Indonesia.go.id - Meruncingkan Ujung Tombak Transformasi Ekonomi Nasional

Meruncingkan Ujung Tombak Transformasi Ekonomi Nasional

  • Administrator
  • Jumat, 31 Juli 2020 | 21:10 WIB
EKONOMI
  Pengembangan pariwisata di obyek wisata kawasan Hutan Pinus Mangunan di Bantul, DI Yogyakarta, Rabu (22/7/2020). Sektor pariwisata menjadi ujung tombak transformasi ekonomi Indonesia ke depan. Foto: ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

Lima tahun ke depan, pertumbuhan ekonomi kita tidak lagi berbasis pada bahan mentah, tetapi bertransformasi menjadi nilai tambah.

Pemerintah tengah merencanakan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf) sebagai ujung tombak transformasi ekonomi tahun 2020-2024.  

Ada dua nilai tambah yang terkait langsung dengan sektor parekraf yakni pengembangan destinasi unggulan serta penguatan ekonomi kreatif dan ekonomi digital melalui kuliner, fesyen, kriya, aplikasi, konten digital, games, film, musik, dan sebagainya.

“Ini merupakan keinginan sekaligus komitmen pemerintah untuk menjadikan sektor parekraf sebagai ujung tombak transformasi ekonomi. Jadi tidak lagi berbasis sumber daya alam komoditas mentah, tetapi lebih menjadi nilai tambah,” kata Staf Ahli Menteri Bidang Sosio-Antropologi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Tukul Rameyo Adi dalam Pertemuan Virtual Optimalisasi Fasilitasi Kekayaan Intelektual Sektor Parekraf dalam Tatanan Kenormalan Baru, Selasa (7/7/2020).

Tentu saja menempatkan sektor parekraf sebagai ujung tombak transformasi ekonomi tidak mudah. Banyak aspek yang perlu dilakukan untuk menempatkan sektor itu bernilai secara ekonomi.

Misalnya, perlu ada pendampingan dan inkubasi, pengembangan center of excellence, fasilitas inovasi dan penguatan sistem brand. Tidak hanya produknya, tetapi juga ruang lingkup lingkungan mengikutinya.

Seperti pengembangan dan revitalisasi ruang kreatif/klaster/kota kreatif dan be creative district (BCD), penerapan dan komersialisasi hak atas kekayaan intelektual (HKI), serta penguatan rantai pasok dan skala usaha kreatif.

Selama ini dukungan HKI terhadap nilai tambah ekraf targetnya lumayan tinggi, dari Rp1.000 triliun pada 2018-2019, ingin ada peningkatan tambahan sekitar Rp700 triliun pada 2024.

Artinya, ada tambahan target tentu tidak ringan. Butuh kerja sama dan perlu berkolaborasi. Meskipun target yang diputuskan sebelum Covid-19, tentunya ada kemungkinan dievaluasi kembali setelah memasuki tatanan new normal.

“HKI ini menjadi isu yang sangat penting yang perlu bersama-sama mencari peluang atau strategi untuk menfasilitasi baik dalam bentuk konsultasi maupun komersial sendiri,” tambahnya.

Mengapa pemerintah berkeinginan besar menjadikan sektor parekraf yang bisa dijadikan sebagai pertumbuhan ekonomi? Kajian INDEF Universitas Indonesia memberikan penjelasan kenapa terjadi perubahan tren mengukur pertumbuhan ekonomi.

Negara ini selain tetap menganut mazhab pendekatan klasik, juga menggunakan pendekatan strategi pertumbuhan endogenous growth. Artinya, pendekatannya tidak lagi berbasis pada investasi yang besar- besaran tetapi berbasis pada industri inovasi dan industri kreatif, tidak berbasis teknologi tinggi.

Pertumbuhan ekonomi endogen (endogenous economic growth) adalah model ekonomi yang mengoptimalkan potensi internal negara. Model ini mengutamakan sumber daya manusia dengan kekuatan ilmu pengetahuan, sumber daya alam, aset teknologi, dan kelembagaan.

Pemikiran ini ditekuni secara konsisten sejak 1990-an oleh Profesor Romer, yang awalnya bergelar sarjana fisika sebelum menjadi ekonom andal.

Tukul Rameyo Adi, mengutip kajian INDEF, menambahkan bahwa daya saing Indonesia sebetulnya berada di keanekaragaman alam dan budaya yang dimiliki negara ini.

“Ini akan melahirkan berbagai macam kekayaan intelektual. Oleh karena itu INDEF menyarankan kepada pemerintah bahwa pertumbuhan ekonomi ke depan sebaiknya diprioritaskan untuk memilih endogenous growth strategy berbasis kepada industri inovasi kreatif. Inilah yang mungkin perlu kita dorong. Oleh sebab itu, semoga kita melahirkan gagasan dan masukan sehat untuk mendukung HKI kita,” pungkasnya.

 

 

Potensi Besar

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio pernah mengatakan hal yang sama.  Menurut Wishnutama, sektor ekonomi kreatif mempunyai potensi besar menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia ke depan, sehingga dibutuhkan peran semua pihak dalam menciptakan ekosistem yang menunjang.

Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang diperhitungkan dalam bisnis ekonomi kreatif di tingkat dunia. Untuk itu, Wishnutama ingin Indonesia harus mengambil peran, terlebih PBB telah menyetujui 2021 sebagai "International Year of Creative Economy for Sustainable Development" di mana Indonesia menjadi inisiator dalam resolusi tersebut.

Menurut Wishnutama, 17 subsektor ekonomi kreatif memberi kontribusi besar dalam perekonomian Tanah Air. Berdasarkan data yang dihimpun dalam OPUS Ekonomi Kreatif tahun 2019, ekonomi kreatif berkontribusi sebesar Rp1.105 triliun terhadap PDB nasional, yang membuat Indonesia berada di posisi ketiga setelah Amerika Serikat dan Korea Selatan dalam jumlah kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDB negara.

Diperkirakan kontribusi ekonomi kreatif terhadap perekonomian nasional di tahun ini meningkat 7,44%. Produk ekonomi kreatif nasional juga memiliki jumlah ekspor yang tinggi. Di tahun 2017 jumlahnya mencapai angka USD20.50 miliar. Sektor ekonomi kreatif juga memiliki serapan tenaga kerja yang tinggi, mencapai angka 17 juta orang di tahun 2019.

"Jumlah tenaga kerja kita sangat banyak dibandingkan dengan tenaga kerja di regional yang lain. Sebagai perbandingan, Amerika Serikat dengan 4,7 juta pekerja mampu menghasilkan USD20 miliar. Sudah sepatutnya kita bisa mengambil potensi ini dengan baik," kata Wishnutama.

Meski berkembang signifikan, Wishnutama mengakui ada 'pekerjaan rumah' dalam mengembangkan ekonomi kreatif tanah air. Di antaranya adalah regulasi maupun ekosistem dalam menghadapi persaingan global di era Revolusi Industri 4.0.

Bicara tentang ekonomi kreatif, adalah bagaimana membangun ekosistem yang kondusif agar produk lokal dapat menjadi pemimpin di pasar sendiri bahkan dunia. Saat ini perbandingan jumlah produk kreatif lokal dengan impor di market place masih tidak seimbang. Di layanan e-commerce Indonesia saat ini, 70% diisi produk ekonomi kreatif dari luar negeri sedangkan ekonomi kreatif lokal hanya mengisi tidak lebih dari 10%. Hal serupa juga terjadi untuk pasar offline.

Untuk itu, Kementerian Parekraf pihaknya tengah mendorong lahirnya peraturan/regulasi yang melindungi perkembangan ekonomi kreatif domestik. "Kita harus dapat menciptakan ekosistem yang kondusif agar produk lokal kita dapat menjadi pemimpin di pasar kita sendiri,” ujar Wishnutama.

Yang tidak kalah penting adalah transfer pengetahuan dan kemampuan untuk pelaku kreatif di Indonesia. Saat ini pelaku industri ekonomi kreatif di dunia sudah banyak yang memanfaatkan analisis big data serta artificial intelligence sehingga bisa memprediksi selera dan kemauan pasar. Juga melakukan produksi secara presisi dari sisi jumlah dan waktu.

 

 

 

Penulis: Eri Sutrisno
Editor: Firman Hidranto/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini

Berita Populer