Merdeka Sinyal. Itulah ambisi yang ingin diwujudkan pemerintah setidaknya pada 2024, demi menyediakan infrastruktur berbasis internet di seluruh pelosok tanah air.
Alhasil, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebagai pengampu sektor telekomunikasi terus menggenjot penyediaan infrastruktur dan layanan berbasis digital tersebut.
Mengingat pemanfaatan digital semakin meluas di Indonesia, pemerintahan Joko Widodo berharap dalam dua hingga tiga tahun ke depan seluruh wilayah akan terjangkau layanan selular. Daerah yang masuk kategori terdepan, tertinggal, dan terluar atau 3T diharapkan sudah terlayani broadband berbasis 4G.
Pelbagai infrastruktur pun dibangun. Salah satunya adalah Proyek Palapa Ring, jaringan tulang punggung (backbone) untuk menyambungkan jaringan serat optik di sejumlah titik perbatasan dan terluar Indonesia seperti Natuna, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.
Melalui proyek itu, Kementerian Kominfo juga menjadikan layanan internet gratis di 150.000 titik layanan publik. Di kantor polisi, fasilitas kesehatan, sekolah, dan universitas, layanan itu diberikan hingga 2023 mendatang.
Tak dipungkiri, iklim investasi telekomunikasi saat ini tengah melandai di tengah pandemi Coronavirus disease 2019 (Covid-19). Namun, itu tak menyurutkan pemerintah untuk terus mendorong iklim usaha dan layanan telekomunikasi.
Tahun depan, pemerintah telah meningkatkan anggaran infrastruktur di Kementerian Kominfo untuk pembangunan layanan satu data, infrastruktur digital untuk layanan publik, infrastruktur seluler di daerah, hingga pengembangan satelit.
Pencanangan Preparatory Work Agreement (PWA) Proyek Satelit Multifungsi Republik Indonesia (Satria) menjadi bukti investasi telekomunikasi di Indonesia masih bergairah.
Menurut Menteri Kominfo Johnny Gerard Plate, pandemi Covid-19 memberi pengaruh sangat signifikan pada industri ruang angkasa (aerospace), termasuk satelit. Mengutip kajian Space Tech Expo pada Juli 2020, pandemi ini memberi efek negatif pada penundaan penyelesaian proyek, terganggunya mata rantai pasok industri, pelambatan pengoperasian fasilitas untuk pabrikasi, serta terbatasnya ketersediaan tenaga kerja satelit sejak Maret 2020.
Hal tersebut diutarakan Menteri Kominfo saat menghadiri Penandatanganan Kerja Sama Dimulainya Konstruksi Satelit Multifungsi Satelit Indonesia Raya (Satria) di Jakarta, Kamis (3/9/2020).
Penandatanganan PWA proyek Satria itu dilakukan Direktur Utama PSN dan Direktur Utama Satelit Nusantara Tiga (SNT) Adi Rahman Adiwoso, di Jakarta, bersama dengan VP Telecom Business Unit TAS, Pascal Homsy, di Prancis, secara virtual.
Tahapan PWA menandai kesepakatan antara konsorsium perusahaan telekomunikasi nasional, PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) lewat anak usahanya SNT dan pabrikan piranti ruang angkasa Prancis, Thales Alenia Space (TAS), untuk memulai pekerjaan konstruksi satelit mulai bulan ini.
"Preparatory Work Agreement ini sekaligus memastikan bahwa pembuatan satelit dapat dilaksanakan tepat waktu pada saat kontrak, sekaligus menandai bahwa perjanjian pembiayaan akan mulai efektif berjalan. Diharapkan 2023 sudah dapat mengorbit," jelas Menteri Kominfo.
Kominfo melakukan akselerasi proyek ini selama masa pandemi. Pasalnya, meski terjadi pagebluk, sektor telekomunikasi, informasi, dan komunikasi masih tumbuh positif hingga 10,88 persen.
Proyek Satria yang berteknologi very high troughput satellite (VHTS) menandai peluang investasi di masa datang bakal lebih besar. Setidaknya sampai dengan 2030, kebutuhan kapasitas satelit Indonesia diproyeksikan mencapai 900 Gigabytes (Gbps) atau 0,9 (Terabytes) Tbps.
Pembangunan segmen ruang angkasa ini tentu membutuhkan dukungan segmen di daratan. Operasional Satria pada 2023 akan mewujudkan layanan internet gratis di 150.000 titik tersebut.
Pengembangan Satria merupakan suatu keputusan strategis pemerintah yang sangat penting, tidak kalah saat pemerintah memutuskan untuk menggunakan Satelit Palapa A pada 1970 bagi sistem komunikasi satelit domestik yang membuat seluruh masyarakat Indonesia akhirnya dapat berkomunikasi dan menikmati saluran televisi nasional, TVRI.
Sejak 1976, Indonesia sudah memiliki sembilan generasi satelit komersial. Dimulai dari Palapa Seri A, B, C, dan terakhir seri D. Kemudian ada satelit Cakrawarta, M2A, Telkom, Garuda, Brisat, dan Nusantara I. Setidaknya ada 24 peluncuran satelit komersial yang merupakan konsorsium BUMN, swasta dengan pabrikan satelit dunia dari Amerika Serikat, Prancis, Rusia, dan Tiongkok.
Tidak semuanya berhasil mengorbit. Seperti nasib Satelit Telkom 3 yang sempat menghilang dari titik orbit pada Agustus 2012. Paling nahas yang menimpa Satelit Nusantara II pada 9 April 2020, saat peluncuran langsung gagal mengorbit dan jatuh di Perairan Guam, Samudera Pasifik.
Menurut Adi Rahman Adiwoso, proyek Satria bagi kelompok usaha PSN merupakan bagian dari rangkaian seri Satelit Nusantara yang dimulai sejak 2019. Satelit multifungsi ini memiliki kapasitas 150 Gbps dan memakai frekuensi Ka-Band.
Sebagai pembanding, saat ini Indonesia memanfaatkan lima satelit nasional dengan kapasitas sekitar 30 Gbps, dan empat satelit asing yang memiliki kapasitas 20 Gbps.
Proyek satelit Satria dikerjakan dalam skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Kominfo bertindak selaku Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama (PJPK). Total investasi Satria mencapai USD550 juta atau sekira Rp8 triliun yang dibiayai oleh sindikasi perbankan internasional.
Thales Alenia Space pernah menggarap satelit milik PSN sebelumnya, Nusantara II, dan satelit yang dioperasikan Indosat, yakni Palapa D. Sedangkan peluncuran akan dilakukan dengan menggunakan roket Falcon 9-5500 yang diproduksi oleh Space-X, perusahaan asal Amerika Serikat.
Adanya proyek SATRIA mendorong bangsa Indonesia bisa secepatnya menjadi digital society dengan mempermudah layanan pendidikan, pemerintahan, kesehatan, perekonomian, dan sebagainya dengan akses internet. Kesetaraan digital ini menyiapkan seluruh bangsa menghadapi masa depan yang sebagian besar tergantung pada algoritma digital.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Editor: Firman Hidranto/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini