Indonesia.go.id - Investasi Industri Pala Verstegen di Fakfak

Investasi Industri Pala Verstegen di Fakfak

  • Administrator
  • Senin, 8 November 2021 | 17:26 WIB
INVESTASI
  Petani mengupas pala di Kampung Air Besar Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat. ANTARA FOTO/ Gusti Tanati
Verstegen Spices & Sauces BV mengembangkan industri pala di Kabupaten Fakfak, Papua Barat. Rencananya, investasi itu mencapai nilai Rp4,2 triliun. Kementerian Investasi/BKPM pun bersiap memfasilitasi dan memproses pengurusan izin-izin.

Pada Kamis 14 Oktober 2021, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mendatangi Kantor Pusat Verstegen di Rotterdam, Belanda. Bahlil bertemu dengan CEO Verstegen Spices & Sauces BV Michel Driessen. Sebelumnya, perusahaan asal Belanda ini  berencana untuk menanamkan investasi pengembangan pala di Fakfak, Papua Barat.  

Pertemuan Kamis itu merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya pada November 2020. Ketika itu, perusahaan rempah tersebut menyampaikan minatnya untuk berpartisipasi dalam program peremajaan dan penanaman komoditas pala serta industri pengolahannya di Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat. Verstegen Spices & Sauces BV (Verstegen) berencana menanamkan investasi senilai Rp4,2 triliun untuk mengembangkan industri pala di Kabupaten Fakfak, Papua Barat.

Investasi itu akan memberdayakan 50.000 petani pala. Bahkan kini, Verstegen telah mendirikan Kantor Perwakilan Perusahaan Asing (KPPA) di Indonesia.

Terkait itu, Bahlil pun berjanji untuk memberikan fasilitas terkait urusan perizinan, utamanya dalam hal pengadaan lahan. "Verstegen tidak perlu khawatir terkait urusan lahan di daerah. Kementerian Investasi/BKPM siap memfasilitasi dan mengurus izin-izinnya. Untuk pelaksanaannya, bisa kita lakukan secara bertahap. Mulai dari lahan seluas 10 ribu hektare terlebih dulu, kemudian kita pantau dan pelajari untuk ekspansi nantinya," kata Bahlil dalam keterangan tertulis di Jakarta, pada 15 Oktober 2021.

Bahlil menyebut rencana pengembangan perkebunan pala ini sejalan dengan mandat langsung Presiden Joko Widodo kepada Kementerian Investasi/BKPM untuk mengembalikan kejayaan rempah-rempah Indonesia. Hal itu juga dituangkan dalam Instruksi Presiden nomor 9 tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua dan Papua Barat.

Bahlil menjelaskan bahwa saat ini telah tersedia lahan seluas 40 ribu hektare di Fakfak yang dapat digunakan untuk membangun perkebunan pala dan industri pengolahannya. Rencana pengembangan industri pala ini juga telah didukung oleh hasil studi dari Institut Pertanian Bogor (IPB).

Lebih lanjut, Bahlil menyampaikan bahwa pengalaman dan jaringan Verstegen akan sangat dibutuhkan demi membuat proyek ini terlaksana. Menurut Bahlil, Verstegen dapat menjadi investor perkebunan pala, serta memasarkan produk akhir dan membantu dalam jaringan distribusi dengan keahlian dan koneksi yang dimiliki.

CEO Verstegen Spices & Sauces BV Michel Driessen menjelaskan, model bisnis yang biasa dijalankan oleh Verstegen yaitu bekerja sama dengan mitra lokal pemilik lahan perkebunan, bukan menjadi pemilik lahan. Verstegen nantinya akan lebih fokus pada pendistribusian produk, pelatihan petani lokal, serta transfer pengetahuan.

Pengembangan industri rempah-rempah terintegrasi perkebunan pala ini nantinya dapat mengamankan kedua sisi, yaitu pasokan (supply) dan permintaan pasar internasional (demand) atas rempah-rempah asal Indonesia.

Belanda sendiri, berdasarkan data Kementerian Investasi/BKPM, mencatatkan realisasi investasi sebesar 1,3 miliar dolar AS dan menempati peringkat keempat setelah Singapura, Hongkong, dan Tiongkok sepanjang periode semester I-2021, yakni Januari hingga Juli.

Menurut Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Ikmal Lukman, negara tujuan utama ekspor Indonesia adalah Belanda, Jerman, Vietnam, dan Jepang. “Permintaan dunia untuk produk pala akan meningkat sebab industri makanan, bumbu, kosmetika, dan farmasi terus mengalami peningkatan. Bila kita melakukan hilirisasi akan tercipta nilai tambah bagi industri dan perekonomian nasional, utamanya kawasan timur," katanya dalam keterangan tertulisnya.

