Indonesia.go.id - Investasi Digenjot, Efek Berganda pun Diharapkan

Investasi Digenjot, Efek Berganda pun Diharapkan

  • Administrator
  • Jumat, 5 Februari 2021 | 00:27 WIB
INVESTASI
  Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjadi nomor satu di Indonesia yang mengorkestrasi sektor ekonomi. Foto: SETPRES

Dengan bergeraknya investasi, pemulihan ekonomi nasional pun bisa diharapkan. Investasi diyakini memiliki efek berganda. 

Pemerintah telah membentuk Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Harapannya, minat investasi, terutama di sektor infrastruktur, semakin deras. (Baca juga https://indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/ekonomi/sang-piawai-di-lembaga-pengelola-investasi dan https://indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam angka/ekonomi/menanti-lpi-terbang-tinggi). 

Optimisme akan derasnya minat investor terhadap LPI atau sovereign wealth fund(SWF) juga dinyatakan oleh Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, selaku orang nomor satu di Indonesia yang mengorkestrasi sektor ekonomi. 

Dengan penuh kenyakinan Airlangga menyatakan, sejumlah investor jenis master fund asal Amerika Serikat melalui International Development Finance Corporation (IDFC) akan berinvestasi sebesar USD2 miliar. Sedangkan Jepang, melalui Japan Bank for International Cooperation (JBIC), sebesar USD4 miliar. 

Tak hanya itu, SWF juga mendapatkan komitmen dari Uni Emirat Arab melalui Abu Dhabi Investment Authority (ADIA). Sementara itu untuk thematic fund, SWF telah meraih letter of interest untuk proyek jalan tol dari CDPQ Kanada dengan komitmen hingga USD2 miliar, APG Belanda dengan potensi investasi hingga USD1,5 miliar dan GIC Singapura. 

Bahkan, Airlangga menambahkan, Macquarie juga menawarkan untuk menjadi pengelola dana. Yakni, dengan potensi kontribusi USD300 juta. Dengan demikian, total ada potensi senilai USD9,8 miliar yang akan masuk ke SWF. 

“Presiden menargetkan dana awal yang bisa dihimpun USD20 miliar atau sekitar Rp280 triliun,” kata Airlangga. Menurutnya, SWF menjadi salah satu pijakan bagi pemerintah untuk memulihkan ekonomi nasional yang sepanjang tahun lalu tertekan akibat pandemi Covid-19.

Lembaga memang menjadi salah satu cara pemerintah menggenjot investasi, sehingga diharapkan bisa berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Rencananya, SWF ini akan mulai beroperasi di periode kuartal I-2021. 

Secara sederhana SWF adalah badan pengelola dana investasi milik negara. Dana yang akan dikelola oleh badan ini berasal dari cadangan devisa yang dimiliki oleh bank sentral, dana hasil privatisasi, akumulasi surplus perdagangan maupun surplus anggaran, dan hasil penerimaan negara yang berasal dari ekspor sumber daya alam.

Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menyebutkan, SWF adalah kendaraan finansial yang akan digunakan negara untuk mengatur dana publik. Harapannya, melalui investasi yang dilakukan SWF terhadap dana milik negara, stabilitas ekonomi bisa tercapai. 

Setelah organisasi dan neraca SWF terbentuk, barulah mulai menggait investor. Desain awal SWF akan difokuskan pada pembangunan infrastruktur, khususnya proyek-proyek yang sudah beroperasi dan menghasilkan pendapatan seperti berupa jalan tol, pelabuhan, bandara, termasuk rencana proyek pengembangan 10 kota metropolitan.

Benar, SWF hanyalah salah satu instrumen demi memberi kepastian bahwa pemerintah memiliki dana untuk membiayai investasi. Dengan bergeraknya investasi, pemulihan ekonomi nasional pun bisa diharapkan. 

Investasi memang diyakini memiliki efek berganda. Di mana salah satunya adalah meningkatkan daya beli dan konsumsi masyarakat, selain menyediakan lapangan pekerjaan. 

SWF memang didesain untuk mencari pendanaan bagi kepentingan investasi. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) juga mendapatkan tugas yang sama dari pemerintah, menggali potensi investasi baik dari asing maupun dalam negeri. 

Khusus BKPM, pemerintah pun mematok target yang tidak ringan ke Bahlil Lahadalia, Kepala BPKM. Presiden Joko Widodo mematok target realisasi investasi menjadi Rp900 triliun pada tahun ini. 

Target yang ditetapkan Presiden tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan target yang disampaikan BKPM Rp886 triliun. Dan juga, target dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rp855,8 triliun. 

 

Realisasi Investasi

Bagaimana dengan pencapaian sepanjang tahun lalu? Pencapaian investasi pada tahun lalu tidak buruk. BKPM mencatat realisasi investasi selama 2020 mencapai Rp826,3 triliun, naik 2,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Capaian ini bahkan melampaui target BKPM yang sebesar Rp817,2 triliun. Dari total realisasi investasi tahunan (full year) 2020, realisasi penanaman modal asing (PMA) turun 2,4% year on year (yoy) menjadi Rp412,8 triliun sedangkan penanaman modal dalam negeri (PMDN) mencatat kenaikan 7% ke Rp413,5 triliun

Khusus target tahun ini, tak dipungkiri, ini merupakan tugas yang cukup berat. Mengingat, pandemi Covid-19 belum mereda. Di tanah air sendiri, penanganan Covid-19 masih menjadi tantangan besar. 

Itu seiring dengan peningkatan kasus harian yang belum melandai. Namun Kepala Negara cukup optimistis, target investasi tersebut dapat dicapai BKPM karena sejumlah faktor. 

Pertama, beberapa aturan pelaksana dari UU 11/2020 tentang Cipta Kerja segera rampung. Terkait dengan RPP dari UU Cipta Kerja, BKPM mendapat informasi beleid itu segera disahkan pada awal Februari 2021. 

Begitu PP selesai, lanjut Bahlil, pihaknya sudah membuat langkah-langkah penyusunan aplikasi baru online single submission (OSS) berbasis risiko, yang ditargetkan meluncur Juli 2021.  Kedua, program vaksinasi Covid-19 yang mulai berjalan. 

“Arahan Presiden kepada kami itu harus Rp900 triliun. Kami akan mencari formulasi agar target itu tercapai,” ujar Bahlil, Senin (25/1/2021).

Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan capaian kinerja investasi sepanjang tahun lalu bakal menjadi modal penting bagi pemerintah dalam merealisasikan target serapan pekerja yang dipatok lebih tinggi tahun ini, yakni sebanyak 1,3 juta orang. 

Bahlil menjelaskan, pemerintah akan mengedepankan sejumlah pendekatan terhadap investor asing dan lokal untuk membuka lebih banyak lapangan kerja. Pertama, mendorong investasi berbasis padat karya. 

Kedua, meminta investor untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) serta menambah tenaga kerja baru. Ketiga, fokus kepada seluruh segmen investor, baik besar maupun kecil. 

“Pendekatan-pendekatan tersebut yang kami lakukan kepada swasta. Memang, mereka harus efisien. Namun, ini hanya masalah komunikasi saja,” ujar Bahlil. 

Tahun ini, BKPM menargetkan investasi yang masuk ke tanah air bisa menembus Rp900 triliun, lebih tinggi dari target yang dipasang Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) senilai Rp856 triliun. 

“Meskipun target Bappenas lebih rendah, arahan Presiden Joko Widodo adalah investasi tahun ini harus mencapai Rp900 triliun. Ini akan dicapai dengan membuat satgas untuk terus-menerus berkomunikasi secara aktif dengan pelaku usaha untuk mencari solusi pada masa-masa unprecedented ini,” lanjut Bahlil. 


 

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/ Elvira Inda Sari