCR bersama tiga koleganya, yakni Demetrius Rudolf Yofet Womsiwor, Yosipena Kowi, dan dr. Ayi Suwarayi. Mereka kembali ke Manokwari pertengahan Juli lalu. Kecuali dr. Ayi, mereka semua lulusan Poltekes Yogyakarta yang menyandang gelar Ahli Madya Teknologi Laboratorium Medis (ATLM). Mereka dikirim belajar ke Yogya atas beasiswa dari Pemprov Papua Barat.
RSUD Manokwari sendiri menempati bangunan megah berlantai dua di punggung perbukitan yang menghadap ke arah birunya Laut Pasifik. Dengan enam klinik spesialisnya, RSUD ini masih termasuk kategori C, setingkat dengan RSUD di kota menengah Jawa, seperti Cirebon, Magelang, atau Madiun.
Namun, kelas C itu tidak menghalangi RSUD Manokwari mengembangkan kapasitas dengan memboyong PCR, perkakas yang enam bulan lalu hanya dioperasikan di segelintir di intansi di kota besar Indonesia. Kini bahkan Pemerintah Provinsi Papua Barat menghadirkan PCR itu ke dua RSUD yang lain, yakni di Kabupaten Teluk Bintuni dan Kota Sorong.
Dengan adanya mesin PCR itu spesimen swab dari Papua Barat tidak harus diterbangkan ke Jayapura, Makassar, atau Jawa untuk pemeriksaannya. Meski kapasitasnya masih di bawah 200 spesimen per hari, mesin PCR di Papua Barat itu sudah cukup untuk keperluan setempat. Kelak PCR itu tidak hanya berguna untuk Covid-19, melainkan bisa digunakan untuk membantu penegakan diagnosis penyakit mikrobial lain seperti demam berdarah, HIV, malaria, TBC, dan pneumonia.
Di Provinsi Papua, jumlah mesin PCR juga terus bertambah. Selain dioperasikan di tiga rumah sakit di Kota Jayapura, mesin PCR juga sudah hadir di Wamena dan Merauke. PCR di Rumah Sakit PT Freeport di Tembagapura juga bisa melayani pasien umum, dan terkoneksi ke jaringan Lab PCR di bawah Gugus Tugas Nasional Covid-19.
Memang belum semua rumah sakit umum daerah di Papua dan Papua Barat mengoperasikan mesin PCR. Namun, Gugus Tugas Covid-19 telah mengirimkan piranti tes cepat molekuler (TCM) ke hampir semua RSUD yang ada di kedua provinsi. Dengan demikian, semua fasilitas pelayanan kesehatan itu dapat melakukan pemeriksaan Covid-19.
Hingga kini, tak kurang ada 140 laboratorium yang bisa melakukan pemeriksaan Covid-19 dengan PCR, dan ada banyak lainnya yang telah dibekali dengan TCM. Sebarannya mulai dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote. Ada di 34 provinsi di Indonesia. Ada proses inklusi dalam penguasaan teknologi molekuler.
Pemeriksaan virus patogenik, hingga awal 2020 hanya boleh dilakukan analis dengan pengalaman lima tahun di lab berkelas biosafety 2 atau 3. Kini pekerjaan itu dapat dilakukan di rumah sakit daerah, tentu dengan protokol keselamatan yang ketat.
Target 30 ribu spesimen
Mesin PCR kini ada di mana-mana. Bila di awal Maret 2020 saat pandemi Covid-19 mulai berjangkit, pemeriksaan spesimen swab hanya boleh dilakukan di Lab Biomedik Kementerian Kesehatan di Jakarta dengan kapasitas di bawah 2.000 spesimen sehari. Tak lama kemudian, laboratorium Lembaga Eijkman di Jakarta dan Lab PCR di Fakultas Kedokteran Unair Surabaya dilibatkan.
Menyusul kemudian laboratorium di balai-balai kesehatan lingkungan yang ada di bawah Kementerian Kesehatan, lalu lab di sejumlah perguruan tinggi, laboratorium kesehatan daerah, rumah sakit BUMN, rumah sakit TNI-Polri, dan banyak lab lainnya, ikut dilibatkan. Kapasitas pemeriksaan Covid-19 berbasis molekuler meningkat menjadi 5.000-6.000 spesimen per hari pada akhir April 2020.
Pembelian PCR baru dilakukan dan didistribusikan ke berbagai rumah sakit. Piranti rapid tes molekuler (RTM) diperkenalkan. Bahkan mesin RTM dengan cartridge sekali pakai itu kini banyak tersedia di rumah sakit di kota-kota kecil. Pengoperasiannya sederhana, yakni ingus/dahak pasien yang diambil dengan cara swab dilarutkan, lalu diteteskan ke dalam cartridge yang berisi reagen khusus.
Cartridge tinggal dimasukkan ke deretan kompartemen-yang ada di mesin RTM. Pemindai dalam mesin akan mampu memindai potongan genom virus Covid-19. Tak sampai satu jam hasil keluar.
Kapasitas pemeriksaan (surveilance) diagnosis Covid-19, dengan basis molekuler ini pun bisa mencapai 10 ribu spesimen per hari pada akhir Mei. Pemerintah terus menambah peralatan tersebut dan di awal Juli 2020 kapasitasnya sudah terkerek ke-20 ribu spesimen dan pada pertengahan Juli mencapai 24 ribu per hari. Langkah percepatan terus dilakukan, untuk mencapai target terbaru yang ditetapkan Presiden Joko Widodo, yakni 30 ribu spesimen per hari.
Fasilitas terus ditambahkan. Yang terbaru adalah mesin PCR berkapasitas 1.000 spesimen per hari, yang segera dioperasikan oleh Lembaga Eijkman di Jakarta. Mesin buatan Swiss ini bahkan lebih canggih dari yang ada di Lab Biomedik Kemenkes. Dua proses penting dapat dilakukan sekaligus di situ, yakni proses ekstrasi DNA/RNA (genome) dan amplifikasinya. Proses bisa berjalan lebih cepat dan mesin tidak perlu banyak layanan dari operator dan analis.
Dari dalam negeri, PT Indofarma yang berkedudukan di Bandung kini juga mampu memproduksi reagen untuk PCR. Kebutuhan reagen PCR untuk 30 ribu spesimen per hari bukan perkara besar. PT Indofarma juga telah mampu memproduksi rapid test kit, yang berbasis serologis, untuk mendukung pemeriksaan awal. Bahkan rapid test kit itu dijual untuk umum dengan harga Rp75.000 per unit.
3T dan 3M
Pemerintah terus mengkampanyekan strategi 3T, yakni tracing (penelusuran), testing (pengujian), dan treatment (perawatan) dalam memerangi Covid-19. Langkah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bukan lagi menjadi pilihan. Intinya, orang pembawa virus harus secepatnya ditemukan untuk diisolasi dan dirawat. Setelah itu, orang yang terlibat kontak erat dengan orang pertama harus dites, diperiksa dengan cara swab-PCR. Bila terkonfirmasi positif, segera dirawat dan diisolasi. Begitu seterusnya.
Dengan demikian, diperlukan tracing, testing, dan treatment yang terus-menerus sebanyak yang dapat diupayakan. Sampai Kamis (16/7/2020) sekitar 1,15 juta spesimen swab telah diperiksa dari sekitar 720 ribu orang. Banyak yang diperiksa lebih dari dua kali untuk mendeteksi kesembuhannya.
Dengan 720 ribu orang telah menjalani tes swab, dari 270 juta populasi, berarti surveilance rate Covid-19 di Indonesia telah mencapai 720/270.000 atau 0,0026 persen, atau rata-rata 2,6 per 1.000 orang. Angka itu sudah melampaui harapan WHO yang mematok survelance rate 1 per seribu orang.
Namun, jurus 3T sama sekali tak membantu bila warga masyarakat tak mematuhi kaidah saat memasuki situasi adaptasi normal baru yang mensyaratkan tiga keutamaan, yakni memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan alias 3 M. Langkah 3 M ini perilaku vital untuk menjaga diri dan orang lain.
Jurus kombinasi 3T plus 3 M itu yang kini dianut oleh banyak negara yang masih menghadapi ancaman Covid-19, seperti di Jepang, Korea, Tiongkok, dan negara-negara Eropa. Jurus 3T akan mendorong orang-orang pembawa virus diobati dan diisolasi. Sementara itu, jurus 3 M bisa melindungi warga dari penularan orang-orang yang lolos dari jurus pertama.
Bila dijalankan secara optimal, jurus 3T + 3 M ini bisa menekan angka penularan (reproduksi efektif), alias R nought atau Rt, menjadi di bawah satu. Artinya, penularan akan mengecil dan menciut sampai kemudian virus menghilang. Dengan demikian, Vince Levina Manam dan kawan-kawan di Manokwari, bisa memanfaatkan PCR-nya untuk penanganan kuman penyakit yang lain.
Penulis: Putut Trihusodo
Editor: Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini