Pemerintah berniat membuka pintu bagi masuknya swasta dalam pembangunan jaringan distribusi gas bumi (jargas) kota pada 2021. Dengan begitu, swasta boleh terlibat dalam usaha distribusi gas untuk konsumsi penduduk perkotaan. Peluang ini semakin lebar dengan diberlakukannya UU Cipta Kerja saat ini.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan bahwa kebijakan baru ini masih di dalam ruang kajian. Kemungkinan masuknya investor swasta, seperti dikatakan Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Kementerian ESDM Alimudin Baso, masih menunggu kajiannya yang akan memakan waktu lima hingga enam bulan.
Alimuddin berharap swasta pun bisa bergegas membuat studi kelayakannya. Peluang pelibatan swasta itu cukup besar mengingat kemampuan negara melakukan investasi lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terbatas. Kontribusi swasta diperlukan di tengah kebutuhan pendanaan infrastruktur gas yang mencapai Rp38,4 triliun hingga 2024 mendatang.
Dari angka tersebut, pemerintah hanya mampu memenuhi Rp4,1 triliun. Sedangkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki porsi pembangunan senilai Rp6,9 triliun. Masih ada selisih besar untuk target pemasangan 3,5 juta sambungan gas kota. "Kemitraan badan usaha swasta dan pemerintah ini sangat diharapkan. Beban pemerintah masih cukup besar dari sisi subsidi elpiji," kata Alimuddin.
Hingga saat ini jargas yang terbangun baru mencapai 537.000 sambungan. Pembangunan jargas kota nantinya akan diprioritaskan untuk wilayah DKI Jakarta, Tangerang, Tangerang Selatan, Depok, Bekasi Bogor, Semarang, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Medan, dan Palembang.
Sudah selayaknya gas dijadikan sebagai energi bagi pemenuhan kebutuhan rumah tangga di negeri ini. Apalagi, Indonesia termasuk negara yang punya sumber daya gas melimpah, selain gas merupakan energi bersih dan mendukung pengurangan emisi karbon dunia.
Dalam konteks pengembangan jaringan gas kota, negara ini telah memiliki model pengembangan gas kota, yakni kota Prabumulih, Sumatra Selatan. Kota berpenduduk sekitar 175 ribu jiwa itu, tercatat sebagai kota dengan infrastruktur jaringan gas perkotaan terbesar di Indonesia.
Jaringan gas di Kota Prabumulih telah mampu menjangkau 32.000 sambungan rumah tangga (SR). Dengan adanya jaringan gas ini, sekitar 90 persen rumah tangga di Prabumulih bisa teraliri gas secara langsung.
Awal mula pembangunan jaringan gas perkotaan di kota itu dimulai 2014 dan menjangkau 4.650 SR. Kini jaringan gas perkotaan sudah menyasar 32.000 SR. Pengelolaannya dilakukan oleh PT Pertagas Niaga, yang bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Petro Prabu.
Berkaca dari kisah sukses Kota Prabumulih, tentu banyak aspek yang bisa diraih melalui penggunaan gas bagi kebutuhan energi rumah tangga. Antara lain, efisiensi penggunaan anggaran dan menggenjot penggunaan energi bersih negeri ini.
Bauran Energi
Khusus penggunaan gas, termasuk pengembangan penggunaan gas bagi rumah tangga, tentu tak lepas juga dari skenario besar pemerintah mendorong bauran energi nasional sebagai bagian komitmen menuju energi bersih, sesuai amanah yang tertuang dalam panduan di Neraca Gas Bumi 2020-2030. Di skenario itu disebutkan, bauran energi nasional akan dilakukan dengan pemanfaatan gas sebesar 22% pada 2025 dan 24% pada 2050.
Melalui pembangunan jargas kota, pemerintah juga mengharapkan terjadinya penghematan anggaran subsidi elpiji sebesar Rp297,5 miliar per tahun. Selain itu adanya infrastruktur gas hingga rumah tangga akan menghemat pengeluaran masyarakat hingga Rp366 miliar tiap tahunnya.
Melihat data di atas, tak dipungkiri inisiatif pembangunan infrastruktur gas yang menyentuh hingga ke rumah tangga sebenarnya sudah lama digulirkan. Namun, realitasnya sambungan pipa gas hingga ke rumah tangga bisa dikatakan berjalan sangat lambat.
Wajar saja, Presiden Joko Widodo seperti gemas melihat kondisi tersebut. Situasi inilah yang kemudian melahirkan Peraturan Presiden (Perpres) No.6/2019. Beleid ini mengatur soal penyediaan dan pendistribusian gas bumi melalui jaringan transmisi dan/atau distribusi gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil.
Regulasi lainnya yang mendorong penggunaan gas adalah Perpres nomor 6/2019 soal pemanfaatan fasilitas bersama, hingga penetapan harga jual gas bumi ke konsumen. Di situ disebutkan, kementerian terkait akan melakukan perencanaan jargas berdasarkan kepada volume kebutuhan, ketersediaan sumber gas bumi, serta ketersediaan infrastruktur penunjang.
Perpres itu ditindaklanjuti dengan keluarnya Keputusan Menteri nomor 11 K/10/EM/2019. Dalam kepmen tersebut, PT Pertamina (Persero) ditugaskan untuk membangun jargas. Di sisi lain, gubernur, bupati/wali kota dan/atau badan usaha dapat mengusulkan volume kebutuhan penyaluran gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil kepada menteri.
Era penyaluran gas rumah tangga kini sudah merupakan keniscayaan. Apalagi tuntutan penurunan emisi rumah kaca dan energi bersih sudah menjadi sebuah komitmen global. Pemerintah pun menyadari itu. Dan, hanya melalui cara ini, solusi untuk memperoleh gas murah bagi rakyat bisa diwujudkan.
Penulis: Firman Hidranto
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini