Ekspor Indonesia tidak cukup hanya berbentuk raw materials, Indonesia harus hilirisasi. Sehingga, industri bangsa ini bisa melompat.
Sudah sejak lama, Presiden Joko Widodo mendorong pelaku usaha untuk melakukan penghiliran. Pasalnya, dengan melakukan penghiliran, bangsa ini memperoleh nilai tambah dan daya saing produk.
Persoalan penghiliran mendapatkan momentumnya ketika Kepala Negara melakukan groundbreaking pembangunan smelter PT Freeport Indonesia di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik. Berbicara soal smelter Freeport Indonesia, sebenarnya pembangunan sudah direncanakan sejak lama.
Namun, realisasinya tak pernah terwujud, bahkan sempat terjadi tarik- menarik terhadap isu tersebut. Termasuk, soal lokasi smelter tersebut.
Namun, pemerintah akhirnya berhasil memaksa Freeport Indonesia segera membangun smelter tersebut. Itu terjadi setelah perusahaan tambang itu berencana memperpanjang izin usahanya.
Di rezim UU baru, ada ketentuan izin usaha pertambangan khusus (IUPK)---izin yang diberikan untuk Freeport. Di perizinan baru itu, ada ketentuan soal kewajiban perusahaan untuk membangun smelter yang menjadi bagian tak terpisahkan dari izin keberlanjutan operasi Freeport Indonesia hingga 2041.
Betapa pentingnya isu soal penghiliran dan nasib keberlanjutan industri di masa depan bangsa ini memang menjadi perhatian bagi Presiden Joko Widodo. Arahan Presiden yang sangat jelas itu dinyatakan dalam sambutan pemancangan tiang pertama pembangunan smelter di KEK, Gresik, Selasa (12/10/2021).
Pada kesempatan itu, Kepala Negara menegaskan, bangsa ini perlu memperkuat hilirisasi industri. Bahkan, tambah Presiden Jokowi, dirinya akan memberikan perintah kepada satu per satu perusahaan, baik itu perusahaan swasta maupun BUMN, yang berkaitan dengan tambang (dan) minerba, untuk masuk ke hilirisasi.
“Untuk apa? Sekali lagi, agar komoditas bangsa Indonesia lebih tinggi nilainya. Jadi, tidak kirim mentahan, tidak kirim dalam bentuk raw materials. Semua itu memberikan nilai tambah bagi negara,” ujar Presiden Joko Widodo.
Artinya, akan memberikan income yang lebih tinggi kepada negara, kemudian menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan. “Ini goal yang penting bagi rakyat, dan tentu saja membuat bangsa kita semakin mandiri, semakin maju.”
Kepala Negara juga memberikan ilustrasi bahwa Indonesia memiliki cadangan tembaga yang sangat besar, bahkan masuk dalam kategori tujuh negara yang memiliki cadangan tembaga terbesar di dunia. “Ini yang banyak (dari) kita tidak tahu,” ujar Presiden Jokowi.
Menurut Kepala Negara, potensi yang sangat besar ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya, sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan menciptakan nilai tambah yang setinggi-tingginya bagi ekonomi negara.
Jangan sampai negara ini yang memiliki tambang, memiliki konsentrat, namun smelter-nya, hilirisasinya ada di negara lain, seperti ada di Spanyol, ada di Jepang. Nilai tambahnya berarti yang menikmati negara lain. “Inilah kenapa smelter PT Freeport Indonesia ini dibangun di dalam negeri, yaitu di Gresik, Provinsi Jawa Timur.”
Desain smelter Freeport Indonesia berupa single line dengan kapasitas produksi 1,7 juta ton konsentrat per tahun. Dari konsentrat itu, smelter itu kemudian menghasilkan 600.000 copper. Investasi yang digelontorkan untuk membangunnya mencapai Rp42 triliun. Smelter itu dibangun di atas lahan 100 hektare.
Smelter kian Banyak
Harapannya, banyak lagi smelter yang dibangun. Data Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi menyebutkan, jumlah smelter terus bertambah. Bila 2001, jumlah smelter di Indonesia baru sebanyak 17 unit, pada 2020 sebanyak 19 unit, 2021 sebanyak 23 unit, dan pada 2024 diharapkan smelter bisa mencapai 53 unit.
Artinya, bangsa ini sudah bergerak ke jalan yang benar, bergerak ke produk penghiliran, tidak lagi hanya ekspor konsentrat berupa tanah dan air. Banyak produk tambang Indonesia yang membutuhkan sentuhan penghiliran
Misalnya produk nikel. Produk mentah nikel kemudian diproses menjadi feronikel (FeNi) lewat proses pemurnian dalam smelter. Nilai tambah produk nikel itu jadi naik 4 kali lipat.
Begitu juga dengan batu bara. Melalui proses penghiliran, produk batu bara bisa menghasilkan dimethyl ether (DME). Dari produk ini, Indonesia bisa mengurangi impor jutaan ton elpiji setiap tahunnya.
Hal yang sama juga bisa dilakukan terhadap produk CPO. Presiden Jokowi, dalam satu kesempatan, beberapa waktu lalu, meminta agar Indonesia harus bisa menghentikan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sehingga komoditas tersebut bisa diolah menjadi produk turunan yang bernilai tambah tinggi.
“Di suatu titik nanti, setop yang namanya ekspor CPO. Harus jadi kosmetik, harus jadi mentega, harus jadi biodiesel, dan turunan lainnya,” ujar Kepala Negara.
Indonesia, lanjut Presiden Jokowi, harus memiliki keberanian untuk menghentikan ekspor bahan mentah, meskipun terdapat potensi gugatan hingga ke Organisasi Perdagangan Internasional (WTO). Bila kebijakan itu sudah diambil, negara ini tentu harus bersiap juga bila ada gugatan terhadap kebijakan hilirisasi sumber daya alam.
Data Kementerian Perindustrian ini juga mengkonfirmasi bahwa langkah Indonesia dengan kebijakan penghiliran sudah benar. Menurut data itu, dalam kurun 10 tahun, ekspor produk turunan kelapa sawit meningkat signifikan, dari 20% di tahun 2010 menjadi 80% pada 2020.
Khusus soal peta jalan pengembangan industri hilir kelapa sawit dan targetnya, semuanya diatur melalui Peraturan Menteri Perindustrian nomor 13 tahun 2010. Oleh karena itu, Presiden Jokowi pun berulangkali selalu menekankan pentingnya penghiliran.
Kepala Negara menilai, Indonesia memang kaya bauksit, batu bara, maupun produk tambang lainnya serta CPO. Oleh karena itu, penghiliran perlu dilakukan agar terjadi peningkatan nilai tambah untuk negara.
"Tapi tidak cukup di situ [komoditas hulu], kalau kita melakukan hilirisasi, industri kita pasti bisa melompat lagi,” ujar Presiden Jokowi.
Kebijakan Kabinet Indonesia Maju, kabinet pemerintahan di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang telah berjalan sejak 2019, sudah menapak jalan yang benar menuju Indonesia tangguh dan Indonesia tumbuh.
Kebijakan di sektor perindustrian dengan terus menggenjot pendalaman struktur industri manufaktur, melalui kebijakan hilirisasi berbasis sektor primer, perlu terus diperjuangkan dan diimplementasikan di tingkatan masing-masing industri.
Apalagi melalui program hilirisasi, manfaat dalam meningkatkan nilai tambah bagi perekonomian nasional, di antaranya peningkatan pada investasi, penyerapan tenaga kerja, dan pertumbuhan industri manufaktur di dalam negeri cukup besar.
Penguatan penghiliran perlu terus didorong agar pelaku usaha melakukannya. Oleh karena itu, beberapa instrumen, antara lain, memberikan insentif fiskal dan penurunan bea masuk untuk produk yang mendukung industri hilir juga bisa terus diberikan sebagai pemanis. Akhirnya, cita-cita Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh pun bisa diwujudkan.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari