Provinsi Riau selalu menjadi prioritas utama pemerintah dalam mengendalikan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Pengalaman sejak dekade terakhir, amukan api di kawasan hutan Riau menjadi musibah karhutla terluas di Indonesia dan kerap merepotkan negeri jiran.
Mengantisipasi fase kritis II karhutla, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya Bakar memantapkan konsolidasi pencegahan karhutla dengan jajaran pemerintah setempat di Pekanbaru, Sabtu (18/7/2020). Turut hadir di acara itu, Gubernur Riau Syamsuar dan Kapolda Riau Irjen Pol Agung Setia Imam Efendi.
Konsolidasi ini sebagai upaya KLHK menjalankan perintah Presiden Joko Widodo untuk membuat solusi permanen karhutla mulai tahun ini. Kawasan rawan karhutla di Riau, Sumatra, serta beberapa titik di Jawa menjadi prioritas pengendalian.
Kendati, fase kritis I karhutla pada Maret-Mei 2020 sudah berhasil dikendalikan melalui rekayasa hutan buatan atau teknologi modifikasi cuaca (TMC), pihak KLHK bersama instansi terkait tidak mau lengah.
Khusus di Riau pada 13 sampai 30 Mei 2020, operasi TMC dilakukan lewat rekayasa jumlah hari hujan guna membasahi area gambut, mengisi embung-embung dan kanal di kawasan hutan maupun lahan rawan kebakaran seperti Siak dan Bengkalis.
Pemerintah tidak mau ambil risiko mengingat Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi fase kritis II karhutla yang diprediksi BMKG puncaknya terjadi pada Agustus nanti. Potensi puncak kebakaran ini diperkirakan bisa berlanjut sampai Oktober.
Dari pantauan Satelit Terra/Aqua (NASA), titik panas (hotspot) di Riau sepanjang Januari-Juni 2020 memang lebih rendah dibandingkan periode tahun sebelumnya. Tercatat ada 3.569 titik panas yang muncul di lahan seluas 11.075 hektare.
Provinsi Riau memang mendapat perhatian khusus dari Presiden Joko Widodo. Bahkan kunjungan kerja pertama Jokowi dilakukan saat menyambangi Kabupaten Meranti, pada 2014.
Masih segar dalam ingatan kita, ketika terjadi karhutla terparah dalam sejarah di 2015, Menteri Siti Nurbaya mengisahkan berbagai persoalan di Riau ketika itu yang memberikan pembelajaran yang sangat penting bagi penyelesaian masalah karhutla di Indonesia.
Konsolidasi dengan aparat pemerintahan daerah juga tidak terlepas dari kebijakan tata kelola gambut dengan tetap menjaga lahan pertanian dengan sistem kearifan lokal.
"Saya tadi juga minta pendalaman Kapolda, bagaimana kondisi Babinsa, Bhabinkamtibmas, bagaimana konflik yang terjadi di lapangan, seperti apa penyelesaian di tingkat lapangan, ini semua tadi kita bahas," kata Siti Nurbaya.
Upaya mencapai solusi permanen dalam pengendalian karhutla, tidak cukup hanya melakukan patroli rutin dan mengelola peruntukan lahan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pun menggandeng pemerintah daerah, BNPB, Manggala Agni, TNI, Polri, serta membina Masyarakat Peduli Api (MPA) untuk sosialisasi dan deteksi dini di wilayah rawan karhutla.
Hal tersebut sebagai upaya bagaimana di tingkat tapak masyarakat harus bisa mengontrol dirinya sendiri untuk ikut mencegah karhutla sehingga perlu kesadaran hukum bersama.
"Jadi partisipasi MPA tidak cukup, perlu kesadaran hukum bersama di masyarakat, sehingga di lapangan ada juga Kelompok Pengelola Hutan yang perlu di-upgrade secara kelembagaannya. Tapi paling penting lagi mengajak champion-champion lokal untuk ikut kerja dalam satu sistem,” ujar Siti Nurbaya Bakar ketika berbicara dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 bertajuk “Antisipasi Karhutla di Pusaran Pandemi” di Aula Serbaguna Kementerian Kominfo, Jakarta, Jumat (17/7/2020).
Dia juga meminta gakkum (penegakan hukum), MPA, pertanian tradisional harus satu sistem kerja. “Itu semua karena permintaan Presiden dan menjadi solusi permanen," ujar Menteri LHK
Sejauh ini, Menteri Siti Nurbaya mengaku terus berkomunikasi dengan BNPB, TNI, dan Polri untuk berkoordinasi dalam deteksi dini karhutla di tingkat tapak tersebut. Setidaknya ada 1.875 personel Manggala Agni yang siaga di 34 Daops dan tersebar di 37 Pondok Kerja. Kesiapsiagaan jajaran pemerintahan ini didukung oleh 11.000 anggota Masyarakat Peduli Api yang terdiri dari 738 regu di berbagai daerah.
Untuk menguatkan kolaborasi antarelawan maka dibentuklah Satgas Karhutla yang di dalamnya juga terdapat Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Badan Restorasi Gambut (BRG), pemilik konsesi hutan tanaman industri (HTI) dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) khusus komoditas kelapa sawit.
Menggulirkan patroli satgas karhutla di lapangan maka dibentuklah 208 posko yang menjangkau 689 desa rawan karhutla di Sumatra dan Kalimantan.
Selain itu, terdapat 14 Kelompok Pengelolaan Hutan (KPH) di Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan juga turut diberdayakan sebagai prioritas kawasan pengendalian karhutla di tingkat tapak.
Tak dipungkiri, masalah karhutla telah menjadi masalah serius bangsa ini. Wajar saja pelbagai upaya ini terus diupayakan seusia dengan arahan dari Presiden Joko Widodo dalam Rapat Kabinet Terbatas tentang karhutla pada 23 Juni 2020.
Di rapat terbatas itu, Kepala Negara meminta agar para aparat di daerah hingga level tapak (lapangan) harus mencegah sedini mungkin tanpa harus menunggu api membesar baru bergerak memadamkan.
Direncanakan oleh KLHK, mereka akan terus menggelar operasi TMC untuk membasahi hutan dan lahan gambut dari udara di Sumatra dan Kalimantan yang dilakukan secara bergantian hingga September 2020.
Operasi rekayasa hujan ini terus dilanjutkan di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur hingga ke utara Kalimantan.
Adapun untuk mencari solusi permanen karhutla, KLHK akan menyempurnakan format kerja operasi TMC mulai dari sistem koordinasi, analisis cuaca dan iklim, prediksi dan operasional. Tentu hal ini perlu didukung bersama dengan kalangan akademisi, BMKG, BPPT, TNI, dan BNPB.
"Jadi ada pekerjaan rumah untuk membuat upaya pencegahan karhutla secara tersistem sebagai solusi permanen. Sekarang sudah dan sedang berjalan, termasuk soal penyempurnaan sistem pencegahan dengan TMC jadi jika ada kode bisa langsung jalan," jelas Menteri Siti Nurbaya.
Pemerintah juga akan terus mengeksplorasi pengembangan alternatif dan dukungan bagi masyarakat dalam pola pembukaan lahan (land clearing) tanpa membakar seperti memakai sistem traktor mini (bush-cutter).
Ataupun memberdayakan pola pengolahan limbah lahan untuk pupuk organik (composting) atau pemanfaatan cuka kayu. Langkah-langkah tentang ini sedang terus dibahas bersama akademisi dan jajaran Kemenko Perekonomian untuk dibuat menjadi kebijakan permanen.
Diseminasi Informasi
Strategi penguatan kesadaran karhutla di tingkat tapak ini juga didukung oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Menurut Menkominfo Johnny G Plate, pihaknya akan membentuk Desk Karhutla untuk menjalankan empat peran penting.
Yakni, pencegahan kebakaran, penanganan kebakaran, setelah terjadi kebakaran, dan penegakan hukum. “Dengan penyebaran informasi tersebut, sangat berpotensi menggerakkan seluruh instrumen masyarakat untuk bergerak mencegah terjadinya karhutla. Dari mulai pemerintah pusat hingga kepala daerah akan mampu mencegah kebakaran yang terjadi di berbagai wilayah,” ujar Menteri Johnny G Plate berharap.
Kementerian Kominfo siap berkolaborasi menyediakan konten-konten sosialisasi dalam pelbagai platform dan format komunikasi publik bersama KLHK maupun pemangku kepentingan lainnya.
Diseminasi produk komunikasi publik, informasi dan edukasi secara masif dan tepat sasaran merupakan kunci agar masyarakat semakin sadar hukum terkait karhutla. Terlebih lagi jangan sampai, masyarakat di daerah rawan karhutla terkena musibah dua kali. Kebakaran hutan dan pandemi Covid-19.
Satu hal, kolaborasi antarelemen masyarakat untuk deteksi dini karhutla di tingkat tapak ini tetap menggunakan protokol kesehatan mengingat pandemi Covid-19 belum usai melanda Tanah Air.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Editor: Firman Hidranto/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini