Pemerintah resmi menggulirkan program bantuan langsung tunai atau BLT bagi pelaku UMKM. Dalam program ini, setiap pelaku usaha akan mendapat bantuan sebesar Rp2,4 juta. Tujuannya untuk memperkuat ketahanan bisnisnya di tengah pandemi corona.
Untuk merealisasikan program ini, pemerintah menganggarkan dana Rp28 triliun. Targetnya sekitar 12 juta pelaku usaha bisa mendapatkan dana tersebut. Pada sepekan pertama, sejak dana BLT dibagikan 17 Agustus lalu, pemerintah telah mencairkan BLT itu kepada 742.422 pelaku usaha.
Untuk mendapatkan BLT Rp2,4 juta, pelaku UKM dapat mendaftar melalui dinas koperasi domisilinya masing-masing. Bantuan ini khusus diberikan kepada pelaku usaha yang tidak menerima kredit modal kerja dan investasi dari perbankan alias tergolong unbankable.
Ada sejumlah syarat yang harus terpenuhi untuk pelaku UKM agar bisa mendapatkan BLT. Pertama, penerima bantuan harus warga negara Indonesia (WNI) dan memiliki nomor induk kependudukan (NIK). Program ini tidak berlaku untuk pelaku usaha berstatus aparatur sipil negara (ASN), TNI, dan Polri.
Selanjutnya, pendaftar juga tidak boleh pegawai aktif di badan usaha milik negara (BUMN). Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki sebelumnya menyebut penyaluran BLT-nya melalui dinas koperasi untuk menjaring pelaku usaha dari berbagai wilayah di tanah air. Pemerintah tidak ingin penerima manfaat hanya berasal dari kota besar. Skema pengajuan bantuan pun diatur dengan mekanisme sederhana.
Untuk mendaftar, pelaku usaha akan diidentifikasi dan diusulkan oleh lembaga pengusul, di antaranya dinas yang membidangi koperasi dan UMKM provinsi dan kabupaten/kota, koperasi yang telah disahkan sebagai badan hukum, kementerian/lembaga, perbankan dan perusahaan pembiayaan yang terdaftar di OJK, dan lembaga penyalur program kredit pemerintah yang terdiri atas BUMN dan Badan Layanan Umum (BLU).
Para pelaku UMKM yang belum mendapatkan pembiayaan modal kerja dan investasi dari perbankan diajak untuk ikut aktif mengakses bantuan produktif sebesar Rp2,4 juta. “Jadi kami ingin mengajak kepada pelaku usaha mikro yang belum mendapatkan pembiayaan modal kerja dan investasi dari perbankan untuk ikut aktif mendaftarkan diri melalui dinas koperasi terdekat,” kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki.
Sebelumnya UMKM juga pernah mendapatkan bantuan program restrukturisasi kredit. Namun program restrukturisasi kredit bagi UMKM ini hanya terserap 38,4% dari total anggaran. Sejak digelontorkan pada akhir Maret, program ini telah menyalurkan dana Rp30 triliun dari total anggaran sebesar Rp78 triliun melalui bank-bank Himbara. Minimnya serapan anggaran ini juga dipengaruhi oleh UMKM Indonesia yang bergerak di sektor informal yang tak tersentuh perbankan.
Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, minimnya serapan anggaran program bantuan UMKM sebelumnya karena masalah komunikasi antara perbankan atau lembaga keuangan dan pelaku usaha. “Masih ada persoalan perbankan atau lembaga keuangan dalam berkomunikasi ke UMKM maupun proses pendaftaran untuk mendapat subsidi. Ini dievaluasi,” kata Menkeu.
Ketersediaan data menjadi tantangan utama penyaluran bantuan ini. Kementerian Keuangan terus melakukan verifikasi terhadap UMKM yang bakal menerima bantuan ini melalui perbankan dan lembaga keuangan. “Untuk UMKM di luar perbankan itu ada data dua juta UMKM di program UMi (Ultra Mikro), 6 juta di program Mekaar, 4 juta pada program Pegadaian, dan mungkin 1,5 juta di koperasi. Kami dalam proses verifikasi,” katanya.
Kesulitan pendataan ini merupakan imbas dari ketidaksediaan data UMKM sebelumnya. Bahkan, pendataan oleh pemerintah kalah baik dengan pendataan platform digital. Tahun lalu, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM Kemenko Perekonomian Mohammad Rudy Salahudin mengakui, pemerintah tidak mengantongi jumlah pasti pelaku UMKM di tanah air.
Perhatian besar pemerintah terhadap perkembangan UMKM ini bukan tanpa pertimbangan. Lesunya aktivitas ekonomi UMKM berdampak luar biasa pada pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia. Sebab sekitar 65% PDB nasional disumbangkan oleh UMKM pada 2019.
Realisasi Anggaran PEN
Sementara itu realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) mencapai Rp151,25 triliun. Realisasi ini baru mencapai 21,8% dari pagu yang ditetapkan Rp695,2 triliun.
Menteri Keuangan memaparkan, hingga 7 Agustus 2020, dari total anggaran yang ditetapkan, Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang sudah masuk baru sebesar Rp313,2 triliun, dan yang belum ada DIPA nya adalah sebesar Rp226,1 triliun. Sedangkan yang tidak membutuhkan DIPA seperti insentif perpajakan sebesar Rp155,9 triliun.
"Total realisasi hingga minggu pertama Agustus adalah Rp151,25 triliun dan itu sudah dilaksanakan atau 21,8% dari pagu PEN," ujarnya dalam diskusi virtual, Senin (10/8/2020).
Secara rinci, anggaran PEN untuk bidang kesehatan telah terealisasi Rp7,14 triliun atau 14,4% dari pagu sebesar Rp87,55 triliun. Anggaran ini untuk berbagai insentif kesehatan baik di pusat dan daerah serta santunan kematian kepada tenaga kesehatan.
Sektor perlindungan sosial telah terealisasi Rp86,5 triliun atau 48,8% dari pagu yang ditetapkan sebesar Rp203,91 triliun. Realisasi ini paling besar karena berbagai bantuan sosial (bansos) yang diberikan pemerintah mulai dari Program Keluarga Harapan (PKH) hingga diskon listrik kepada pelanggan 450 VA.
Sektoral K/L dan pemerintah daerah terealisasi Rp26,6 triliun atau 25,7% dari total anggaran Rp106,05 triliun. Realisasi ini diberikan program kepada padat karya K/L dan dana insentif daerah (DID) pemulihan ekonomi serta dana alokasi khusus (DAK) fisik.
Dukungan UKM terealisasi Rp32,5 triliun atau sebesar 27,1% dari pagu yang ditetapkan, yakni sebesar Rp123,47 triliun. Anggaran ini disalurkan mulai dari penempatan dana di perbankan, pembiayaan investasi, hingga pemberian subsidi bunga bagi UMKM.
Pembiayaan korporasi belum ada realisasi dari total anggaran yang ditetapkan sebesar Rp53,57 triliun. Hal ini disebabkan DIPA bagi PMN di beberapa BUMN masih dalam proses finalisasi sehingga belum bisa dilakukan pencairan. Selain itu, pemberian pinjaman kepada beberapa BUMN juga masih dalam pembahasan dan juga finalisasi.
Terakhir untuk insentif usaha sudah terealisasi Rp16,6 triliun atau 13,7% dari total pagu sebesar Rp120,61 triliun. Anggaran ini telah diberikan kepada wajib pajak PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 hingga penurunan tarif PPh badan bagi pelaku usaha yang sektor usahanya terdampak Covid-19.
"Kita melihat bahwa akselerasi dari kuasa penggunaan anggarannya sudah meningkat dan kita meminta semakin efisien," jelas Sri Mulyani.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini