Indonesia.go.id - Genjot Diplomasi demi Vaksin Covid-19

Genjot Diplomasi demi Vaksin Covid-19

  • Administrator
  • Selasa, 27 Oktober 2020 | 02:07 WIB
VAKSIN COVID-19
  Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengikuti rapat bersama Komisi I DPR RI di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (22/9/2020). Rapat membahas diplomasi vaksin virus Corona. Foto: ANTARA FOTO/ Aditya Pradana Putra

Pemerintah menyiapkan anggaran Rp40,8 triliun untuk pembelian vaksin. Sebanyak Rp3,8 triliun di antaranya disiapkan untuk membayar pengiriman vaksin.

Sejak virus corona muncul pertama kali di Wuhan, Tiongkok, pada Desember 2019, dan menyebar dengan cepat melintasi batas negara dan benua, dunia pun tersadar untuk sesegera mungkin menemukan obat penawarnya berupa vaksin.

Para peneliti, produsen vaksin dan perusahaan-perusahaan farmasi di berbagai negara pun berjuang mengembangkan lebih dari 150 jenis vaksin demi melawan virus yang bernama Covid-19.

Virus ini memang menyerang tanpa pandang bulu. Mulai dari mengganggu sistem kekebalan tubuh manusia, merusak sistem pernapasan, dan lebih fatalnya lagi dapat mengakibatkan kematian.  

Tengok saja catatan yang dilansir Badan Kesehatan Dunia atau WHO, per Kamis (22/10/2020) di mana sudah ada 41.261.631 orang di seluruh dunia terpapar corona. Dari jumlah itu, 1.131.863 di antaranya meninggal dunia.

Meski demikian, sebanyak 28.136.723 lainnya berhasil disembuhkan. Di Indonesia sendiri sudah sebanyak 377.541 orang terkonfirmasi positif corona dengan 301.006 di antaranya dapat disembuhkan. Meski ada sebanyak 12.959 lain tidak terselamatkan nyawanya.

Melihat kondisi tadi, Indonesia kontan tidak tinggal diam. Negara ini terus berupaya menyiapkan vaksin, salah satunya melalui Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.

Eijkman Institute adalah nama resmi lembaga yang diambil dari nama seorang peneliti Belanda peraih Nobel Bidang Kedokteran, Christiaan Eijkman. Lembaga ini telah menciptakan vaksin corona yang diberi nama vaksin Merah Putih.

Bibit vaksin ini dibuat dengan menggunakan strain Covid-19 asli Indonesia dan siap dilakukan tiga tahap uji klinis oleh PT Bio Farma pada Januari 2021 nanti. Namun, seiring makin meningkatnya jumlah penduduk yang terkonfirmasi corona sedangkan pengembangan vaksin asli Indonesia ini baru separuh jalan, maka harus dicari cara untuk memenuhi kebutuhan vaksin dalam jangka pendek.

Tentu akan muncul pertanyaan selanjutnya, bagaimana caranya untuk mendapatkan sumber-sumber tadi guna memenuhi kebutuhan vaksin dalam waktu pendek?

Melakukan diplomasi dan menjalin kerja sama dengan negara-negara yang sudah lebih dulu mengembangkan vaksin merupakan jawabannya.

"Kita harus bekerja sama untuk memastikan bahwa semua negara mendapatkan akses setara terhadap vaksin yang aman dan dengan harga yang terjangkau. Dunia yang sehat dan produktif harus menjadi prioritas kita bersama. Semua hanya bisa dicapai jika kita bekerja sama," demikian dikatakan Presiden Joko Widodo.

Kepala Negara menyampaikan gagasan itu ketika memberikan sambutan dalam Sidang Ke-75 Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa yang digelar secara virtual, 23 September 2020 lalu. Presiden saat itu juga menyampaikan bahwa vaksin akan menjadi game changer dalam perang melawan Covid-19.

Karenanya, pemerintah pun melakukan diplomasi berupa kerja sama multilateral dengan menggandeng tiga institusi utama fasilitas akses global terhadap Covid-19 atau COVAX.  Ketiga institusi tadi adalah WHO, Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Wabah (CEPI), dan Aliansi Global Untuk Vaksin dan Imunisasi atau GAVI.

Indonesia tidak sendirian karena belakangan menurut keterangan Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus di Jenewa, Swiss, Senin (19/10/2020), telah ada 184 negara bergabung di dalam COVAX untuk bersama-sama berperang melawan Covid-19 melalui pemberian vaksin kepada masyarakat.

Dua negara dari Amerika Tengah dan latin, Ekuador dan Uruguay, merupakan dua negara terakhir yang ikut bergabung. "Pembagian vaksin yang adil merupakan cara tercepat untuk melindungi masyarakat yang berisiko tinggi, menstabilkan sistem kesehatan serta mendorong pemulihan ekonomi global yang sesungguhnya," kata Tedros, pakar biologi yang pernah menjabat Menteri Kesehatan dan Menteri Luar Negeri Ethiopia.

CEPI pun siap membantu Indonesia berperang melawan corona dan berkomitmen menggandeng Bio Farma untuk mengembangkan vaksin setelah proses due dilligence selesai dilakukan.

Koalisi yang berbasis di Oslo, Norwegia itu juga siap menggandeng Indonesia untuk suatu kerja sama strategis jangka panjang. Bentuknya berupa pengembangan berbagai platform teknologi rapid vaccine dan imunoprofilaksis untuk melawan patogen yang belum diketahui dan melakukan riset diikuti inovasi vaksin.

Sedangkan GAVI memastikan sebanyak 92 negara berpenghasilan miskin dan menengah yang tidak mampu membayar sepenuhnya kebutuhan vaksinnya akan mendapatkan akses sama seperti halnya yang didapat negara-negara maju.

Nantinya, lembaga UNICEF akan mengkoordinasi pembelian serta pendistribusian vaksin ke lebih dari 140 negara termasuk Indonesia.

 

Kerja Sama Bilateral

Bukan itu saja yang dilakukan negara demi melindungi rakyatnya dari keganasan corona. Presiden telah memerintahkan Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi bersama Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang juga Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Erick Thohir terbang ke Inggris dan Swiss untuk memimpin sebuah upaya diplomasi bilateral dan multilateral.

Misi ini adalah untuk memperoleh lebih banyak lagi sumber vaksin guna melawan Covid-19 di Indonesia. "Tugas utama diplomasi adalah membuka jalan dan akses terhadap komitmen penyediaan vaksin," kata Menlu Retno.

Hasilnya apa dari kunjungan kedua Menteri itu? Ternyata tak sia-sia kunjungan tersebut. Sebuah pencapaian berharga diperoleh dari lawatan ke Inggris yaitu dikantonginya komitmen dari AstraZeneca, sebuah grup raksasa hasil merger Astra AB Swedia dengan Zeneca Group Plc dari Inggris.

Perusahaan farmasi berpusat di Cambridge itu siap memasok kebutuhan 100 juta dosis vaksin bagi Indonesia. Pengiriman perdana vaksin ke Jakarta dilakukan pada Maret 2021.

Sebelumnya, Indonesia juga telah mendapatkan lampu hijau dari tiga perusahaan vaksin Tiongkok seperti Sinovac Biotech Ltd yang memproduksi Sinovac, Sinopharm, dan CanSino (CanSino Biologics).

Produsen Sinovac siap mengadakan 143 juta dosis vaksin dan akan mulai tersedia pada November hingga Desember 2020. Sinopharm dan CanSino bakal tersedia di Indonesia masing-masing sebanyak 65 juta dan 15 juta dosis.

Sinovac menawarkan vaksin dengan harga per 1 dosis sebesar USD14,22 atau Rp2017.612 dengan asumsi kurs Rp14.600 per 1 dolar. Vaksin Sinopharm ditawarkan di harga USD22 (Rp321.100) per dosisnya.

Ketiga produsen vaksin ini telah melakukan vaksinasi kepada warga di Tiongkok, Juli 2020, dengan izin penggunaan darurat oleh otoritas kesehatan setempat atau emergency use authorization (EUA).  Vaksinasi menggunakan vaksin produk ketiga perusahaan tadi dilakukan terhadap warga Tiongkok yang berada di garis terdepan dalam melawan virus corona seperti tenaga kesehatan, pasukan militer, dan para diplomat.   

Sebuah tim dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Bio Farma sudah berada di Tiongkok sejak 14 Oktober 2020.

Tim tersebut memantau proses uji klinis dan produksi vaksin dari ketiga produsen. Rencananya, tim tadi baru akan melakukan pemantauan pada 29 Oktober usai menjalani karantina kesehatan selama 14 hari sebagai bagian dari protokol kesehatan yang diterapkan otoritas Negeri Panda.

Pada Agustus 2020 lalu, Indonesia juga telah mengikat kerja sama dengan Group 42, perusahaan teknologi informasi bidang kecerdasan buatan (artificial intellegent) asal Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA), untuk penyediaan 10 juta dosis vaksin.

Seperti dikutip dari Reuters, Group 42 diketahui telah menjalin kerja sama dengan China National Biotech Group Co, Ltd sebagai produsen Sinopharm untuk menguji vaksin corona bersama 31.000 relawan di UEA, Bahrain, Jordania, serta Mesir.

Sinopharm disebutkan telah melakukan uji klinis tahap III terhadap vaksin itu. Mereka menargetkan bisa memproduksi 75 juta hingga 100 juta dosis vaksin hingga 2021.

 

Lolos Uji Klinis

Semua vaksin yang akan dibeli dan digunakan di Indonesia itu, saat ini dalam tahap uji klinis oleh relawan-relawan di tanah air dan sebagian sudah memasuki tahap III.

Hal ini dilakukan untuk memastikan keamanan dan efektivitasnya sebelum digunakan massal. “Jika terjadi kesalahan dalam uji klinis ini maka kontrak yang dilakukan oleh Indonesia dengan produsen vaksin dapat dibatalkan sesuai ketentuan kontrak perjanjian sebelumnya,” kata Juru Bicara Satuan Tugas Penanggulangan Covid-19 Wiku Adisasmito.

Ia mengacu kepada Peraturan Pemerintah nomor 99 tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.

Untuk keperluan pembelian vaksin tadi, menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua KPCPEN Airlangga Hartarto, telah disiapkan anggaran dari APBN sebesar Rp40,8 triliun dalam bentuk multiyears.

Perinciannya sebanyak Rp3,8 triliun disiapkan untuk membayar pengiriman vaksin hingga Desember 2020. Sedangkan sisanya sebesar Rp37 triliun untuk pengiriman 2021.

Apa yang dilakukan pemerintah melalui diplomasi, baik bilateral maupun multilateral, sangat penting karena untuk melindungi kesehatan 267 juta penduduk Indonesia dari serangan virus corona.

Selain itu sebagai upaya untuk mengembalikan roda ekonomi yang terganggu saat ini. Mari kita tunggu segera terealisasinya komitmen-komitmen dari para pemasok vaksin tadi sehingga dapat melindungi masyarakat dari paparan virus corona.

Jaga terus protokol kesehatan di setiap aktivitas kita!

 

 

Penulis: Anton Setiawan
Editor: Firman Hidranto/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini