Indonesia.go.id - Pengawasan PPKM sampai ke RT dan RW

Pengawasan PPKM sampai ke RT dan RW

  • Administrator
  • Kamis, 4 Februari 2021 | 03:05 WIB
COVID-19
  Pecalang dan petugas Linmas menegur pengendara sepeda motor yang tidak menerapkan protokol kesehatan dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) tingkat desa/kelurahan di Denpasar, Bali. Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo

Langkah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dilakukan sejak 2 Januari di tujuh provinsi paling terdampak Covid-19 dinilai Presiden Jokowi kurang efektif. Terjadi lonjakan jumlah kasus baru dan kematian.  

Langkah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) akan didorong terus sampai ke lingkungan mikro, yakni permukiman RT dan RW. Para petugas Satgas Penanggulangan Covid-19 yang ada di lini terdepan akan digerakkan guna memastikan PPKM berjalan dengan efektif, dengan mengurangi mobilitas dan kerumunan warga.

“Pengawasan ini akan melibatkan Satpol PP, Babinsa, dan Babinkam TNI-Polri,” kata Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, yang sekaligus menjabat sebagai Ketua Komite Pemulihan Ekonomi Nasional dan Penanggulangan Covid-19 di Kantor Kepresidenan, Rabu (3/2/2021).

Langkah baru itu disampaikan Airlangga Hartarto, didampingi Menteri Kesehatan Budi Gunawan Sadikin, usai bertemu Presiden Jowo Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta. Langkah pengawasan akan diikuti  dengan tindakan tracing, bila ditemui kasus baru di tengah masyarakat.

PPKM yang dilakukan sejak 2 Januari di tujuh provisi paling terdampak Covid-19, yakni Jawa-Bali dan 73 kabupaten/kota, disebut Presiden Jokowi kurang efektif. Dalam tayangan Youtube Sekretariat Kepresidenan, Presiden Jokowi mengungkap gamblang kekecewaannya terhadap pelaksanaan PPKM.

Presiden mewanti-wanti agar para menteri berhati-hati dan mencermati situasi lapangan. Sebab di tengah PPKM itu justru terjadi penurunan ekonomi dan peningkatan penularan Covid-19 sekaligus. “Sebetulnya, (ekonomi) turun nggak apa-apa asal Covid-nya juga turun. Tapi, ini kan enggak,” kata Presiden.

Juru bicara Satgas Covid-19 Profesor Wiku Adisasmito dalam konferensi persnya, Selasa (2/2/2021) mengakui, kenaikan kasus Covid-19 memang masih terus terjadi. Mengacu data per 31 Januari, menurut Profesor Wiku, pada sepekan terakhir Januari 2021 secara nasional terjadi lonjakan kasus positif sebesar 9,5 persen, dibanding pekan sebelumnya. “Yang tertinggi di Jawa Barat, kenaikannya hampir 100 persen,” katanya.

Lonjakan bukan hanya pada angka kasus baru, melainkan juga angka kematian. “Secara nasional selama sepekan terjadi kenaikan angka kematian sampai 25,3 persen,” Profesor Wiku menambahkan.

Jawa Barat kembali menorehkan rekor terburuk, dengan kenaikan sekitar 140 persen. Pada minggu-minggu pertama di bulan Januari 2021, penambahan angka kasus harian ada di angka 13--14 ribu.

Konsekuensi atas kenaikan kasus Covid-19 itu, menurut Profesor Wiku, ada pada ketersediaan sarana perawatan bagi pasien, baik berupa ruang rawat, ruang isolasi, serta ICU. Menurut Juru Bicara Satgas Covid-19 itu pula, masyarakat, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat harus bersama-sama menekan kenaikan kasus mingguan itu di bawah 10 persen, yang jadi syarat agar kurva penularan bisa melandai.

Sejauh ini masalah terkait penularan Covid-19 itu, menurut Profesor Wiku, masih berkutat di hulu. Masyarakat secara umum masih banyak yang mengabaikan protokol kesehatan, tidak menjaga diri dari kerumunan, dan tidak sungguh-sungguh mengurangi mobilitas. “Sekali lagi saya ingin menekankan bahwa protokol kesehatan ini amat sangat penting,” kata Profesor Wiku.

Merespons situasi itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa pun mengaku, sulit mengendalikan perilaku masyarakat dengan segala kepentingannya. Secara umum, kata Khofifah, Jawa Timur yang mengikutkan  11 kabupaten/kota dalam PPKM, bisa mengurangi kenaikan kasus Covid-19. Hanya saja, angkanya tak cukup signifikan.

Pergerakan warga, menurut Khofifah, juga sulit dibendung. “Target kita sebetulnya ingin menekan mobilitas warga sampai 40 persen, tapi kita baru bisa sampai 25 persen saja,” katanya.

Keluhan senada juga pernah disampaikan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. “Kalau soal pakai masker juaranya Cimahi, kalau juaranya jaga jarak Kota Bandung,” katanya. Di Cimahi, 90 persen warganya mengenakan masker dan di Bandung 90 persen warga pandai menjaga jarak. “Yang paling tak bisa jaga jarak dan pakai masker ada di Kabupaten Bekasi,” ujarnya, dalam konferensi pers pada pekan kedua Januari 2021. Oleh karena itu dia meminta, masyarakat di Kabupaten Bekasi mau instropeksi diri.

Situasi serupa itulah yang ditangkap Presiden Jokowi. Ia menginstruksikan agar pengawasan prokes, kerumunan, dan mobilitas warga diturunkan ke tingkat RT dan RW. Tracing dan testing bila muncul kasus baru, menurut Airlangga Hartarto, akan dilakukan dengan alat rapid test antigen. Agar temponya bisa lebih cepat, ketimbang harus dengan swab PCR. “Nanti, akan ada Peraturan Menteri Kesehatan terkait langkah tracing ini,” kata Airlangga.

Tindakan pengawasan sampai ke level mikro ini, kata Airlangga, ditekankan ke kabupaten/kota yang menjalankan PPKM. “Dalam pelaksanaannya nanti bisa dinamis,” katanya.

Dengan begitu, langkah pengawasan itu ditekankan dalam lingkungan dengan angka kasus tinggi dan tingkat penularan yang kuat. Satu instruksi lainnya yang juga disampaikan Airlangga adalah soal kualitas masker.

Presiden Jokowi, menurut Airlangga, telah meminta pula kepadanya untuk mengevaluasi kualitas masker dan memastikan agar yang beredar di masyarakat adalah masker yang teruji kemampuan dalam menahan penularan virus. “Ini untuk memastikan agar masker yang ada bisa melindungi masyarakat,” pungkas Airlangga.

 

 

Penulis: Putut Tri Husodo
Redaktur: Ratna Nuraini/ Elvira Inda Sari