Mampu melintasi batas-batas iklim dan variasi etnisitas, penyebaran wabah Covid-19 masih tetap tak terpatahkan. Virus influenza baru ini melintasi Juli 2020 dengan penularan yang terus menguat. Semakin sulit mencari tanah di muka bumi ini yang benar-benar bersih dari paparannya. Bahkan, bila di akhir Juni, menurut catatan WHO, secara global angka kejangkitan positif Covid-19 masih di kisaran 220.000 orang per hari, di akhir Juli angkanya sudah menyentuh 290.000 per 24 jam.
Tentu, tak seluruh tempat menerima serangan dengan intensitas yang sama. Di Eropa Barat, serangan Covid-19 sudah melandai. Begitu halnya di sebagian negara Pasifik Barat, seperti Korea Selatan, Tiongkok, Taiwan, Vietnam, Kamboja, hingga Malaysia. Namun, situasinya berbeda di Jepang, Singapura, Australia, dan Filipina.
Di Jepang, selama sepekan terakhir (26 Juli hingga 2 Agustus) tercatat rata-rata terjadi 900 kasus Covid-19 per hari. Untuk periode yang sama, di Singapura muncul 300 kasus baru per hari, Australia 450 kasus baru per hari, dan Filipina di atas 1.500 kasus per hari. Hanya saja, tingkat kematian Covid-19 di Jepang dan Australia serta Jepang rendah, bahkan nol kasus kematian di Singapura. Di Filipina mortalitas rate-nya masih relatif tinggi, di atas 2 persen, hampir setinggi di Indonesia.
Amukan Covid-19 ini juga tidak kunjung mereda di Benua Amerika. Dua negara berpenduduk terbesar, yakni Amerika Serikat dan Brazil. Kedua negara ini masih menjadi penyumbang kasus terbesar. Namun, tak berarti yang lain menjadi zona kuning serta hijau. Kanada, Meksiko, Equador, Colombia, Argentina, Peru, Chile, Panama, hingga Venezuela, masih bergulat untuk menekan penyebaran Covid-19.
Wilayah Timur Tengah, kawasan Teluk dan Asia Selatan pun masih menjadi zona penularan. Arab Saudi, Kuwait, dan negara teluk lainnya, yakni Irak, Iran, serta Pakistan, Afganistan hingga ke India dan Bangladesh di Asia Selatan masih menjadi zona merah, dengan risiko tinggi.
Afrika seperti terus dalam intaian. Sejauh ini, risiko tinggi baru sebatas di Afrika Selatan, Nigeria-Ghana untuk bagian tengah serta Aljazair di Utara. Di sana serangan virus menunjukkan serangan yang serius. Tapi, tak ada yang bisa memastikan bahwa virus tak akan merembet ke bagian lain di benua itu.
Berita yang menggembirakan, meski dari hari ke hari jumlah kasus baru per harinya makin meningkat, angka kematiannya menurun. Mortality rate menyusut dari 7% di akhir April 2020 menjadi 3,9 persen pada akhir Juli 2020. Angka kesembuhan meningkat di semua negara.
Sejauh ini tidak ada satu pihak pun yang bisa memastikan kapan pandemi akan berakhir. Sementara itu, dampak ekonomi yang ditimbulkan sudah sangat dalam. Diperkirakan, negara-negara Eropa mengalami kontraksi ekonomi sampai dua digit. Resesi terjadi di hampir semua negara, termasuk Indonesia. Negara tetangga Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina diperkirakan akan mengalami pertumbuhan negatif, bahkan di sekitar -10 persen.
Dalam skenario terburuk, Indonesia dapat minus lima persen. Satu-satunya negara yang memiliki peluang positif hanya Tiongkok. Pun diprediksi hanya satu persen. Maka, di tengah situasi rawan itu langkah lockdown atau karantina wilayah ketat bukan menjadi pilihan. Manusia tetap didorong bergerak untuk melakukan kegiatan ekonomi. Mereka harus beradaptasi dengan risiko paparan virus dan melindungi diri dengan protokol kesehatan.
63 Persen Sembuh
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 melaporkan penambahan kasus Covid-19 sebanyak 1.882 orang pada Kamis, (6/8/2020). Dengan penambahan itu, angka kumulatif pasien positif Covid-19 di Indonesia mencapai 118.753 orang. Jumlah pasien yang sembuh secara kumulatif pada hari itu 75.645 orang.
Dengan demikian, dari jumlah positif itu yang benar-benar masih terinfeksi ialah 43.108 orang. Mereka sebagian dirawat dan diisolasi di rumah sakit, sebagian lainnya tanpa gejala klinis serius diizinkan menjalani isolasi mandiri. Para pasien Covid-19 tersebar di sekitar 470 kabupaten/kota. Maka, secara umum saat ini tak ada pasien Covid-19 yang tak tertampung di rumah sakit.
Namun, kalau semua sembrono bukan tak mungkin rumah sakit akan menjadi penuh. Faktanya, angka penularannya masih tinggi. Situasi ini yang disampaikan Profesor Wiku Adisasmito, juru bicara Komite Covid-19, dalam konferensi pers (30 Juli). “Positivity rate selama tiga pekan terakhir mencapai 13,3 persen,’’ katanya.
Positivity rate itu sendiri merujuk pada persentase orang yang positif terinfeksi Covid-19, dari populasi yang berpotensi tertular karena dalam waktu 14 hari mengalami kontak dengan orang yang dinyatakan positif Covid-19, atau karena baru kembali dari zona merah. Populasi sampel ini tentu bukan hasil dari pengambilan acak, melainkan hasil tracing oleh Tim Satgas Covid-19.
‘’Perlu kewaspadaan tinggi agar kita mampu menurunkan tingkat penularan,’’ kata Wiku Adisasmito dalam konferensi yang digelar secara online itu. Menurut Wiku, jika positivity rate dapat ditekan di bawah lima persen, sesuai pedoman dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penularan Covid-19 relatif cukup terkendali.
Bukan saja positivity rate yang perlu mendapat perhatian, melainkan juga angka kematian akibat Covid-19 yang di Indonesia masih mencapai 4,7% di awal Agustus ini. Mortality rate itu jauh lebih baik ketimbang posisi pada awal April silam yang mencapai 9,3 persen. Namun, 4,7 persen itu masih di bawah angka global yang 3,9 persen.
Penularan di kalangan masyarakat luas itu tidak urung juga mengakibatkan ratusan tenaga medis turut terjangkiti virus corona ini. Bahkan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat sudah 72 dokter meninggal akibat positif Covid-19. Kementerian Kesehatan mengakui, tak semua dokter itu tertular di rumah sakit. Sebagian tertular di luar lingkungan rumah sakit, termasuk ketika melakukan perjalanan.
Tapi, kenaikan jumlah pasien Covid-19 tentu akan membuat probabilitas dokter serta tenaga kesehatan untuk tertular menjadi semakin besar. Kalau saja, 60 dari 72 dokter yang meninggal itu tertular di rumah sakit, dampak pandemi itu menjadi 60 dokter meninggal per 111.455 pasien positif Covid-19, atau rata-rata 0,5 dokter gugur untuk setiap 1.000 pasien (1/2000).
Angka risiko keselamatan dokter di Indonesia itu relatif tinggi. Protokol Covid-19 pun perlu ditingkatkan di lingkungan rumah sakit. Pelaksanaan protokol kesehatan menjadi pilihan tunggal saat vaksin maupun obat Covid-19 itu belum tersedia, sedangkan sebagian orang sudah harus cepat bergerak.
Penulis: Putut Trihusodo
Editor: Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini