Dalam tubuh yang sehat terdapat imunitas yang kuat. Pepatah itu rupanya telah menjadi mantera umum. Maka, sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia, konsumsi buah dan sayur masyarakat meningkat. Warga perlu makanan sehat agar tubuh lebih kuat menghadapi kemungkinan paparan virus jahat itu.
Kampanye hidup sehat dengan buah dan sayuran itu pun membahana dari ujung ke ujung negeri ini. Buah dan sayuran seperti menjadi kebutuhan pokok. Konsumsi produk holtikultura akan naik. Terdorong oleh demand yang kuat, produksi hortikultura, terutama yang dari tanaman semusim, pun meningkat.
Ukurannya adalah produk domestik brutonya. Pada kuartal pertama 2020, PDB subsektor hortikultura hanya 2,55 persen YoY (year on year). Pada kuartal II, pertumbuhannya melesat di atas 5 persen YoY dan 21,75 persen dibandingkan dengan kuartal I/2020. Faktor ini juga menjadi penyumbang pertumbuhan positif sektor pertanian pada PDB selama kuartal II/2020, yang tercatat tumbuh 16,42 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Sektor pertanian termasuk yang moncer tumbuhnya di tengah pandemi Covid-19 yang sudah memasuki bulan ketujuh ini. Sumbangan pertanian terhadap PDB nasional sekitar 13,5 persen. Kontribusi hortikultura pada PDB nasional memang masih kecil, sekitar 1,6 persen. Namun, di tengah pandemi, buah dan sayur tropis tak hanya kuat di pasar domestik, tapi juga berpeluang menambah kontribusi ekspornya.
“Pemerintah mendorong agar buah asli nusantara menjadi pemain utama pasar buah dalam negeri sekaligus guna peningkatan ekspor, agar dapat meningkatkan pendapatan petani,” ujar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto di Jakarta, pertengahan Agustus lalu.
Pernyataan Airlangga Hartarto diamini Syahrul Yasin Limpo, Menteri Pertanian. Menurut Syahrul, selama berlangsungnya wabah pandemi permintaan buah dan sayur cukup meningkat. Masyarakat mencari makanan sehat untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
"Kita berharap ruang ini akan sangat terbuka di mana peningkatan sayur dan buah diminati saat Covid-19 untuk meningkatkan imunitas. Bahkan, beberapa buah Indonesia makin diminati manca negara," tutur Syahrul.
Pasar Dunia
Dalam satu laporan yang diterbitkan FAO berkaitan dengan buah tropis 2020, pertumbuhan kebutuhan pasar dunia terhadap buah tropis—pisang, manga, nanas, alpukat, dan pepaya—mencapai 2,3 persen per tahun selama satu dekade 2008 -2018. Pada 2018 saja, kebutuhannya buah-buahan segar itu mencapai 210 juta ton.
Dari total kebutuhan buah tropis segar itu, sekitar 99 persen berasal dari negara berkembang. Bila dilihat produksinya per kawasan, Asia menyumbang 56 persen, Amerika Latin 26 persen, dan Afrika 15 persen.
Bagaimana kinerja ekspor buah segar Indonesia? Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud memberikan gambaran yang cukup menjanjikan. Menurutnya, permintaan ekspor buah segar meningkat tinggi selama masa pandemi Covid-19.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), selama periode Januari hingga Mei 2020 permintaan ekspor buah segar mencapai 375,000 ton. Bahkan, nilai tambah ekspor meningkat 73,4 persen dibanding periode yang sama 2019. Diproyeksikan ekspor buah-buahan bakal terus meningkat selama pandemi. Masyarakat menyakini konsumsi buah segar salah satu cara meningkatkan daya imun dan tetap terjaganya kesehatan.
Sebagai gambaran, ekspor untuk buah nanas Indonesia tercatat ditujukan ke pasar Amerika Serikat, Belanda, Spanyol, Jerman, dan Jepang. Nilai ekspor untuk komoditas tersebut mencapai Rp1,6 triliun. Kemudian manggis, total nilai ekspor sebesar Rp1,09 triliun dengan ekspor utamanya ke Hong Kong, Malaysia, Saudi Arabia.
Berikutnya, pisang nilainya Rp45 miliar lebih dan mangga ekspor ke Singapura, Tiongkok, AS, dan Vietnam, dan salak termasuk rambutan dan buah naga.
Berkaitan dengan kinerja komoditas hortikultura itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pun memasang rencana untuk lebih fokus menggenjot produksi buah-buahan, sayuran, dan kembang terutama di periode triwulan III 2020.
"Selain konsentrasi pangan beras, kami rencanakan triwulan III-2020 kita lebih fokus buah, sayuran, dan bunga," ujarnya di sela-sela penyelenggaraan Gerakan Buah Nusantara 2020, Jakarta, Senin (10/8/2020).
Terlepas dari kinerja perdagangan buah segar Indonesia yang sudah mulai di terima di pasar mancanegara, pengalaman saya ketika melakukan kunjungan Belanda di beberapa waktu lalu bisa menjadi pembelajaran agar kualitas komoditas buah segar negara ini terus diperbaiki.
Ketika di Denhaag, Belanda, saya menyempatkan mengunjungi pasar basah Hobama. Di pasar itu tersedia beraneka ragam buah segar, termasuk mangga. Saya melihat buah mangga masih terlihat segar, jumbo, dan menarik. Ketika saya tanya ke penjualnya, mereka berkata “Itu mangga asal Thailand.”
Saya pun berguman, “Kenapa dari Thailand? Mangga Indonesia tidak kalah dengan mereka punya, variannya lebih banyak dan manis-manis pula.”
Tak dipungkiri, buah segar asal Thailand atau negara lain tidak hanya bersaing mengisi pasar Eropa. Produk negeri jiran itu pun sudah juga menyerbu pasar domestik. Wajar saja, mereka juga mengincar pasar Indonesia karena luar biasa besarnya.
Dengan populasinya 267 juta, mengutip data dari Asosiasi Eksportir-Importir Buah dan Sayuran Segar Indonesia (Aseibssindo), potensi konsumsi buah secara nasional diprediksi saat ini mencapai 13,35 juta ton. Itu artinya dari konsumsi per kapita mencapai 37 kilogram per kapita per tahun dan diprediksi naik menjadi 50 kilogram per kapita per tahun pada tahun ini. Asumsi jumlah penduduk 267 juta.
Namun dengan adanya wabah pandemi menjadi hikmah yang luar biasa bagi produk buah lokal. Pasalnya, selama wabah, impor buah-buahan pun turun. Menurut data, impor buah pada triwulan I 2020 mengalami penurunan sebanyak 14.500 ton, atau turun 45 persen dibandingkan dengan impor di triwulan sebelumnya.
Terlepas dari semua itu, adanya pandemi harus membawa kesadaran bangsa ini untuk segera berbenah, termasuk komoditas buah segar. Agar mampu bersaing memasok kebutuhan buah tropis bagi pasar dunia, Indonesia harus menerapkan pendekatan teknologi.
Misalnya dengan pengembangan buah unggul nusantara dengan pendekatan satu wilayah, satu jenis buah, satu varietas. Bahkan, bila perlu satu kawasan dengan lahan seluas 1.000 hektare untuk satu jenis buah.
Begitu juga perlu pengembangan infrastruktur penyangga guna mengantisipasi lonjakan pasokan buah di kala masa panen. Pengembangan ini dapat mendorong industri pengolahan buah sehingga terjadi diversifikasi. Dengan demikian, produk buah Indonesia mampu bersaing dan unggul di pasar dunia.
Penulis: Firman Hidranto
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini