Indonesia.go.id - Menjadikan Aceh Lumbung Pangan

Menjadikan Aceh Lumbung Pangan

  • Administrator
  • Senin, 7 September 2020 | 01:17 WIB
INFRASTRUKTUR
  Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan jaringan irigasi Lhok Guci tahap II di Desa Alue Lhok, Kecamatan Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Minggu (30/6/2019). Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), membangun bendungan dan balong di berbagai daerah. Mereka juga melakukan pengembangan jaringan irigasi untuk menunjang produktivitas sentra-sentra pertanian.

Pemerintah menggalakkan gerakan ketahanan pangan secara nasional. Sejumlah kegiatan dirancang di Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), antara lain, membangun bendungan dan embung serta melancarkan saluran irigasi.

Kementerian PUPR menargetkan pembangunan 500.000 hektar irigasi dan merehabilitasi 2,5 juta hektar jaringan irigasi mulai 2020 hingga 2024. Sebanyak lima jaringan irigasi yang masuk dalam proyek strategis nasional (PSN) kini dalam tahap penyelesaian, di mana dua di antaranya berada di Provinsi Aceh, yakni pembangunan jaringan irigasi daerah irigasi (DI) Lhok Guci di Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, dan DI Jambo Aye Kanan di Kabupaten Aceh Utara dan timur Provinsi Aceh.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, Kementerian PUPR telah membangun banyak bendungan dan embung di berbagai daerah dan selanjutnya akan diikuti dengan pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi untuk menunjang produktivitas sentra-sentra pertanian. Diharapkan dengan meningkatnya produktivitas pertanian, juga dapat membantu pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19.

“Pembangunan bendungan diikuti oleh pembangunan jaringan irigasinya. Dengan demikian bendungan yang dibangun dengan biaya besar dapat memberikan manfaat yang nyata, di mana air akan mengalir sampai ke sawah-sawah milik petani,” jelas Menteri Basuki.

Di Provinsi Aceh, sedang diselesaikan dua jaringan irigasi sekaligus yang totalnya akan mengairi area seluas 21.570 hektar. Pembangunan jaringan irigasi di Lhok Guci yang akan mengairi area seluas 18.542 hektar, saat ini pembangunannya sudah memasuki tahap II untuk pembangunan saluran primer sepanjang 10 km dan saluran sekunder sepanjang 812 m.

Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera I Djaya Sukarno menuturkan, pembangunan DI Lhok Guci diawali dengan dibangunnya Bendung Lhok Guci pada 2004-2008 dan dilanjutkan pembangunan salurannya pada 2008-2015. "Kemudian dilanjutkan menjadi salah satu PSN dikerjakan tahap I nya pada 2015-2017. Setelah itu masuk tahap II 2018-2020, namun pada 2020 ada Pandemi Covid-19 dan terkena refocussing anggaran sehingga target penyelesaian mundur ke 2022," kata Djaya.

Meskipun terkena refocussing anggaran akibat pandemi Covid-19, pembangunan tahap II DI Lhok Guci yang dilaksanakan PT Hutama Karya-Jaya Konstruksi, KSO dengan nilai kontrak Rp255,55 miliar, terus dilanjutkan dengan progres konstruksinya sebesar 63,08%. Djaya mengungkapkan, saluran irigasi Lhok Guci, Kabupaten Aceh Barat, akan difungsikan secara bertahap mulai musim tanam Oktober 2020-Maret 2021 (Okmar) untuk mengairi sawah seluas 400 hektare (ha).

"Kemudian tahun 2021 ditingkatkan lagi fungsionalnya menjadi 1.400 ha sehingga nantinya petani di Kabupaten Aceh Barat bisa mendapatkan suplai air dengan baik dan ditargetkan menjadi 2.800 ha pada tahun 2022. Hal ini juga untuk mendukung Gerakan Aceh Mandiri Pangan yang dicanangkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh," kata Djaya.

Dari rencana fungsionalisasi DI Lhok Guci secara bertahap, Djaya menjelaskan, ada empat desa yang akan mulai dialiri air dari saluran irigasi Lhok Guci, yakni Desa Babah Lueng, Alue Keumang, Babah Iseung, dan Manuang Kinco, Kecamatan Pante Ceureumen, Kabupaten Aceh Barat.

Sementara itu, untuk pembangunan jaringan DI Jambo Aye Kanan telah dimulai sejak akhir 2016 dan progresnya saat ini sudah sekitar 70,35% dengan target awal rampung pada akhir 2020. "Namun karena ada pandemi Covid-19 dan terkena refocussing anggaran, penyelesaiannya mundur hingga 2022," ujar Djaya.

Dengan biaya pembangunan sebesar Rp225,14 miliar, pembangunan jaringan irigasi DI Jambo Aye Kanan mencakup pekerjaan saluran primer sepanjang 10 Km dan saluran jaringan sekunder 32 km yang akan mengairi area seluas 3.028 hektar. Pekerjaannya dilakukan oleh kontraktor PT Selaras Mandiri Sejahtera-PT Nakhla Sampurna, KSO.

