Situasi pandemi Covid-19 di tanah air telah memasuki bulan kelima. Dalam catatan pemerintah, per 21 Juli 2020, telah ada 89.869 warga dinyatakan berstatus positif terjangkit virus corona dan 48.466 orang lainnya dapat disembuhkan.
Namun, nyawa yang tak terselamatkan sebanyak 4.320 akibat wabah pandemi dari virus yang bermula menjangkiti kawasan Wuhan, Ibu Kota Provinsi Hubei, Tiongkok, pada akhir 2019.
Maraknya tes cepat (rapid test) massal yang dilakukan oleh berbagai pihak serta semakin banyaknya laboratorium yang ditunjuk untuk menguji sampel hasil rapid test ikut membantu makin terdeteksinya penyebaran virus corona di masyarakat.
Kecepatan gerak pemerintah dalam menangani virus bermahkota ini juga harus diimbangi dengan mekanisme check and balance serta pengawasan. Ini perlu dilakukan untuk memastikan terpenuhinya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
“Ini juga untuk memastikan bahwa kebijakan pemerintah dalam penanganan Covid-19 transparan, akuntabel, dan efektif,” ujar Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan RI Achsanul Qosasi dalam sebuah seminar virtual bersama Indonesia Doctoral Training Partnership (IDTP) University of Nottingham, Inggris serta KBRI di London, Jumat (17/7/2020).
Menurut Achsanul, untuk bisa mewujudkan itu semua harus ada sinergi antara eksekutif dan legislatif, pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat.
BPK, kata Achsanul, juga sedang menyusun program pemeriksaan atau audit yang dilakukan lebih awal supaya program-program pemerintah terkait percepatan penanganan Covid-19 dapat tersampaikan kepada masyarakat dengan baik.
"BPK telah berdiskusi dengan sejumlah kementerian dan lembaga untuk BPK dapat merumuskan strategi pemeriksaan. Hal ini karena BPK tidak ingin tujuan pemerintah berbeda dengan konsep kami dalam memeriksa, sehingga sebelum menjalankan pemeriksaan BPK telah merumuskan strategi pemeriksaan yang telah disesuaikan dengan tujuan pemerintah dalam melakukan penanganan Covid-19," kata Achsanul.
Dia juga menjelaskan kebijakan pemeriksaan BPK atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dalam penanganan Covid-19 adalah dengan melakukan pemeriksaan berbasis risiko secara menyeluruh.
Pemeriksaan itu menggabungkan tiga jenis pemeriksaan, yaitu pemeriksaan keuangan, kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Cakupan pemeriksaan meliputi refocusing dan realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19 serta tambahan belanja negara atau daerah dan skema Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Tujuan pemeriksaan BPK adalah untuk memeriksa efektivitas, transparansi, akuntabilitas, serta kepatuhan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dirumuskan berdasarkan analisis risiko dan isu publik. "Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam pemeriksaan penanganan Covid-19, BPK akan memeriksa alokasi anggaran yang disediakan," kata Achsanul.
Selain itu, BPK juga akan memeriksa apakah manfaat, fasilitas, juga bantuan telah diterima oleh pihak yang berhak dan bagaimana ketepatan waktu, tepat jumlah dan tepat kualitas. Selanjutnya, BPK juga akan memeriksa apakah seluruh transaksi sudah dicatat, dilaporkan, dan dipertanggungjawabkan serta tidak terdapat pelanggaran ketentuan dan penyalahgunaan anggaran.
Temuan Berulang
Sementara itu berdasarkan Laporan Keuangan (LK) tahun anggaran 2019, BPK pun menyatakan masih adanya temuan berulang. Ini terjadi meski rekomendasi perbaikan telah diberikan BPK terhadap temuan yang sama pada LK tahun anggaran sebelumnya.
Temuan berulang terjadi ketika lembaga audit negara ini memeriksa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Catatan atas Laporan Keuangan kementerian, lembaga serta pemerintahan daerah.
Anggota VI BPK RI, Harry Azhar Aziz mengatakan, penyebab utama terjadinya temuan-temuan berulang adalah Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang dirancang dan diimplementasikan belum dapat mencegah terjadinya penyimpangan.
Oleh karena itu, BPK merekomendasikan kepada para menteri dan kepala badan, untuk memperbaiki dan meningkatkan SPI di lingkungan masing-masing.
Menurutnya, perubahan tata kelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang terjadi, menuntut para menteri dan kepala badan serta seluruh jajarannya untuk melakukan update atas SPI yang diimplementasikan.
Selain itu, pihak inspektorat pada kementerian perlu meningkatkan pelaksanaan telaah (review) LK yang disampaikan ke BPK untuk meminimalisir kesalahan dalam penyajian maupun pengungkapan di LK.
Sejauh ini BPK telah melansir Laporan Hasil Pemeriksaan (LHK) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun anggaran 2019 yang berisi 87 Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) dan 1 Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN).
BPK juga melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan badan yang lain seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), serta 542 pemerintah daerah.
Penulis: Anton Setiawan
Editor: Firman Hidranto/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini