Setelah dua jilid Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Pulau Jawa dan Bali yang dinilai tak efektif dalam menekan laju penyebaran Covid-19, mulai Selasa (9/2/2021) pemerintah akan memberlakukan PPKM dengan skala mikro. Prinsip PPKM mikro sebenarnya adalah pembatasan bukan pelarangan, yang dibuat berskala.
Disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, kebijakan baru ini diterapkan karena butuh pendekatan yang lebih mikro sampai ke desa dan kelurahan. "Untuk menekan kasus positif dan melandaikan kurva," katanya, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (8/2/2021).
PPKM mikro diterapkan di Jawa dan Bali karena kawasan itu menyumbang 66 persen dari total kasus Covid-19 nasional. Adapun hingga 7 Februari 2021, total kasus positif Covid-19 di tanah air sudah tembus 1,15 juta orang.
PPKM mikro itu sendiri akan diberlakukan di wilayah yang sama dengan PPKM sebelumnya. Yakni, di tujuh provinsi dan berlangsung hingga 22 Februari 2021. Lantas, apa sebenarnya perbedaan antara PPKM mikro dan PPKM yang diberlakukan selama dua periode sebelumnya? Jika menilik detil aturannya, ada sejumlah perbedaan yang tampak.
Pertama, pada PPKM berbasis mikro, ada ketentuan pembentukan posko penanganan Covid-19 di tingkat desa dan kelurahan dalam rangka pengendalian Covid-19. Sedangkan sebelumnya, ketentuan ini tidak ada. Baik pada PPKM jilid I, maupun PPKM jilid II.
Kemudian, pada PPKM jilid I, jam operasional restoran dan pusat perbelanjaan dibatasi hingga pukul 19.00. Sementara, pada PPKM jilid II, jam operasional lebih longgar, hingga pukul 20.00 WIB. Nah pada PPKM mikro, mal/pusat perbelanjaan diizinkan beroperasi hingga pukul 21.00 WIB.
Hal lain, pada PPKM, pembatasan di perkantoran adalah 25 persen work from office, dan 75 persen work from home. Sedangkan, pada PPKM mikro, aturannya berubah menjadi 50 persen work from office dan 50 persen work from home.
Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo telah meminta pemberlakuan PPKM hingga ke level RT/RW. PPKM mikro pun diusung sebagai respons atas pelaksanaan PPKM di Jawa-Bali yang dinilai tidak berjalan efektif.
Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 3 tahun 2021, PPKM Mikro diterapkan di tujuh provinsi yang ada di Jawa-Bali. Yakni, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan Bali.
Ada beberapa wilayah prioritas penerapan PPKM mikro di ketujuh provinsi itu, dengan memperhatikan kondisi masing-masing daerah. Berikut rinciannya, di Banten adalah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan. Lalu di DKI Jakarta meliputi seluruh wilayah kota administratif. Di Jawa Barat, yakni Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cimahi, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, dan Bandung Raya.
Di Jawa Tengah, yaitu di Semarang Raya, Banyumas Raya, dan Kota Surakarta. Sedangkan di DIY, meliputi Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Kulon Progo. Di Jawa Timur PPKM mikro diberlakukan di Surabaya Raya, Madiun Raya, dan Malang Raya. Di Provinsi Bali, pemberlakuan PPKM mikro berlangsung di Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Tabanan, dan Kota Denpasar.
Sesuai Zonasi Covid-19
Pemberlakuan aturan PPKM Mikro bertolak pada kondisi wilayah sesuai zonasi Covid-19. Pada zona merah, misalnya, PPKM dilakukan hingga tingkat RT. Mulai dari penutupan rumah ibadah, tempat bermain anak, dan tempat umum lain yang sifatnya nonesensial.
Di kawasan itupun, masyarakat dilarang berkumpul lebih dari tiga orang. Termasuk pelarangan kegiatan masyarakat seperti arisan, dan lain-lain. Mobilitas warga untuk keluar masuk wilayah RT dibatasi maksimal pada pukul 20.00. Terakhir, seluruh kegiatan kemasyarakatan di lingkungan RT yang menimbulkan kerumunan harus ditiadakan.
Zona merah di lingkungan RT sendiri diidentifikasi sebagai kawasan dengan penularan komunitas tinggi, di mana terdapat lebih dari 10 rumah dalam satu RT yang memiliki kasus positif. Untuk itu, pembatasan yang lebih ketat diberlakukan.
Pelaksanaan PPKM mikro di daerah zona merah ini dilakukan berdasarkan koordinasi lintas sektor di wilayah itu mulai RT, RW, kepala desa, Babinsa, Bhabinkamtibmas, Satpol PP, Tim PKK, Posyandu, Dasawisma, para tokoh masyarakat, termasuk tenaga kesehatan.
Sedangkan di wilayah nonzona merah, PPKM akan tetap dilakukan dengan aturan penerapan bekerja dari rumah sebesar 50 persen dan pelaksanaan belajar-mengajar daring. Namun di daerah-daerah ini, sektor esensial tetap diperbolehkan beroperasi 100 persen dengan pembatasan jam, kapasitas, dan pengetatan protokol kesehatan.
Restoran, misalnya, hanya boleh menerima 50 persen kuota untuk makan/minum di tempat, begitu juga dengan tempat ibadah hanya bisa diisi 50 persen kuota. Pusat perbelanjaan/mal maksimal buka hingga pukul 21.00 waktu setempat. Lalu, semua fasilitas umum dan kegiatan sosial budaya yang menimbulkan kerumunan dihentikan sementara. Kemudian, transportasi umum dibatasi kapasitas dan operasionalnya. Sedangkan kegiatan konstruksi diizinkan beroperasi penuh dengan pengetatan protokol.
Perlu diketahui, zona diidentifikasi berkategori hijau bila tidak ada kasus aktif, jika tidak ada rumah di satu RT yang memiliki kasus konfirmasi positif atau dalam perawatan atau isolasi mandiri selama 7 hari terakhir. Di zona ini dilakukan surveilans aktif, seluruh suspek dites, dan pemantauan kasus tetap berlangsung berkala demi melakukan pengendalian terhadap potensi penularan.
Zona dikategorikan kuning jika ada penularan komunitas rendah, dengan kriteria jika terdapat 1-5 rumah di satu RT yang memiliki kasus konfirmasi positif atau dalam perawatan atau isolasi mandiri selama 7 hari terakhir. Di zona ini, diberlakukan PPKM Level Rumah Tangga, yakni melakukan pelacakan kontak erat dan isolasi mandiri pasien positif dan kontak erat dengan pengawasan ketat demi bisa mengendalikan penularan.
Sementara itu, zona ditetapkan sebagai oranye manakala terjadi penularan komunitas sedang. Dengan kriteria, terdapat 6-10 rumah di satu RT yang memiliki kasus konfirmasi positif atau dalam perawatan atau isolasi mandiri selama 7 hari terakhir.
Di zona ini pengendalian dilakukan dengan menutup kegiatan masyarakat di luar rumah, termasuk di tempat ibadah, tempat bermain anak, dan tempat umum, kecuali pada sektor esensial.
Penggunaan Dana Desa
Demi memastikan PPKM mikro berjalan optimal, dibentuk posko di tingkat desa yang diawasi oleh posko di tingkat kecamatan. Posko tingkat desa melakukan fungsi pencegahan, penanganan, pembinaan, dan pendukung pelaksanaan penanganan Covid-19 yang diketuai oleh kepala desa dibantu perangkat dan mitra desa. Mereka berkoordinasi dengan Satgas Covid-19 yang ada di tingkat atasnya atau TNI/Polri.
Terkait itu upaya-upaya itulah, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mengatakan bahwa penggunaan dana desa diperbolehkan. Termasuk, dia menjelaskan, untuk pembuatan posko, penyemprotan disinfektan hingga penyiapan ruang isolasi apabila ada warga yang terjangkit Covid-19.
"Dana desa boleh digunakan disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan. Dana desa harus digunakan untuk mendukung seluruh program yang sudah ditetapkan pemerintah untuk PPKM berbasis mikro," ujar Abdul.
Aturan mengenai penggunaan dana desa itu sendiri sudah tertuang dalam Instruksi Menteri Desa PDTT nomor 1 tahun 2021 tentang Penggunaan Dana Desa 2021.
Aturan Perjalanan
Salah satu pokok kebijakan PPKM skala mikro ini adalah pengaturan perjalanan dalam negeri dan perjalanan internasional. Sebagaimana dipaparkan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Profesor Wiku Adisasmito, pengaturan perjalanan dalam negeri dan perjalanan internasional akan berlaku hingga 22 Februari 2020.
"Di mana aturannya masih sama untuk Bali di mana perjalanan udara memerlukan tes RT PCR maksimal 2x24 jam sebelum keberangkatan dan antigen maksimal 1x24 jam sebelum keberangkatan," tuturnya.
Sedangkan, Profesor Wiku mengatakan, untuk laut dan udara, baik pribadi maupun umum menggunakan tes RT PCR atau antigen 3x24 jam sebelum keberangkatan. Untuk perjalanan Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa, terutama untuk darat dengan angkutan umum, Wiku menyebutkan, hasil tes acak antigen atau genose akan diminta apabila diperlukan oleh Satgas Covid-19 di daerah. Kemudian untuk udara menggunakan tes RT PCR 3x24 jam sebelum keberangkatan atau antigen 2x24 jam sebelum keberangkatan.
Sedangkan perjalanan laut, disampaikannya pula, digunakan tes RT PCR atau antigen 3x24 jam sebelum keberangkatan, dan untuk darat pribadi diimbau menggunakan tes RT PCR atau antigen 3x24 jam sebelum keberangkatan.
Untuk Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa, khususnya untuk kereta api antarkota, menggunakan RT PCR atau antigen 3x24 jam sebelum keberangkatan atau genose sebagai opsi. Sedangkan selama libur panjang dan libur keagamaan untuk Pulau Jawa dan pulau lainnya, salah satu contohnya Imlek pada minggu ini, Profesor Wiko mengatakan, untuk angkutan darat jarak jauh dan kereta api ini menggunakan tes PCR atau antigen atau genose 1x24 jam sebelum keberangkatan.
Seiring itulah, Profesor Wiku juga memohon kepada pimpinan K/L, TNI, Polri, BUMN, BUMD, pemda dan perusahaan, menunda perjalanan selama libur panjang atau libur keagamaan. Khusus untuk protokol perjalanan internasional, Wiku juga menjelaskan di tiap pintu kedatangan, akan dilakukan pemeriksaan suhu tubuh dan validasi hasil tes RT PCR yang negatif, berlaku 3x24 jam sebelum keberangkatan.
Pada prinsipnya, menurut Wiku, WNA tidak boleh memasuki Indonesia kecuali bagi pemegang visa dan izin tinggal sesuai Peraturan Menkumham 26/2020, pemegang izin sesuai travel corridor, dan pertimbangan khusus dari K/L.
"Selain dilakukan tes di bandara, ada tes ulang pada saat keberangkatan dan akan dilanjutkan perawatan jika positif. Biaya untuk WNI ditanggung pemerintah dan WNA ditanggung sendiri," ujar Wiku.
"Selanjutnya akan dilakukan karantina 5x24 jam, dilakukan di pusat isolasi. WNI yang tidak mampu dari sisi ekonomi akan isolasi di karantina khusus dan biaya ditanggung pemerintah dengan syarat ada surat tanda tidak mampu. Sementara itu, WNA bisa karantina di rumah pribadi," lanjutnya.
Pelaku Usaha Diuntungkan
Terhadap kekhawatiran bahwa PPKM Mikro ini akan menyulitkan pelaku usaha kecil, Profesor Wiku menjelaskan, pelaku usaha justru lebih diuntungkan dengan adanya kebijakan PPKM mikro. “Pembatasan aktivitas tidak dilakukan secara luas, jadi potensi untuk melakukan kegiatan ekonomi dan sosial yang aman dari Covid-19 itu bisa dilakukan,” jelasnya.
Jadi, Profesor Wiku menambahkan, PPKM mikro merupakan bentuk mengendalikan Covid-19 yang bukan hanya dari sisi kesehatan, melainkan juga sosial ekonomi.
Melalui PPKM mikro, persoalan bukan hanya dapat dipetakan secara tepat, melainkan penanganannya pun dapat dilakukan dengan lebih terukur, tepat sasaran, dan efektif. Sehingga, berpeluang lebih tinggi untuk menekan penyebaran virus SARS COV-2.
Penulis: Ratna Nuraini
Redaktur: Elvira Inda Sari