Indonesia.go.id - Investasi Didorong ke Usaha Prioritas

Investasi Didorong ke Usaha Prioritas

  • Administrator
  • Senin, 1 Maret 2021 | 16:52 WIB
UU CIPTA KERJA
  Sejumlah teknisi menyelesaikan proses produksi pesawat CN235 di hanggar PT Dirgantara Indonesia (DI). Industri ini masuk dalam kategori penerima Tax Holiday. ANTARA FOTO
Lahirnya Perpres 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal sebagai turunan dari UU Cipta Kerja diyakini mampu menjawab berbagai hambatan investasi yang sering dikeluhkan oleh pelaku usaha

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja sudah rampung semua, dan sebagian juga bisa langsung operasional. Regulasi itu mencakup 49 peraturan pelaksana, terdiri dari 45 Peraturan Pemerintah (PP), dan empat Peraturan Presiden (Perpres).

Harapan yang besar pun dipertaruhkan dengan tuntasnya aturan pelaksanaannya. Tentunya, sejumlah regulasi itu bisa segera implementatif dan perluasan lapangan kerja baru tersedia dan ujungnya ekonomi pun terungkit. Sebagai informasi pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen pada 2021.

Berkaitan dengan tuntasnya peraturan pelaksanaan omnibus law, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengemukakan hal yang mendasar yang diatur di PP dan Perpres itu adalah perubahan untuk kemudahan dan kepastian dalam perizinan serta perluasan bidang investasi sejalan dengan maksud dan tujuan UU Cipta kerja.

“Harapannya perluasan lapangan kerja dan ekonomi pun terungkit akibat pandemi Covid-19 tersebut,” ujarnya, Minggu (21/2/2021).

Sementara itu, penanggung jawab penerbit UU, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengemukakan, sejak awal UU Cipta kerja dibuat untuk menjadi stimulus positif bagi peningkatan dan pertumbuhan ekonomi nasional.

“UU itu akan membuka banyak lapangan kerja bagi masyarakat. UU Cipta Kerja ini juga merupakan terobosan dan cara Pemerintah menangkap peluang investasi lewat penyederhanaan izin dan pemangkasan birokrasi,” ujarnya Minggu (21/2/2021).

Tujuan pemerintah dengan lahirnya UU Ciptaker memang mendatangkan investasi. Peluang itu kian terbuka lebar sejalan dengan banyaknya pelonggaran yang diberikan oleh pemerintah kepada investor melalui Perpres 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

Beleid yang menjadi aturan turunan dari UU 11/2020 tentang Cipta Kerja itu diyakini mampu menjawab berbagai hambatan investasi yang sering dikeluhkan oleh pelaku usaha. Bagi kalangan pengusaha, adanya UU itu tentu disambut dengan baik. Mereka optimistis regulasi baru ini menjadi angin segar bagi ekonomi nasional yang terpuruk cukup dalam akibat terdampak pandemi Covid-19.

Namun, mereka menilai, sejumlah tantangan masih menghadang, terutama dalam hal implementasi di lapangan. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, pemerintah terus berupaya memperbaiki iklim investasi di tanah air.

Dari sisi administratif, katanya, BKPM telah menyusun kemudahan perizinan melalui skema online single submission (OSS) di daerah yang terintegrasi dengan pemerintah pusat.

Adapun, terkait dengan insentif, BKPM juga akan melakukan perluasan cakupan penerima tax holiday dari 185 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) menjadi 253 bidang usaha.

“Ini semua kami dorong dalam rangka teman-teman investor dari dalam dan luar negeri bisa memanfaatkan dan bisa mengeksekusi investasinya,” kata Bahlil, Rabu (24/2/2021).

Berdasarkan Perpres 10/2021, kini kegiatan penanaman modal terbuka bagi semua bidang usaha, kecuali untuk bidang usaha yang dinyatakan tertutup untuk penanaman modal atau untuk kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat.

Sebelumnya, bidang usaha kegiatan penanaman modal terdiri atas bidang usaha yang terbuka, bidang usaha yang tertutup, dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan.

Dalam perpres baru, bidang usaha terbuka terdiri atas bidang usaha prioritas, bidang usaha yang dialokasikan untuk kemitraan dengan koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan modal di atas Rp10 miliar, serta bidang usaha dengan persyaratan tertentu.

 

Usaha Prioritas

Lewat PP 10/2021 itu, pemerintah mengarahkan investasi lebih banyak masuk pada bidang usaha prioritas. Pasal 4 menjelaskan bidang usaha prioritas ini harus memenuhi beberapa kriteria, yakni program/proyek strategis nasional, padat modal, padat karya, teknologi tinggi, industri pionir, orientasi ekspor, dan/ atau orientasi dalam kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi.

Selain masuk kriteria, usaha juga harus memenuhi beberapa persyaratan, yakni sesuai rincian bidang usaha, klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia, cakupan produk, dan persyaratan lain yang tercantum dalam lampiran I perpres. Investasi pada bidang usaha prioritas tersebut akan diberi insentif fiskal dan/ atau insentif nonfiskal.

Untuk insentif perpajakan ada tiga jenis, yakni pertama insentif pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu (tax allowance).

Kedua, pengurangan pajak penghasilan badan (tax holiday). Ketiga, pengurangan pajak peng hasilan badan dan fasilitas pengurangan penghasilan neto dalam rangka penanaman modal serta pengurangan penghasilan bruto dalam rangka kegiatan tertentu (investment allowance).

Ini meliputi pengurangan pajak penghasilan neto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya; dan/atau pengurangan penghasilan bruto atas penyelenggaraan kegiatan praktik kerja, pemagangan dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu.

Selain itu, ada insentif kepabeanan berupa pembebasan bea masuk atas impor mesin serta barang dan bahan untuk pembangunan atau pengembangan industri dalam rangka penanaman modal. Sedangkan untuk insentif nonfiskal meliputi kemudahan perizinan berusaha, penyediaan infrastruktur pendukung, jaminan ketersediaan energi, jaminan ketersediaan bahan baku, serta insentif keimigrasian, ketenagakerjaan, dan kemudahan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Perpres juga menyebut, pemberian insentif fiskal dan insentif nonfiskal ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk sektor prioritas, total ada 245 bidang usaha yang akan mendapat insentif pajak tersebut.

Namun, tidak terlalu banyak sektor yang mendapatkan tax holiday. Sektor yang diberi tax holiday adalah industri logam dasar hulu (besi baja atau bukan besi baja) terintegrasi, industri pemurnian dan pengilangan minyak dan gas bumi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi.

Berikutnya, industri petrokimia berbasis minyak bumi, gas alam, atau batu bara tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi, industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi, industri kimia dasar anorganik tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi, serta industri bahan baku utama farmasi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi.

Tax holiday juga diberikan kepada industri pembuatan komponen robotik yang mendukung industri pembuatan mesin-mesin manufaktur, industri pembuatan komponen utama mesin pembangkit tenaga listrik, industri pembuatan kendaraan bermotor dan komponen utama kendaraan bermotor, industri pembuatan komponen utama kapal, industri pembuatan komponen utama kereta api, serta industri pembuatan komponen utama pesawat terbang dan aktivitas penunjang industri dirgantara.

Selain itu, industri pengolahan berbasis pertanian, perkebunan, atau kehutanan yang menghasilkan bubur kertas (pulp) tanpa atau beserta turunannya, infrastruktur ekonomi, serta ekonomi digital yang mencakup aktivitas pengolahan data, hosting, dan kegiatan yang berhubungan dengan itu.

Pembangunan sektor-sektor tersebut jelas vital untuk reformasi struktural ekonomi kita dari mengandalkan komoditas ke industri pengolahan yang berbasis sumber daya dalam negeri, berteknologi tinggi, bernilai tambah tinggi, menyerap banyak tenaga kerja, dan sekaligus memangkas ketergantungan impor.

Oleh karena itu, ketentuan baru ini harus cepat-cepat disosialisasikan dan dipromosikan secara aktif di dalam negeri maupun di negara-negara utama asal investor besar.

Selain itu, lahirnya UU Cipta Kerja beserta aturan turunannya juga diharapkan mudah dipahami dan diimplementasi di daerah sehingga memudahkan masuknya investor. Jangan sampai investor mundur akibat sosialisasi dan implementasi regulasi di tingkat daerah.

 

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari