Indonesia.go.id - Merdeka Tanpa Korupsi

Merdeka Tanpa Korupsi

  • Administrator
  • Minggu, 16 Agustus 2020 | 03:45 WIB
HUT RI
  Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Korupsi memang masalah yang serius bagi sebuah bangsa. Presiden Joko Widodo menyinggungnya dalam pidato kenegaraan dalam rangka peringatan kemerdekaan. Tentu ada maksud yang ingin disampaikan oleh Presiden.

Korupsi? No. Prinsip itu yang dipegang teguh. Untuk mencapai kondisi ideal itu, Pemerintah berupaya terus meningkatkan pencegahan melalui tata kelola yang sederhana, transparan, dan efisien, serta penegakan hukum tanpa pandang bulu.

Demikian penegasan Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI dalam rangka peringatan HUT ke-75 RI, di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2020).

Bisa jadi, Kepala Negara ingin menjadikan HUT ke-75 RI sebagai momentum bagi Indonesia agar terus bangkit dan maju sehingga terbebas dari praktik korupsi. Sebab, salah satu indikator kemerdekaan suatu bangsa dan negara dapat dirasakan rakyatnya adalah ketika benar-benar terbebas dari segala tindak pidana korupsi.

Dikatakan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, korupsi adalah kejahatan yang tidak hanya merugikan perekonomian negara, namun juga merampas hak rakyat pada khususnya, dan hak asasi manusia pada umumnya. Maka tidak mengherankan banyak negara gagal mewujudkan tujuannya dikarenakan korupsi.

Oleh karenanya, sudah tepat jika Presiden ingin menyampaikan pesan tegas itu dalam sebuah momentum yang sangat sakral bagi perjalanan bangsa ini, yakni hari lahirnya Indonesia. Pesan bahwa pemberantasan korupsi juga menjadi salah satu fokus pemerintah untuk membawa Indonesia menjadi lebih maju.

Lalu langkah serius apa yang sudah ditempuh pemerintah untuk menghapuskan praktik rasuah dari Tanah Air? Salah satunya adalah melalui pembentukan Tim Nasional Pencegahan Korupsi (Timnas PK) sesuai amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2018 Tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK).

Timnas PK, menurut Perpres ini, terdiri atas Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional(PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Kantor Staf Presiden (KSP), dan KPK.

Penyusunan Stranas PK dan pembentukan Timnas PK tersebut dimaksudkan untuk mendorong upaya pencegahan korupsi yang lebih efektif dan efisien dengan terfokus pada sektor yang strategis dan mempengaruhi performa pembangunan serta kepercayaan publik kepada pemerintah.

Selain itu, pencegahan korupsi juga akan semakin efisien apabila beban administrasi dan tumpang tindih dapat dikurangi secara signifikan melalui kolaborasi yang lebih baik antara kementerian, lembaga, pemerintah daerah, pemangku kepentingan lainnya, dan KPK.

Adapun upaya sinergi dalam rangka pencegahan korupsi ini berfokus pada tiga sektor, yakni perizinan dan tata niaga, keuangan negara, dan penegakan hukum dan reformasi birokrasi.

Sektor perizinan dan tata niaga menjadi salah satu fokus Stranas PK karena bersentuhan langsung dengan masyarakat dan pelaku usaha. Korupsi di sektor perizinan dapat menghambat usaha dan investasi, pertumbuhan ekonomi, serta lapangan kerja. Sedangkan korupsi di sektor tata niaga dapat berdampak tingginya biaya ekonomi pada komoditas pokok sehingga menjadi beban, terutama bagi masyarakat golongan ekonomi lemah.

Pada sektor ini, setidaknya ada lima aksi yang dijalankan Timnas PK, di antaranya peningkatan pelayanan dan kepatuhan perizinan dan penanaman modal; perbaikan tata kelola data dan kepatuhan sektor ekstraktif, kehutanan, perkebunan; dan penerapan manajemen antisuap di pemerintah dan swasta.

Kemudian integrasi dan sinkronisasi data impor pangan strategis, serta utilisasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk perbaikan tata kelola pemberian bantuan sosial dan subsidi.

Sementara sektor keuangan negara pada prinsipnya menyangkut dua sisi utama, yakni penerimaan (revenue) dan belanja (expenditure).

Korupsi di sisi penerimaan negara menjadi fokus karena berdampak pada tidak tercapainya target penerimaan negara serta pelayanan publik dan pembangunan menjadi tidak optimal dan tidak tepat sasaran. Sedangkan korupsi di sisi belanja, terutama proses perencanaan, penganggaran, serta pengadaan barang dan jasa pemerintah, berdampak pada tidak tercapainya target pembangunan nasional.

Aksi yang dijalankan pada sektor ini ada tiga, yaitu integrasi sistem perencanaan dan penganggaran berbasis elektronik, peningkatan profesionalitas dan modernisasi pengadaan barang dan jasa, serta optimalisasi penerimaan negera dari penerimaan pajak dan nonpajak.

Sektor terakhir, penegakan hukum dan reformasi birokrasi, menjadi fokus Stranas PK karena korupsi terkait penegakan hukum dan birokrasi sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan publik kepada negara.

Untuk sektor ini, Timnas PK akan fokus pada tiga aksi, antara lain penguatan pelaksanaan reformasi birokrasi, implementasi grand design strategi pengawasan keuangan desa, dan perbaikan tata kelola sistem peradilan pidana.

Menurut Pasal 5 Perpres Stranas PK, seluruh aksi yang dijalankan pada masing-masing sektor tersebut hanya berlaku untuk jangka waktu dua tahun dan akan disusun ulang selaras dengan kebijakan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan KPK terbaru.

Hadirnya Stranas PK ini merupakan penyempurnaan dari Stranas Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK) Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 sebagaimana tertuang dalam Perpres nomor 55 Tahun 2012 yang dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan pencegahan korupsi sehingga perlu diganti.

Maka itu, komitmen pemerintah dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak perlu diragukan lagi.

Selain Stranas PK, berbagai upaya juga telah dilakukan oleh pemerintah, seperti penataan kebijakan dan regulasi, baik berupa instruksi/arahan maupun peraturan perundang-undangan; perbaikan tata kelola pemerintahan; pembenahan proses pelayanan publik; serta transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, termasuk penyelamatan keuangan/ aset negara.

Seluruh upaya tersebut pun membuahkan hasil yang positif. Berdasarkan data Transparency International Indonesia, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia dalam lima tahun terakhir terus mengalami kenaikan.

Pada 2015, nilai IPK Indonesia sebesar 36 dan berada di peringkat 88 dari 168 negara. Kemudian naik menjadi 37 pada 2016, 37 pada 2017, 38 pada 2018, dan 40 pada 2019 yang menempatkan Indonesia di peringkat 86 dari 180 negara.

Di samping itu, indeks Survei Penilaian Integritas (SPI) instansi pemerintah juga terus mengalami kenaikan. Sebagai informasi, SPI merupakan upaya pemetaan integritas, risiko korupsi, dan capaian upaya pencegahan korupsi pada Kementerian/Lembaga/Daerah (K/L/D) yang menjadi target kegiatan pencegahan korupsi oleh KPK.

Pada 2019, SPI dilakukan pada 127 K/L/D dengan rincian 100 pemerintah daerah yang terdiri atas 15 provinsi dan 85 kabupaten/kota, serta 27 kementerian/lembaga. Adapun respondennya adalah pegawai (internal), pengguna layanan (ekstrenal), dan ahli/pakar (eksper).

Hasilnya, dalam rentang 0-100, indeks SPI 2019 berada pada angka minimal 63,6 dan angka maksimal 89,3, dengan rata-rata 76. Angka rata-rata tersebut mengalami kenaikan dibandingkan dengan 2017 dan 2018 yang hanya berkisar 66 dan 68.

Memang masih ada banyak lagi indikator yang dapat dilihat untuk menilai keseriusan pemerintah terkait pemberantasan korupsi. Tapi, dua indikator di atas setidaknya bisa menjadi sebuah gambaran besar bahwa pemerintah serius dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi terus mengalami kemajuan.

 

 

 

Penulis: Norvantry Bayu Akbar
Editor: DT Waluyo/Elvira Inda Sari

Berita Populer