Luas panen padi di Provinsi Aceh pada 2019 sekitar 310,01 ribu hektar atau mengalami penurunan sebanyak 19,5 ribu hektar atau 5,92 persen dibandingkan tahun 2018. Produksi padi di Provinsi Aceh pada 2019 diperkirakan sebesar 1,71 juta ton GKG atau mengalami penurunan sebanyak 147,13 ribu ton atau 7,9 persen dibandingkan tahun 2018.

Jika produksi padi pada 2019 dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, produksi beras di Provinsi Aceh pada 2019 sebesar 982,57 ribu ton atau mengalami penurunan sebanyak 84,32 ribu ton atau 7,9 persen dibandingkan 2018.

Pada 2019, pemerintah membuat program nasional pencetakan sawah seluas 6.000 hektar, dan Aceh menjadi salah satu wilayah pelaksananya. Di Aceh dicetak 500 ha, Lampung 600 ha, Kalimantan Utara 300 ha, Kalimantan Tengah 300 ha, Sulawesi Selatan 1.250 ha, Sulawesi Tengah 1.300 ha, Sulawesi Utara 750 ha, dan Papua 1.000 ha.

Dari luas 500 ha di Aceh itu, Kabupaten Aceh Besar menjadi lahan yang mendapatkan alokasi cetak sawah baru sebanyak 200 hektar. Cetak sawah baru itu ternyata merupakan upaya yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) untuk menanggulangi alih fungsi lahan pertanian.

Ada empat kecamatan di Aceh Besar yang mendapat alokasi dana cetak sawah baru dari pemerintah pusat pada 2019. Keempat kecamatan itu meliputi Kecamatan Seulimuem untuk tiga gampong, yakni Blang Tingkem dengan luas lahan 46,84 hektar, Lam Apeng 24,24 ha, dan Gampong Pulo 45 ha. Kemudian Kecamatan Kuta Cot Glie, masing-masing Gampong Ie Alang Lamghui dengan luas lahan 14,80 ha dan Maheng 15,22 ha. Sementara itu, dua kecamatan lainnya adalah Pulo Aceh di Gampong Alue Riyeung 30 ha dan Kecamatan Darussalam di Gampong Blang 23,90 hektar.

Bahkan Pemerintah Aceh juga menargetkan pembukaan lahan penanaman jagung seluas seribu hektar, salah satunya di wilayah Gampong Tumpok Lampoh, Kecamatan Kuta Baro, Kabupaten Aceh Besar.

Lahan tersebut akan dimanfaatkan untuk penanaman jagung oleh anggota Organisasi Himpunan Putra Putri Keluarga Angkatan Darat (HIPAKAD) Aceh, kelompok tani, dan organisasi kemasyarakatan lainnya.  Ketua HIPAKAD Aceh Muhammad Iqbal mengatakan, lahan tersebut merupakan wilayah hutan taman industri (HTI) milik PT Aceh Nusa Indrapuri (ANI). Perusahaan tersebut memberikan pinjaman lahan kepada HIPAKAD seluas 4.800 hektar dari total luas lahan 93.000 hektar milik perusahaan tersebut di Aceh Besar.

Aceh menyimpan potensi pertanian yang luar biasa. Banyak pihak berminat melakukan investasi pertanian di bumi Serambi Mekah itu. Perlu diketahui, Uni Emirat Arab (UEA) menegaskan minatnya untuk memperluas kegiatan investasinya di Aceh termasuk dalam sektor nonmigas. Adapun pihak yang tertarik untuk memperluas investasi di Aceh adalah Mubadala Holding, perusahaan milik kerajaan Abu Dhabi, yang bergerak di berbagai bidang, termasuk minyak dan gas, perkebunan, industri petrokimia, hingga sektor nonmigas.

Saat ini, Mubadala Petroleum, salah satu anak perusahaan Mubadala, adalah pemegang konsensi eksplorasi migas terbesar di Aceh yang tersebar di blok Andaman I, Andaman II, dan Andaman Selatan dengan total nilai investasi sekitar USD500 juta. Usaha diversifikasi investasi yang akan dilakukan oleh Mubadala ini dapat memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Aceh serta membuka lapangan pekerjaan yang baru.

Ketertarikan yang sama juga disampaikan Ketua Liga Parlemen Jepang-Indonesia Toshihiro Nikai. Dia mengaku sangat tertarik untuk berinvestasi di Provinsi Aceh, salah satunya di sektor pertanian.

"Aceh memiliki lahan yang luas dan tanah yang subur sehingga sangat berpotensi untuk dikembangkan," katanya. Ia menjelaskan setelah pulang dari Aceh nantinya dia akan mendorong pemerintah atau swasta di Jepang untuk datang dan berinvestasi di provinsi ujung paling barat Indonesia itu.

 

 

 

Penulis: Eri Sutrisno
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini

Berita Populer