Menurut Ikmal, investasi komoditas pala sangat strategis dilakukan di Papua Barat. Kawasan Timur Indonesia (KTI) saat ini merupakan penghasil biji pala terbesar di Indonesia di mana sebesar 70 persen produksi pala nasional berasal dari kawasan tersebut.

Verstegen merupakan produsen dan importir asal Belanda yang bergerak di bidang industri rempah-rempah, terutama pala. Perusahaan itu juga mengimpor pala, kayu manis, lada hitam, dan lada putih dari Indonesia. Verstegen tak hanya melayani pasar Belanda, melainkan juga pasar Eropa.

Menteri Investasi menuturkan investasi tersebut diharapkan akan dapat mendorong sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) karena banyaknya masyarakat yang berkebun pala. Dengan investasi di bidang perkebunan dan pengolahan pala, diharapkan pula harga komoditas rempah tersebut bisa terdongkrak dan bisa memiliki pasar tersendiri.

"Ini (investasi) yang akan kita lakukan dan 2021 sudah mulai. Kemarin saya sudah ngomong pada mereka untuk lakukan kerja sama pembangunan kebun termasuk industrinya di Papua Barat," katanya.

Verstegen jadi satu dari empat perusahaan yang ditemui Bahlil dalam kunjungan kerjanya ke Belanda, pekan lalu. Bahlil hadir di negeri kincir angin untuk memenuhi undangan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Den Haag dan KADIN (Kamar Dagang dan Industri) Indonesia. Ia juga dijadwalkan akan melakukan pertemuan dengan empat Chief Executive Officers (CEOs) perusahaan multinasional atau korporasi global yang bergerak di beberapa sektor industri, yakni Verstegen, FrieslandCampina, Wavin BV, dan Infineon.

Tanaman pala banyak tumbuh di daerah Kabupaten Fakfak, Kaimana, dan Teluk Bintuni, Papua Barat. Luas lahan Pala di Kabupaten Fakfak lebih dari 17. 560 hektare, di Kaimana 7.839 hektare, dan Teluk Bintuni 139 hektare (Papua Barat dalam Angka, 2018). Tingkat produksi pala di Papua Barat pada 2018 sebesar 22,63 % dari total produksi pala secara nasional sedangkan tingkat produktivitasnya mencapai 122 % di atas produktivitas nasional (Pertanian.go.id, 2020).

Terkait dengan ekspor, pada 2018 eskpor pala sebesar 120 ton (0.6 % dari total ekspor nasional) dengan nilai ekspor 1.440 dollar US (Fakfak dalam Angka, 2018).

Pala Fakfak (Myristica argantea) merupakan tanaman spesifik yang tumbuh dan berkembang biak secara alami dan menjadi sumber penghasilan utama masyarakat di Fakfak. Hal ini membuat pala menjadi simbol kebanggaan bagi daerah Fakfak (Laporan Tahunan BPTP Papua Barat, 2017).

Josina Waromi dari Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Faperta-UNIPA (Fakultas Pertanian, Universitas Papua) menulis tentang pala Papua Barat di Median volume 13 nomor 1 bulan Februari 2021. Dalam tulisannya ia menyebut, tanaman pala dikenal sebagai tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis dan multiguna karena setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri.

Biji, fuli, dan minyak pala merupakan komoditas ekspor dan digunakan dalam industri makanan dan minuman. Selain itu minyak yang berasal dari biji, fuli, dan daun banyak digunakan untuk industri obat-obatan, parfum, dan kosmetik.

Pala telah lama dikenal masyarakat Papua dan dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari untuk kebutuhan konsumsi maupun dijual kepada pedagang pengumpul secara tunai ataupun barter dengan barang yang dibutuhkan untuk keperluan sehari-hari. Fakfak adalah salah satu kabupaten sentra pala di Papua Barat.  

Ekosistem lahan pala di Kabupaten Fakfak dapat dibedakan atas tiga subsistem dari ekosistem “hutan pala”. Ekosistem ini seluas 16.733 hektare yang didominasi oleh spesies Myristica argentea (pala Fakfak), kemudian pala hutan (M papuana), dan pala Banda (M fragrans), dan juga jenis pala yang oleh masyarakat disebut pala peranakan atau hasil persilangan alami antar-M argentea dan M fragrans. Keseluruhannya tumbuh dengan baik dari tepi pantai sampai ketinggian sekitar 700 meter dari permukaan laut (dpl).

 

 

Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari