Harga timah (tin) di pasar dunia terus merambat naik. Bila di awal Agustus lalu, timah masih harus berjuang menembus angka psikologis USD17.500 per ton, menurut dailymetalprice.com, pada pertengahan September 2020 harganya sudah melewati USD18.000 per ton. Di akhir tahun 2020, diperkirakan harganya akan mendekati angka USD20.000.
Gerakan harga timah cukup alot. Setelah sempat terempas di posisi USD13.250 per ton di LME London Metal Exchange (LME) akhir Maret lalu, timah bergerak naik dan mencapai USD17.800 pada akhir Juli. Namun, sesudah itu tertahan lagi dan baru tembus dan bertengger di atas level USD18.000 setelah memasuki September.
Membaiknya harga tentu menjadi kabar baik bagi Indonesia, negara pengekspor timah terbesar kedua dunia setelah Tiongkok. Perkembangan ini disambut suka-cita oleh manajemen PT Timah Tbk, produser utama timah di Indonesia, yang harus menanggung beban berat turunnya harga dan volume penjualan akibat pandemi Covid-19.
“Kami optimistis harga logam timah pulih pada semester II tahun 2020. Situasi ini akan berdampak positif terhadap kinerja perusahaan kami,” ujar Wibisono, Direktur Keuangan PT Timah, dalam paparan publik secara virtual dari Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta akhir Agustus lalu. Indonesia memasok sekitar 20 persen permintaan timah dunia.
Situasi pandemi itu mau tak mau membuat PT Timah menurunkan skala operasinya. Produksi penambangan bijih timah pada semester I/2020 hanya 25 ribu ton, susut 47% dari semester I/2019. Langkah ini diperlukan agar stok bijih timah tak terlalu menggunung. Hasil olahan bijih logam itu menjadi produk timah, melalui proses refining dan smelting, merosot 26% menjadi 27,8 ribu ton. Volume penjualan logam timah olahannya memang hanya susut 0,3% ke level 31,5 ribu ton, namun nilainya jatuh jauh lebih dalam.
Pada puncak kepanikan pandemi Maret-April lalu, harganya terbanting jatuh sampai ke level USD13.250 per ton. Walhasil, pendapatan badan usaha milik negara (BUMN) PT Timah pada semester I/2020 ini terjun 18,5% dibanding semester I/2019, ke angka Rp7,98 triliun.
Tahun 2020 bukan saja menjadi tahun yang berat bagi PT Timah Tbk. Perang dagang Amerika vs Tiongkok pun menekan harga timah pada 2019. Secara rata-rata, harga timah di LME hanya sekitar USD16.000 per ton. Pengurangan produksi timah oleh Indonesia dan Malaysia di akhir 2019 mendorong harga bergerak naik ke level USD17.200 per ton dan bisa bertahan sampai awal 2020, sebelum akhirnnya terhantam oleh pandemi Covid-19.
Cuaca buruk akibat perang dagang AS vs Tiongkok yang disusul badai pandemi itu membuat persoalan tersendiri untuk merestrukturisasi kondisi keuangannya. Efisiensi biaya dijalankan, dan utang berbunga ke bank diciutkan. Sampai akhir kuartal I/2020, utang ke bank diturunkan sebesar Rp2,7 triliun. Dana untuk membayar obligasi Rp600 miliar yang jatuh tempo September ini telah disiapkan. Cash flow perusahaan semakin sehat.
Dengan membaiknya harga di pasar dunia, nilai ekspor dari timah akan lebih banyak untuk bisa memperbaiki neraca perdagangan Indonesia. Saat ini, perusahaan surveyor PT Sucofindo mencatat ada lima eksportir timah Indonesia, yang semuanya mengusahakan penambangan di Bangka Belitung, yakni PT Timah Tbk, PT Refined Bangka Tin, PT Mitra Stania Prima, PT Menara Cipta Mulia, dan PT Artha Cipta Langgeng.
Sebagian besar timah (95%) diekspor. Tujuan ekspornya utama Singapura, India, Tiongkok, Korea Selatan, Amerika, dan Uni Eropa. Pada 2018, PT Timah Tbk mengkontribusikan 33 ribu ton (38%) dari ekspor logam timah nasional yang sekitar 90 ribu ton. Selebihnya swasta. Rata-rata separuh dari hasil bijih timah BUMN ini ditambang dari laut di sekitar pantai Bangka-Belitung. Di bawah lantai laut ini ada lapisan pasir dengan kandungan timah yang tinggi.
Penambangan timah pantai itu juga dilakukan oleh sejumlah perusahaan swasta. Dengan stok timah di perairan itu, cadangan timah bangka masih cukup banyak. Penambangan timah baru di Kalimantan Barat dan Kepulauan Riau sejauh ini sumbangannya tak lebih dari 4% saja. Yang 96% dari Bangka dan Belitung.
Dengan area konsensi yang ada saat ini, di darat dan di laut, PT Timah Tbk punya cadangan 325 ribu ton bijih timah yang siap ditambang (proven). Cukup untuk persediaan lima-enam tahun ke depan. Masih di area konsesi itu juga terdapat potensi 1,05 juta ton lain, yang bisa ditambang untuk 15 tahun berikutnya. Bijih timah inilah yang akan diproses di industri refining dan smelting di Muntok, Bangka (80%) dan 20% lainnya di Pulau Kondur, Karimun di Kepulauan Riau.
Pada 2018, nilai ekspor logam timah nasional mencapai USD1,7 miliar, sekitar satu persen dari ekspor nasional. Di Provinsi Bangka-Belitung, penambangan timah memberi kontribusi 13--14% pada produksi daerah regional bruto (PRDB) dan daya beli dari 80 persen warga terpengaruh oleh naik turunnya harga bijih timah. Pekerjaan rumahnya adalah dampak lingkungannya yang belum semuanya bisa tertangani.
Penulis: Putut Trihusodo
Editor: Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini