Rumpun Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) resmi dimulai sejak 31 Desember 2015, atau kini mendekati usianya yang ke-5. MEA merupakan kesepakatan ekonomi untuk menciptakan pasar yang lebih bebas dan biaya dagang yang lebih rendah di antara negara kawasan tersebut.
Inisiasi MEA ini berasal dari negara yang tergabung dalam negara anggota Asean (Association of Southeast Asian Nations) yang didirikan pada 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand. Dikenal sebagai Deklarasi Asean atau Bangkok Declaration, pendirian ini ditandatangani oleh lima negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Lima negara lain, yakni Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja, kemudian bergabung sehingga Asean sekarang beranggotakan 10 negara.
Kesepuluh negara itu kemudian membuat blueprint untuk membentuk Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau Asean Economic Community (EAC) yang ditandatangani pada November 2007, dan resmi dimulai pada 31 Desember 2015. Berdasarkan blueprint itu, Masyarakat Ekonomi Asean yang dibangun untuk memperkuat negara-negara Asean, punya karakteristik: a) pasar dan basis produksi tunggal, (b) wilayah ekonomi yang kompetitif, (c) wilayah pembangunan ekonomi yang adil, dan (d) kawasan yang terintegrasi ke dalam ekonomi global.
Menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kepala Negara/kepala pemerintahan ke-37 Asean Summit di Vietnam pada 12 November 2020, Asean Economic Community Council (AECC) pun melakukan pertemuan yang ke-19. AECC melaporkan perkembangan ekonomi terkini di kawasan bagi kepentingan pertemuan KTT ke-37 Asean Summit. Dalam laporannya, dewan MEA menyatakan, potret ekonomi regional sepanjang tahun ini terdampak secara signifikan akibat pandemi Covid-19.
Pada tahun ini, ekonomi kawasan diproyeksikan mengalami kontraksi 3,8 persen setelah sempat menikmati pertumbuhan 4,6 persen pada 2019. “Sama seperti terjadi berbagai belahan dunia, investasi dan perdagangan telah diprediksi terpukul krisis akibat pandemi,” sebut Dewan AEC dalam laporannya.
Pada tahun ini, Dewan AEC melaporkan, ekonomi regional akan mengalami kontraksi 3,8 persen setelah sebelumnya sempat tumbuh 4,6 persen pada 2019. Begitu juga sektor perdagangan yang sempat kontraksi secara marginal 0,3 persen pada 2019, pada semester pertama tahun ini turun hingga 12,4 persen dibandingkan periode tahun sebelumnya. Penurunan yang sama terjadi dengan FDI hingga 32,9 persen secara year-on-year (YoY) setelah sempat menikmati rebound 4,9 persen pada 2019.
Dampak pandemi jelas telah memperburuk ekonomi organisasi ekonomi regional tersebut. Namun, AEC sepakat kerja sama ekonomi kawasan tetap harus berjalan. Bahkan, menurut catatan Senior Economic Official Meeting (SEOM) 2020, mengutip hasil pertemuan KTT ke-37 Asean pada November 2020, rata-rata negara anggota Asean telah mengimplementasikan 23 prioritas atau setara dengan 38 persen dari 63 prioritas SEOM tahun 2020.
Yang jelas, pembentukan MEA yang telah dibentuk 2015 dan diimplementasikan 4 Januari 2016 telah memberikan manfaat yang besar bagi ekonomi semua anggota dari organisasi regional tersebut.
Ekonomi Dunia
Masyarakat ekonomi Asean kini menjadi kekuatan ekonomi dunia. Bayangkan, kawasan itu menjadi kekuatan ekonomi ke-5 dunia dan ke-3 di Asia. GDP MEA mencapai USD3,2 triliun pada 2019. Sebagai kekuatan ekonomi dunia, kawasan ini juga didukung oleh populasinya yang mencapai 655 juta jiwa. Artinya, kawasan menjadi pasar ke-3 terbesar di dunia setelah Tiongkok dan India. Dan, 1/3 dari populasi itu berasal dari Indonesia.
Total perdagangan MEA mencapai USD2,8 triliun pada 2019. Bahkan, perdagangan antar-Asean ternyata yang lebih mendominasi dari total perdagangan barang Asean. Pangsa pasarnya mencapai 23 persen pada 2018 dan 22,5 persen pada 2019. Begitu juga dengan perdagangan di sektor jasa yang mencapai USD844,6 miliar di tahun yang sama. Dan, 14,8 persen merupakan perdagangan intra-Asean.
Bagaimana dengan investasinya? Foreign Direct Investment (FDI) ke kawasan itu mencapai USD160,6 miliar pada 2019. Porsi yang paling besar atau 65,8 persen merupakan sektor perdagangan jasa. Yang menarik FDI itu ternyata sebagian besar antarnegara di kawasan itu, atau mencapai porsi 19,4 persen (2019). Setelah itu baru investasi Uni Eropa (18,4 persen), Jepang (9,6 persen), dan RRT (8,2 persen).
Begitu juga dengan neraca dagang Indonesia ke kawasan tersebut. Sejak dideklarasi pasar bebas Asean pada 2015, RI sempat mengalami defisit perdagangan sebesar minus 5,2 persen dengan komposisi ekspor hanya USD33,5 juta, namun impornya mencapai USD38,7 juta. Indonesia baru mengakselerasikan perdagangan ke kawasan Asean dalam dua tahun terakhir ini. Negara ini mulai menikmati surplus perdagangan.
Menurut catatan Kementerian Perdagangan, ekspor Indonesia ke kawasan Asean tercatat mencapai USD41,4 miliar dan impor USD39,7 miliar. Berikutnya pada 2020 terutama periode Januari--Agustus, ekspor tercatat mencapai USD23,1 miliar dan impor USD19,5 miliar. Dari gambaran itu, neraca perdagangan Indonesia ke negara kawasan Asean mengalami peningkatan surplus. Namun kinerja ekspor dan impor mengalami penurunan, seiring melesunya ekonomi global akibat pandemi.
Terlepas dari semua itu, adanya MEA memberikan dampak ekonomi yang luar biasa bagi negara-negara di kawasan tersebut. Mobilitas pekerja atau tenaga ahli di kawasan itu pun menjadi meningkat. Begitu juga dengan rezim investasi juga bertambah baik, serta kawasan itu menjadi lebih business friendly dan tercipta inovasi-inovasi baru. Melalui MEA juga mendorong anggotanya terus memacu perbaikan di sektor transportasi dan jaringan infrastruktur.
Terakselerasinya semua sektor masyarakat ekonomi Asean pada akhirnya mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi kawasan selain juga mendorong integrasi ekonomi yang lebih baik secara global.
Penulis: Firman Hidranto
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini