Kementerian Koperasi dan UKM mencatat, jumlah usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang sudah menggunakan teknologi digital mencapai 12 juta. Jumlah ini melampaui target pemerintah yang mematok angka sebesar 10 juta pada akhir tahun 2020 lalu.
Di balik bencana selalu ada berkah. Berkah itu datang beriringan dengan pandemi Covid-19. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diberlakukan oleh pemerintah untuk mencegah penyebaran virus Corona sepanjang 2020, berdampak pada perubahan perilaku masyarakat dalam berbelanja yang lebih menyukai melalui daring (online). Keberadaan belanja online menjadi kebutuhan yang menjadi pilihan paling aman saat interaksi fisik dibatasi akibat mewabahnya virus Corona.
Perubahan perilaku konsumen dengan membatasi interaksi fisik dan mengurangi aktivitas di luar rumah, rupanya menjadi katalis bagi pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM). Tentu saja itu berlaku untuk pengusaha kecil dan menengah yang sudah terhubung dengan ekosistem digital. Nah, bagi yang belum, pandemi telah mendorong pula UMKM meningkatkan diri dan masuk dalam ekosistem digital. Ini semua, tidak lepas dari masifnya literasi digital, khususnya yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM.
Kementerian Koperasi dan UKM mencatat, jumlah UMKM yang sudah menggunakan teknologi digital (e-commerce) mencapai 12 juta lebih (data Februari 2021). Jumlah ini melampaui target pemerintah yang mematok angka sebesar 10 juta pada akhir tahun 2020 lalu. Para pelaku ekonomi kecil itu memanfaatkan teknologi untuk memasarkan produknya.
Meski angkanya belum terlalu besar (sekitar 13%) bila dibanding jumlah populasi UMKM di Indonesia yang totalnya sekitar 64 juta, toh kemajuan tersebut patut diapresiasi. Sebab, angka tersebut telah melampaui target yang diminta Presiden Joko Widodo kepada Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki. Menurutnya, di awal tahun 2020 sebelum pandemi mewabah di Indonesia, Presiden minta peningkatan 2 juta pelaku UMKM go digital. "Saya kira ini berkah pandemi juga karena ada pembatasan kegiatan usaha secara offline maka para pelaku UMKM terutama di sektor makanan dan minuman serta ritel mereka beradaptasi dengan masuk di platform digital," kata Teten di Jakarta, Selasa (9/3/2021).
Peningkatan pesat jumlah UMKM go digital, masih kata Menteri Teten, tidak lepas dari upaya pendampingan dan pelatihan yang digencarkan pemerintah bekerja sama dengan pelaku ekosistem digital atau founder platform digital. Karena itu, ke depan, pihaknya memastikan agar Kementerian Koperasi dan UKM bersama stakeholder lainnya terus mendorong agar pelaku usaha segera memanfaatkan teknologi dalam proses bisnisnya.
"Ini akan terus kita push karena tren ke depan belanja di market online ini akan jadi life style dan kita punya potensi market digital terbesar di Asia Tenggara. Jadi jangan sampai nanti market digital ini dikuasai dari luar," jelas Menteri Teten.
Modal positif
Transformasi digital era pandemi, pada hakekatnya, bukanlah sekedar memindahkan offline menjadi online atau paper based menjadi computer based. Namun, juga ada sejumlah hal penting yang hendak dicapai. Pertama, untuk memenuhi realisasi potensi ekonomi digital tahun 2025 sebesar US$133 miliar untuk Indonesia dan US$300 miliar untuk ASEAN. Potensi ekonomi itu menunjukan hampir setengah potensi ASEAN ada di Indonesia.
Kedua, merespon perkembangan revolusi industri. Ketiga, transformasi ekonomi yang berbasis pada penciptaan lapangan kerja, peningkatan investasi, dan peningkatan produktivitas. Keempat, sebagai akselerator pemulihan ekonomi nasional. Kelima, penguat pondasi perekonomian untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.
Sebagai bangsa yang besar, Indonesia memiliki modal lebih dari cukup untuk survive dalam ekosistem digital. Tahun 2019, populasi dengan internet mencapai 180 juta orang (67 persen), pengguna internet aktif 150 juta orang (56 persen), pengguna layanan daring 105 juta orang (39 persen), dan 32 persen dari populasi berusia 20-39 tahun yang tergolong cepat mengadopsi teknologi.
Di sisi lain, dukungan pemerintah dan swasta pun signifikan. Hasil kolaborasi yang menjanjikan dalam hal pembangunan infrastruktur teknologi informasi, termasuk di antaranya jaringan Palapa Ring yang bakal memberikan akses internet bagi masyarakat di 440 kota/kabupaten di seluruh Indonesia, serta digenjotnya penetrasi perangkat mobile, yang memungkinkan lebih banyak UMKM mengadaptasi digital.
Fakta lainnya, populasi Indonesia adalah keempat terbesar dunia, setelah China, India, dan Amerika Serikat. Dengan lebih dari 274 juta penduduk, Indonesia adalah pasar yang besar, bukan saja bagi UMKM dan perusahaan domestik, tapi juga bagi perusahaan-perusahaan asing.
Modal positif tersebut tentu menggembirakan, namun juga layak diwaspadai. Sebagaimana sinyalemen yang disampaikan Menteri Teten, bahwa market digital (dalam arti produk yang dijual) jangan sampai dikuasai pihak dari luar. Untuk itu, pemerintah mengingatkan agar masyarakat ikut berkontribusi dengan cara mengkonsumsi produk lokal. Dengan cara seperti itu maka perputaran ekonomi akan bergerak lebih lancar sehingga pertumbuhan ekonomi bisa meningkat lebih ekspansif.
Sebagai bangsa yang besar, Indonesia selayaknya harus mampu bekerja sama untuk mengembangkan produk dalam negeri yang berkualitas. Bukan saja untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam negeri, namun juga pasar luar negeri. Semangat ini oleh pemerintah diwujudkan dalam gerakan yang disebut Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia. Aksi ini diproyeksi mampu memperkuat program peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN), terutama melalui ajakan kepada masyarakat Indonesia untuk mendukung produk dalam negeri dengan belanja produk UMKM Indonesia.
Bila terwujud, gerakan tersebut akan sangat berarti dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Sebab, sejauh ini faktor utama penggerak ekonomi nasional adalah konsumsi rumah tangga yang kontribusinya di atas 50 persen. Sementara investasi hanya berhasil menyumbang sekitar 30 persen dan belanja pemerintah sekitar 10 persen terhadap struktur pembentuk pertumbuhan ekonomi.
Peran UMKM di sana cukup menjanjikan. Pada 2018 misalnya, UMKM tercatat memberikan kontribusi 57,8 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dengan nilai Rp8.573,9 triliun, lalu pada 2019 menyumbang 60 persen PDB dan 14 persen dari total ekspor nasional. Wajar jika pemerintah pun optimis langkah digitalisasi UMKM membuahkan hasil positif.
"Ini momentum sangat bagus untuk membeli produk dalam negeri, karena ekonomi kita lebih banyak digerakkan konsumsi rumah tangga. Jadi kalau kita maksimalkan belanja domestik dengan mengkonsumsi produk lokal UMKM ini sangat positif bagi pondasi ekonomi kita," kata Menteri Teten.
Penulis: DT Waluyo
Redaktur: Ahmed Kurnia/Elvira Inda Sari